Oleh: Dhita Karuniawati )*
Tuberkulosis (TBC) masih menjadi tantangan serius dalam bidang kesehatan di Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ini menyerang paru-paru dan dapat menyebar ke organ lain. Meskipun telah dikenal lama dan memiliki pengobatan yang efektif, TBC masih menjadi tantangan kesehatan, namun pemerintah telah menunjukkan langkah luar biasa dalam menurunkannya secara signifikan. Menanggapi tantangan ini, pemerintah Indonesia mencanangkan Gerakan Nasional Siaga TBC, sebuah inisiatif besar yang menunjukkan komitmen kuat untuk memberantas TBC secara menyeluruh pada tahun 2030.
Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya dalam memberantas Tuberkulosis (TBC) secara menyeluruh melalui peluncuran Gerakan Bersama Penguatan Desa dan Kelurahan Siaga TBC. Langkah ini merupakan bagian dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto, sebagai bentuk respons terhadap tingginya kasus TBC di Indonesia yang mencapai lebih dari satu juta kasus per tahun.
Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hariqo Wibawa Satria, mengatakan percepatan eliminasi TBC menjadi salah satu prioritas utama pemerintahan Prabowo. Upaya ini bertujuan melindungi segenap rakyat Indonesia dari ancaman penyakit menular mematikan tersebut. Pemerintah berkomitmen mempercepat eliminasi penyakit ini agar tidak lagi menjadi masalah kesehatan utama di Tanah Air.
Gerakan Bersama Penguatan Desa dan Kelurahan Siaga TBC secara resmi diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan pada 9 Mei 2025, dipusatkan di Kantor Kelurahan Rambutan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Masyarakat dapat menyaksikan peluncuran tersebut secara langsung melalui saluran televisi nasional maupun kanal YouTube resmi Kementerian Kesehatan RI.
Gerakan Bersama Penguatan Desa dan Kelurahan Siaga TBC sebagai bentuk mobilisasi nasional untuk meningkatkan kesadaran, partisipasi, dan aksi nyata dari semua elemen masyarakat. Gerakan ini merupakan bukti nyata dari pendekatan inklusif pemerintah dalam membangun kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, fasilitas layanan kesehatan, organisasi masyarakat sipil, komunitas pasien, dunia usaha, akademisi, hingga masyarakat umum. Kolaborasi multipihak ini bertujuan mempercepat deteksi dini, meningkatkan akses pengobatan, serta menghapus stigma terhadap penderita TBC.
Indonesia saat ini berada di posisi kedua negara dengan kasus TBC terbanyak di dunia setelah India. Setiap tahun, sekitar 125.000 orang meninggal karena penyakit ini. Secara global, TBC masih menulari lebih dari 10 juta orang dan menyebabkan lebih dari satu juta kematian setiap tahunnya.
Hariqo mengatakan, melalui Gerakan Bersama Desa dan Kelurahan Siaga TBC, pihaknya ingin membangun kolaborasi lintas sektor. Peran aktif perangkat desa dan kelurahan sangat menentukan dalam memberdayakan masyarakat melawan TBC.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan eliminasi TBC secara global pada tahun 2050, dengan menurunkan insidensinya menjadi kurang dari satu kasus per satu juta penduduk. Namun, pemerintah Indonesia menetapkan target lebih ambisius, yakni eliminasi TBC pada tahun 2030, 20 tahun lebih cepat dari target WHO.
Untuk mencapainya, pemerintah menargetkan pada 2025 mampu mendeteksi 90% kasus TBC, memulai pengobatan pada 100% pasien terdeteksi, serta mencapai tingkat keberhasilan pengobatan di atas 80%. Berbagai strategi pun disiapkan, seperti penguatan promosi dan pencegahan, pemanfaatan teknologi, integrasi data antara rumah sakit dan Puskesmas, serta pengembangan vaksin TBC yang lebih efektif.