Mohon tunggu...
Ir. Ordeli Zalukhu
Ir. Ordeli Zalukhu Mohon Tunggu... Insinyur - Founder and Director CV. Gowwe Group

Gowwe Group | OnoNiha

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kurangnya Kulkas Politik di Indonesia, Pejabat dan Masyarakat Saling Ngotot

29 Januari 2016   17:37 Diperbarui: 27 September 2019   14:48 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Hidup di negara besar merupakan kebanggaan tersendiri bagi setiap warga negara. Kenapa? Karena negara yang kita cintai ini bukan sekedar besar, berdasarkan survei geografi dan toponimi pada tahun 2010 negara ini memiliki 13.466 pulau dan berada di posisi kedua sebagai negara yang memiliki pulau terbanyak di dunia setelah Finlandia. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ribuan pulau itu berhasil dipersatukan oleh pendahulu kita, kegigihan mereka membuat sang generesi tetap berpayung satu untuk membangun NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Betapa kita tidak bersyukur, tanah air ini diapit oleh lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik. Letak tersebut menjadikan Indonesia memiliki berbagai sumber daya alam yang melimpah baik sumber daya alam hayati maupun non hayati, sehingga Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di dunia setelah Brazil.  

Di balik semua itu, negara yang memiliki kurang lebih tujuh ratus empat puluh enam ragam bahasa ini, tak pernah lepas dari goncangan atau gejolak politik. Perkembangan politik saat ini semakin hari, semakin mewabah dan menjadikan gaya hidup masyarakat banyak. Tidak salah jika politik kita diibaratkan bagai mendaki gunungan pasir yang tak pernah mencapai puncaknya. Jelas, pada injakan pertama gunungan pasir tersebut pasti longsor. Alasannya karena pada dasarnya pasir itu, ringan, mudah diterpa angin, tak bernyali dan tak berdaya.

Di negeri ini kepala memang banyak namun respon hati telah menjadi barang antik. Aku sering merenung kebanyakan pelaku politik negeri ini hanya sekedar ikut-ikutan, sangat sedikit di antara mereka yang punya hati. Dalam perjalanan karir mereka banyak yang menjadi bintang iklan, hanya mampu mempromosikan kebenaran, namun tak pernah melakukan kebenaran itu sendiri.

Modus memperjuangkan kepentingan rakyat, akhirnya jatuh pada penambahan jumlah lantai gedung.  Kain saku mereka makin melebar penuh cuan, sementara rakyat bantaran sungai semakin menjerit.

Jangan hanya menuntut mereka yang berdasi. Tak sedikit di kalangan masyarakat luas juga saling kejar-kejaran bak tikus liar. Banyak masyarakat kita bernyali dan berkepala besar, mereka tak punya hati, tak peduli, mereka memberontak, penuh tuntutan, gedung pendidikan menjadi obyek balas dendam. Mereka menjadi ujung tombak, untuk menghancurkan negeri sendiri. 

Di era pemerintahan Pak Jokowi-JK, gejolak politik di negeri ini selalu timbul antara pro-kontra yang berefek pada keguncangan kestabilan ekonomi. Tak heran banyak diantara pengamat mengkritik pemerintah, penulis menulis sindiran yang melelehkan pembaca, sang penyetir mobil negara tetangga dari gedung DPR lebih senang menunggu dan menerima undangan dari TV politik untuk menjadi peserta debat dan berkoar-koar berantakan untuk caper kepada penonton supaya terpilih di periode berikutnya. Tak kalah banyak juga orang yang berkata “terserah bapak sajalah”, “suka-sukanya bapak”, “aku rapopo”.

Politik berhubungan erat dengan demokrasi yang dijalankan saling seimbang, baik dari/ke rakyat maupun dari/ke penyelenggara negara yang bertujuan demi kepentingan bersama dan kemajuan suatu bangsa. Namun apalah daya, teori hanya sebatas muatan di kertas. Di negeri ini banyak kesalahpahaman, mereka berpikir bahwa pemegang penting kendali politik adalah penyelenggara negara. Sehingga banyak masyarakat lebih memilih untuk santai dan mengharapkan bantuan pemerintah. Mereka malas! Bekerja bukan milik mereka lagi, mereka bertindak semena-mena tanpa pikir panjang, tuntut-menuntut adalah pedang mereka, sedikit-sedikit masalah yang disalahkan selalu pemerintah. 

Mari bangun dari alam tidur kita, kita harus mengerti bahwa kita adalah warga negara yang berkualitas! Saya yakin negara -negara maju, seperti Amerika, Jepang, Inggris atau lainnya itu pernah berada di posisi seperti kita saat ini. Jika tidak, negara-negara maju itu “tidak pernah ada”. Tapi beberapa hal yang membuat mereka berbeda dengan kita. Mereka punya hati, mereka mengurus negara mereka terlebih dahulu, baru mengurus negara lain. Berbeda dengan kita, kita terlalu banyak urusan dengan negara lain sedangkan negara kita sendiri berantakan.

Mereka haus menciptakan sejarah sedangkan kita mempelajari sejarah saja ngos-ngosan dan terlena akan sejarah yang pernah ada. Mereka mencari kawan, sedangkan kita mencari lawan. Bagi mereka, prestasi adalah evaluasi, sedangkan buat kita selalu “bikin heboh”. Mereka mencari solusi, sedangkan kita memperpanjang masalah bahkan menambah masalah. Negeri kita mencetak komentator, sedangkan mereka mencetak inovator.

Sekarang salah siapa? Masalah di negeri ini tidak pernah terselesaikan oleh kekuatan sepihak. Menuntut presiden, menuntut DPR, menuntut kampus Anda sendiri atau menuntut siapa pun itu, hidup Anda tetap gitu-gitu saja. Sebaliknya, ketika kita melibatkan diri untuk bangsa ini, di situ kita tahu betapa pentingnya suatu perjuangan dan betapa sulitnya lidah ini untuk menuntut. BerKETUHANAN, berkarakter, berbudaya, mau belajar, kreatif, inovatif, mengasihi dan mendoakan pemimpin dan taat azas adalah dasar-dasar yang harus kita miliki untuk memajukan negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun