Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ganjar Vs Bambang Pacul, Perseteruan dengan Disain

28 Mei 2021   11:27 Diperbarui: 28 Mei 2021   11:31 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perseteruan internal PDIP Perjuangan antara Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) vs Bambang "Pacul" Wuryanto (Ketua DPD PDIP Jawa Tengah) sudah memasuki fase pendinginan. Semua sudah saling menjajaki dan tinggal berhitung. Dimulai dari tidak diundangnya Ganjar Pranowo dalam acara Penguatan Soliditas Partai Menuju Pemilu 2024 yang digelar di Kantor DPD PDI-P Jateng, Panti Marhaen Semarang (22/5/2021). Tidak diundangnya Ganjar dan malah main sepeda di Jakarta bagi kaum politik ini menarik dan memiliki banyak penafsiran.

Ganjar tidak diundang oleh Bambang  Pacul. "Tidak diundang! (Ganjar) wis kemajon (kelewatan). Yen kowe pinter, ojo keminter (Kalau kamu pintar, jangan sok merasa pintar)," kata Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu Bambang Wuryanto kepada wartawan usai acara pembukaan Pameran Foto Esai Marhaen dan Foto Bangunan Cagar Budaya di kantor DPD PDIP Jawa Tengah, Panti Marhen, Semarang, Sabtu (22/5/2021) malam (1).

Ganjar yang disebut berambisi nyapres oleh Bambang Wuryanto yang juga ketua DPD PDIP Jateng mengaku tahu diri dan merupakan kader PDIP Perjuangan (2).  Ganjar ngaku sebagai kader dan tetap loyal artinya.

Mau mencalonkan diri menjadi presiden merupakan hak semua orang. Dan Ganjar sendiri dalam berbagai kesempatan selalu diam dan tidak mau menanggapi soal Capres. Bila ada info dia mau jadi Capres dan keluar dari mulut Ganjar boleh dibagi linknya.

Pencapresan sebenarnya masih lama. Memang menduduki jabatan eksekutif itu menggiurkan. Kekuasaan itu maha asik. Bahkan seorang eksekutif yang terpilih dua kali, suatu waktu ngobrol dan ditanya oleh rekannya, kalau dirinya sudah kaya dan semua kebutuhan hidup terpenuhi. Apalagi yang mau dicari dengan menduduki jabatan eksekutif. 

Sang eksekutif itu menjawab singkat, "beda". Bila menjadi walikota/bupati itu disambut/ditinggikan oleh warga. Mantan eksekutif lain yang sekarang duduk di legislatif menyatakan, "berkuasa itu enak dan bisa membantu orang". Dengan kekuasaan juga bisa menghancurkan diri sendiri. Kekuasaan cenderung disalahgunakan. Itu pasti dan contohnya sudah banyak, silahkan saja cari di dunia maya.

Kembali ke Ganjar, perseteruan Ganjar dan Bambang Pacul (sering dikaitkan dengan Puan) didisain. Mengapa didisain? Jelas yang diundang adalah kader yang duduk dieksekutif dan legislatif.  Ganjar kader. Ganjar eksekutif la kok tak diundang.

Aneh kan? Kalau cuma soal Pencapresan masih lama. Masih bisa tarik ulur seperti karet. Orang awam bilang dalam politik, tidak ada musuh abadi dan teman abadi, yang ada adalah kepentingan. Jangan baperan, intinya. 

Interaksi partai politik juga cair. Tidak ada partai yang bisa "tegak" sendirian mencalonkan Capres dan Wapres kalau berdasarkan hasil perolehan suara Pemilu 2019. PDIP sebagai pemenang Pemilu memperoleh 19,33 persen. Agar bisa tegak sendirian mencalonkan Capres dan Wapres, partai atau gabungan partai harus memperoleh suara minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah secara nasional. Semua partai harus berkoalisi!

Medsos Kerja
Medsos memang bikin emosi. Bagi yang nggak kuat atau memanajemen emosi lebih baik tidak usah main Medsos. Bagi mereka yang bisa memanajemen emosi biasanya "sukses" main Medsos.

Ganjar main Medsos. Betul tidak bisa dipungkiri. Kerja di lapangan dong! Bukan kerja di Medsos. Tanyalah wartawan foto ataupun wartawan televisi lebih enak ambil foto di lapangan atau ambil video di lapangan. Redakturnya bakal emosi kalau buat berita foto dan video di kantor, duduk-duduk.

Foto bakal tidak dipakai atau kalau kepepet juga dipakai itupun kalau di sebuah halaman sudah tidak ada lagi foto yang bagus. Begitupun video, lebih apes lagi kalau memang tidak ada pesanan wawancara dan tidak ada gambar pendukung di lapangan.

Bagi pemain Medsos, lapangan itu lebih asik dan jozzz dibandingin cuma cerita bla bla bla. Risma misalnya. Cerita di lapangan. Gerak. Kerja. Lah, Risma sidak di kantornya saja gambarnya bagus karena menemukan hal-hal yang perlu diperbaiki.

Ganjar yang naik motor meninjau sekolah dasar yang susah sinyal dan kemudian memberikan bantuan telepon pintar, menjadi terlihat epik. Pemandangan bagus. Dan ada juga wawancara di lapangan dengan anak sekolah dan gurunya. Mereka sebelumnya menulis surat ke Ganjar mengenai persoalan susah sinyal dan ada siswa yang tidak memiliki telepon pintar.

Ada begitu banyak video Ganjar di lapangan, mulai dari meninjau dusun yang harus menuruni dan menaiki ratusan anak tangga, ada Lansia yang memukul Ganjar, meninjau kelenteng dan lain sebagainya. Itu kerja. Itu bisa diketahui oleh masyarakat luas ketika kerja itu dimasukin ke Medsos.
Bagaimana dengan Gibran dan Bobby, Walikota Solo dan Walikota Medan? Mereka main Medsos. meninjau banjir. Memecat lurah dan Kepling. Sidak ke dinas-dinas.

Mereka yang terekam dalam Medsos kerja Ganjar, Gibran dan Bobby tentu akan senang. Dulu ketika Medsos belum sebooming sekarang, masuk TV merupakan sebuah kebahagian. Demikian pula ketika pemberitaan masuk koran dan foto pun masuk di koran.

Bahkan ada eksekutif dulu, yang tidak mau ngomong ataupun bergerak kalau tidak ada wartawan. Itu fakta yang tak terbantahkan. Bahkan dulu ada mobil khusus untuk mengikuti eksekutif ke lapangan.

Sekarang, setelah era Medsos, wartawan cetak dan elektronik mulai tergusur. Ini fakta. Tidak bisa dibantah. Eksekutif yang tahu dengan kekuatan Medsos tentu akan menjadikan Medsos kerja bukan kerja Medsos.

Ganjar memanfaatkan dengan sangat cantik Medsos kerjanya. Semua menjadi tahu apa yang dilakukan oleh Ganjar untuk penduduk Jawa Tengah. Harus diakui pula, kalau Ganjar juga tidak sempurna. Kalaupun mau dicari celanya pasti dapat.

Medsos sebagai media informasi kerja juga menjadi saluran komunikasi dengan rakyatnya. Bukan lantas dibuat lebay, ataupun dibuat-buat tetapi biarlah Medsos bekerja apa adanya.

Membuat Medsos bekerja itu susahnya minta ampun. Butuh daya tahan. Butuh sumber daya yang kenyal dan lentur serta kreatifitas. Pandai melihat masalah dan bisa menyelesaikan alias memberi solusi. Bukan asal ngecap tetapi tak terlihat hasilnya. Bila itu terpenuhi dan konsisten. Medsos kerja akan bekerja dengan sendirinya

Tiga Nama Melambung
Kembali pada perseteruan. Secara umum hal ini terdisain, baik sengaja maupun tidak sengaja. Tiga nama melambung di jagat Medsos, Ganjar, Bambang Pacul dan Puan.

Pendukung Ganjar bereaksi. Jelas. Lalu muncul pertanyaan apakah pendukung Ganjar merupakan pendukung alami ataukah bukan? Susah untuk menjawabnya. Mereka muncul secara lumayan masif. Mereka tersentak terbangun.

Taroklah mereka adalah simpatisan pribadi, hanya saja mereka lumayan kuat. Percaya atau tidak beberapa teman langsung mengunggah kebersamaan Ganjar di status WA.  Aku terkejut. Sungguh awu wu wu.

Teman bertemu Ganjar sekitar akhir tahun 2019 di sebuah acara. Si teman bertanya dengan Ganjar dengan sumringah, "Pak kapan-kapan mau mampir ke Palembang nggak?". Ganjar tersenyum plus menjawab,  "boleh, nanti kapan-kapan saya ta' main sana ya. Salam buat Wong Palembang".

Kemenangan seseorang untuk jadi presiden, gubernur, walikota atau bupati memang tidak terlepas dari sebuah sistem organisasi tim pemenangan dan pilihan serta longsoran simpati  dari puncak gunung es. Secara tradisional pilihan langsung demikian adanya.

Di suatu daerah menjelang Pilkada kabupaten/kota, ada calon petahana yang dikenal oleh seluruh warganya. Suka blusukan. Suka sujud dengan orang yang lebih tua. Siapapun lawannya ya pasti tumbang.  Seorang warga di pedalaman dusun saja sampai ngomong, "kakak kau tu dipasangke dengan sandal jepit bae menang". Dan memang beliau menang besar akhirnya.

Begitulah. Ketika beliau naik kelas, bertarung di Pilkada provinsi, kalah. Apa yang menjadi masalah? Sederhana. Beliau, ngetop di daerahnya tetapi belum tentu dikenal di daerah lain.

Lalu apakah harus mengunjungi setiap desa/kelurahan atau kecamatan di seluruh provinsi untuk jadi gubernur. Dan bagaimana untuk menjadi presiden? Tentu tidak mungkin Ferguso. Butuh alat/media untuk menjangkaunya. Caranya dengan Medsos. Medsos itu lintas batas dan lintas generasi. Setelah itu cerita dari mulut ke mulut.

Masih Lama
Mau jadi presiden. Nyapres dulu. Eh sukses dulu saja di eksekutif, legislatif, yudikatif dan pengusaha. Ehmm. Jangan lupa janji waktu kampanye diwujudkan. Kalau tidak mau habis dikuliti.  Eh ia, jangan lupa butuh tim dan juga tim sapu jagat yang jujur dan amanah.

Medsos pasti, itu untuk  menjangkau wilayah dan warga. Jangan remehkan Medsos, walaupun dunia maya, warga +62, salah satunya teman saya, bisa saja menggelinding seperti bola salju yang tak terbendung.

Akhirnya, semua sudah saling mengukur dan sudah tahu kelemahan dan kelebihan masing-masing. Ombak internal partai sudah dites. Kader partai yang selalu masuk bursa Capres berbagai survai juga sudah dites. Pilpres masih lama, 2024. Segala sesuatu bisa terjadi. Paling penting usaha. Usaha itu kerja. Lah, kalau duduk saja ya bagaimana?

Salam Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun