Lembang Rembo-Rembo adalah salah satu desa yang ada dalam wilayah administratif Kecamatan Bittuang; berbatasan langsung dengan Kecamatan Pana, Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat.Â
Meskipun berbatasan dengan Kabupaten Mamasa, bangunan rumah adat tongkonan dan lumbung masih kental Toraja di Rembo-Rembo. Pengaruh budaya Mamasa hampir tidak ada. Berbeda jauh dengan Kecamatan Simbuang dan Masanda yang kental dipengaruhi oleh Mamasa.
Dari kota Makale, ibu kota Kabupaten Tana Toraja, menempuh jarak kurang lebih 54 km menuju Lembang Rembo-Rembo. 38 km jalan mulus beraspal sampai di kota kecamatan, Bittuang bisa ditempuh selama satu jam berkendara. Sisanya, jarak 16 kilometer dari Bittuang, menuju Rembo-Rembo inilah yang menguji adrenalin. Waktu tempuh normal hanya 40 menit berkendara. Hanya saja karena medan yang sedikit ekstrim, durasi perjalanan bisa mencapai 2 jam.Â
Untuk mencapai Rembo-Rembo, dapat menggunakan kendaraan roda empat, truk dan sepeda motor.Â
Meskipun demikian, saya pun menjumpai bahwa masih ada warga yang memilih jalan kaki menuju Rembo-Rembo. Mereka dapat dikenali dari tongkat kayu yang digunakan, sarung di bahu dan tas ransel di punggung.Â
16 Kilometer yang Menantang dan Indah
Kira-kira pukul 9 pagi, setelah semua rombongan keluarga berkumpul di pertigaan jalan trans Sulawesi, Poros Kecamatan Masanda-Lembang Sasak - Lembang Pali berkumpul, kami melanjutkan perjalanan ke Lembang Rembo-Rembo.Â
Jalur menuju Lembang Rembo-Rembo berupa jalan desa selebar 3 meter, rabat beton dan kombinasi jalan tanah berbatu. Sekitar 200 meter melewati pusat pemukiman Lembang Pali', kami langsung disambut jalan menukik turun di antara hutan pinus, berupa patahan rabat beton yang licin.Â
Mobil Toyota Kijang Krista yang saya kemudikan tidak mengalami kendala berarti untuk melintasinya. Tak lama kemudian, sebuah bekas longsoran tanah berlumpur menutupi badan jalan menjadi suguhan. Tampak pula barang pinus tumbang yang telah dibersihkan.Â
Di depan saya ada mobil Toyota Rush. Sopirnya melaju cukup pelan menghindari bebatuan. Beberapa keluarga menyusul di belakang mengendarai mobil dan sepeda motor.Â
Memasuki Lembang Sasak, beberapa kali saya menjumpai titik longsor, genangan air berlumpur dan patahan rabat beton yang berulang kali pula menyulitkan mobil melewatinya. Ya, jalan memang telah di rawat beton. Oleh karena termakan usia dan kondisi alam, banyak titik yang telah rusak parak dan tergerus air sehingga menyisakan lubang-lubang berbatu, khususnya di jalan menanjak.Â