[caption id="attachment_315104" align="aligncenter" width="606" caption="Headline kotaksuara.com (Admin) / Megawati dan Jokowi"][/caption]
"Belum," bantah Jokowi saat ditanya oleh para kuli tinta tentang telah diterimanya restu Megawati untuk pencapresan dirinya di pilpres 2014. Justru Jokowi meminta kepada wartawan untuk menanyakan soal restu itu kepada Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP. "Tanyakan ke Ibu Ketum, ke partai, jangan tanya saya," ujarnya. Sumber berita disini.
Memang deklarasi pencapresan Jokowi oleh PDIP dimana Jokowi sebagai kader masih menjadi teka-teki sampai saat ini. Tapi deklarasi Jokowi sebagai calon presiden yang akan diusung PDIP adalah suatu hal yang pasti. Pastinya kapan, ada dua pilihan buat Megawati; sebelum pileg 9 April 2014 atau sesudah pileg 2014. Teori logika dan kewarasan politik mengatakan demikian.
Tak seorang pun pengamat politik yang menyangkal tingginya popularitas dan elektabilitas Jokowi. Hampir semua lembaga survei menempatkan Jokowi di tempat teratas. Jokowi tak terkejar. Urutan kedua yang ditempati oleh Prabowo Subianto mempunyai selisih angka yang cukup signifikan dengan perolehan angka Jokowi di urutan pertama.
Antusiasme sebagian besar rakyat Indonesia terhadap Jokowi dinilai strategis bisa menaikkan partai mana saja yang mengusungnya. Sebagian besar rakyat berkeinginan kuat agar Jokowi menjadi Presiden menggantikan SBY yang habis masa jabatannya di tahun ini. Secara logis partai yang mengusungnya akan dipilih dan akan mendapat dukungan dari para pendukung Jokowi yang banyak tersebar di seantero tanah air ini.
Fakta itu tentu disadari dan terekam dengan baik oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Kunci pencapresan Jokowi memang ada di tangannya. Tetapi sampai saat ini ia masih tetap bergeming dan bungkam tentang pencapresan Jokowi. Diam itu emas, mungkin itu yang dipegang teguh oleh Megawati. Spekulasi merebak di tengah diamnya Megawati ini adalah skenario pencapresan PDIP sebagai contoh salah satu spekulasi itu, walaupun spekulasi skenario ini banyak ditentang, tapi tentu saja tetap dilempar ke publik untuk menguji tingkat akseptablitas skenario itu. Skenario yang dilontarkan Tjahjo Kumolo, Sekjen PDIP di akhir Januari 2014 itu adalah pertama, jika PDIP berhasil melewati ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden, maka sudah ada dua nama di internal yang akan dipasangkan sebagai capres dan cawapres. Dua nama yang akan menduduki posisi tersebut adalah Megawati-Jokowi.
Kedua jika suara PDI-P di Pemilu Legislatif 2014 tidak cukup untuk mengusung pasangan capres-cawapres sendiri, maka Jokowi akan dipasangkan dengan cawapres dari partai koalisi.
Skenario itu menunjukkan arogansi PDIP yang seolah "tidak butuh" fenomena Jokowi. Padahal seharusnya PDIP perlu menunjukkan penghargaan kepada Jokowi terkait loyalitasnya kepada partai itu dan meningkatkan image positif terhadap partainya, sehingga PDIP meningkat popularitas dan elektabilitasnya.
Jokowi secara profesional selalu mengembalikan keputusan pencapresan dirinya kepada partai --kepada Megawati. Sikap Jokowi ini tentu saja bisa dibaca sebagai sifat "penurut" Jokowi, tetapi bisa juga Jokowi menunjukkan sikap tahu diri tentang tupoksi sebagai kader. Sikap ini bukan sikap yang lemah dari Jokowi, justru disinilah kekuatan sikap rendah hati dan menempatkan diri pada porsinya.
Skenario PDIP tersebut berdampak tentangan dari pendukung Jokowi, wujud tentangan itu dengan banyak munculnya relawan dan pendukung Jokowi yang membuat manuver dengan mendeklarasikan Jokowi sebagai presiden. Mereka secara inisiatif sendiri telah memasang baliho yang intinya menyebut Jokowi Presiden 2014. Disamping sebagai desakan kepada Megawati untuk segera mendeklarasikan Jokowi, manuver itu adalah terbaca sebagai dukungan Jokowi adalah nyata bukan "fenomena gelembung" dan dukungan itu tersebar di seluruh tanah air Indonesia.
Menunda deklarasi pencapresan Jokowi setelah pileg dan kedua skenario PDIP tersebut sangat kuat mengesankan bahwa PDIP "tidak pro" kadernya sendiri. Disebut demikian, peningkatan elektabilitas PDIP yang signifikan itu disebabkan adanya faktor Jokowi sebagai kader yang dikehendaki oleh sebagian besar rakyat Indonesia untuk menjadi Presiden 2014, sehingga para pendukung Jokowi "rela" untuk memilih PDIP dengan harapan PDIP segera mendeklarasikan pencapresan Jokowi.