Mohon tunggu...
Ouda Saija
Ouda Saija Mohon Tunggu... Dosen - Seniman

A street photographer is a hitman on a run.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Dijodohkan …

5 April 2010   23:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:58 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_111494" align="alignleft" width="240" caption="rumah tempat Hemingway lahir. (dokpri)"][/caption]

Rumah tempat kelahiran Ernest Hemingway terletak di Oak Park Avenue nomor 339, sedikit dari rumah bergaya Victorian yang pernah popular pada tahun 1800an yang masih tersisa. Rumah ini pernah diubah bentuknya namun sekarang sudah dikembalikan menjadiseperti bentuk awal waktu didirikan.

***

Musim dingin telah berakhir, udara Chicago sedikit lebih ramah dan hangat. Dalam gerimis yang bukan lagi bintik-bintik salju, aku mengunjungi tempat kelahiran Hemingway, penulis cerpen dan novel yang memenangi hadiah Nobel sastra lewat karyanya “For whom the Bell Tolls”.

Seorang pria tua berpakaian klasik yang rapi menyambutku, memotong tiket dan memperkenalkan diri lalu bertanya: “Anda darimana?”

“Saya dari Indonesia.” Jawab saya singkat.

“Apa yang menarik minat Anda sehingga berkunjung ke sini?” tanyanya lagi.

“Mungkin ‘ The Old Man and the Sea’. Mungkin mata kail si tua Santiago yang menyeret saya dari laut Jawa sampai ke sini …” jawab saya sambil berkhayal terkait mata kail pak tua Santiago yang eksentrik, salah satu tokoh dalam novel Hemingway.

Tiba-tiba pintu terbuka kembali. Seorang laki-laki dan wanita masuk dan bergabung dengan tur kami. Pemandu tur menyambut mereka. Dua orang dari Eropa sepertinya.

Kami mulai dari ruang depan lalu ke ruang keluarga. Sebuah ruang besar dengan perapian yang menyala, hangat. Ruang ini berkarpet merah tua bergambar mawar, dindingnya juga ber-wallpaper motif mawar, juga lis langit-langit berbentuk mawar cetakan. Terlalu ramai untuk ukuran jaman sekarang, tetapi begitulah gaya Victorian. Grace Hall, ibu Hemingway memang penggila mawar. Hamper di seluruh rumahnya ditemukan barang-barang bergambar bunga mawar.

Ruang lantai satu ini terdiri dari sebuah ruangkeluarga dengan sebuah piano serta perabot tua lainnya, lalu ada ruang makan, dapur dan sebuah perpustakaan. Di perpustakaan inilah kakek Hemingway yang dipanggilnya Abba mengurung diri untuk merokok cerutu serta minum alcohol. Dokter Ed Hemingway, ayah Ernest adalah seorang Kristen yang taat jadi Alkohol dan tembakau adalah barang haram. Abba memang beraliran yang berbeda dengan dr Ed meskipun mereka tinggal serumah.

Ruang makannya pun luas dan penuh dengan motif bunga mawar mulai dari karpet, dinding, langit-langit sampai pada piring dan cangkirnya. Di ruang makan inilah benih bercerita Hemingway disemai oleh kakeknya yang suka bercerita tentang pengalaman berburu dan melanglang Eropa sebagai pengusaha alat-alat makan dari logam. Salah satu adalah cerita tentang Charles Dickens yang berjalan-jalan di jalanan London. Dia menceritakkannya sambil menirukan bagaimana English gentleman berjalan. Kakek pamannya adalah penyemai benih bercerita yang lainnya. Adik laki-laki dari neneknya ini adalah seorang pelaut. Cerita tentang pengembaraan lautnya kukira meninggalkan bekas mendalam dalam otak berkhayal Hemingway kecil.

Gaya bertutur Hemingway yang mempengaruhi sastra dunia adalah efektivitas penggunaan kata. Pendek, singkat, tetapi kuat dan penuh makna. Ini mungkin lahir dari benih yang ditanam kakek-kakeknya di sini. Betapa tidak, bocah kecil tentu tidak akan betah dengan cerita berbuih-buih yang bertele-tele. Yang menarik minat anak kecil tentu cerita pendek yang dramatis, heroic, dan bombastis.

Di lantai 2 ada enam kamar tidur dan sebuah kamar mandi. Salah satu kamar adalah kamar tidur bagi anak-anak. Ada kehangatan yang menyelinap ketika kami memasukinya. Entah apa? Pemandu tur lelaki tua itu menunjukan ranjang mungil di mana Hemingway kecil tidur. Ada sebuah rasa haru yang merayapi wajahku dari tempat tidur putih mungil itu.

[caption id="attachment_111495" align="alignleft" width="202" caption="Tempat tidur Hemingway kecil. (dokpri)"][/caption]

“Ada sebuah cerita yang lucu tentang tempat tidur kecil itu.” Jelasnya.

“Suatu hari ada seorang professor sastra ahli Hemingway dari Rusia. Ketika saya beritahu itu tempat tidur Hemingway kecil, dia berdiri termangu di dekatnya, memegangi ujungnya dan mulai tersedu.”

Dia berhenti bercerita sejenak, membiarkan kami terbius rasa haru. Lalu dia melanjutkan:

“Saya tak tega mengatakan bahwa tempat tidur mungil ini bukan yang asli, tetapi hanya tiruannya.”

Kami semua tergelak tertawa tetapi rasa haru terlanjur menerpa muka kami. Mataku terasa hangat berair, lelaki yang bersamaku tertawa sambil mengeluarkan sapu tangan dari sakunya sedangkan wanita yang digandengnya membetulkan kacamatanya yang sedikit berembun. Udara hangat dari luar yang bergerimis menyusup masuk melalui celah jendela.

***

Sepulang dari rumah tempat kelahiran Hemingway ketika berjalan menuju stasiun kereta rasa haus dan sedikit lapar menyapaku. Aku berhenti di sudut perempatan, membeli secangkir kapucino dan sebuah bagel rasa sinamon. Aku duduk di sudut karena kafe penuh. Ku lihat pria dan wanita yang tur denganku tadi tak mendapat tempat duduk. Mereka lalu menghampiriku.

“Boleh duduk di sini” Tanya mereka.

“Tentu saja, silakan. Anda dari Eropa?” tanyaku mencoba menduga dari logat mereka.

“Ya. Saya dari Skotlandia dan ini suami saya. Dia dari Norwegia. Kami bertemu di Jerman ketika saya mengajar Bahasa Inggris.” Jelas wanita yang berlogat Skotlandia sangat kental itu.

“Kami berdua jatuh cinta pada cerpen-cerpen Hemingway.” Kata lelaki itu.

“Lalu kami saling jatuh cinta ...” lanjut wanita itu

”Wah romantis sekali” timpal saya.

”Ya Hemingway-lah yang menjodohkan kami.” Kata mereka hampir bersamaan.

Mereka lalu berciuman ringan dengan penuh keindahan cinta yang matang dan penuh makna, sangat mesra lebih dari sekedar ketertarikan seksual belaka.

Aku hanya bisa perlahan mengecup cangkir kapucinoku. Hangat terasa di bibirku, aroma kopi, coklat dan buih susu serta samar-samar aroma sinamon merayap di wajahku menumbuhkan cinta dalam kesendirian yang hangat.

(cuilan catatan rumah kelahiran Hemingway)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun