Mohon tunggu...
opi novianto
opi novianto Mohon Tunggu... Lainnya - suka dunia militer

Suka otomotif dan dunia militer

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Icip-icip Kuliner Tradisional di Bassura City

14 Agustus 2016   12:53 Diperbarui: 14 Agustus 2016   13:12 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Musik Etnik Nusantara Menghibur Pengunjung (dokpri)"][/caption]

Setelah sekian bulan berada di luar negeri dan lidah "terpaksa" akrab dengan roti, kebab dan kentang yang seringkali rasanya plain dan "ngentang", saya selalu merasa kangen dengan masakan tanah air. Memang tiada yang dapat mengalahkan kelezatan bumbu dan rempah kuliner Nusantara. 

Yang bikin sedih, saya dapat dengan mudah menjumpai restoran Thailand, Vietnam atau China tapi lebih sulit menemukan restoran yang menjual masakan Indonesia. Akhirnya sebagai 'tombo kangen' saya sering memasak sendiri masakan Indonesia yang sederhana.

Untunglah sebelum berangkat, saya berbekal sambal terasi dan sambal balado kalengan yang bisa dipadukan bersama telur menjadi telur balado ataupun masakan lainnya. Istri juga memasukkan rendang kemasan yang bisa awet beberapa bulan dan tetap enak.

Rendang memang masuk sebagai masakan kegemaran saya. Yang bikin bangga masakan ini juga diakui kelezatannya oleh dunia. Namun di sini saya mengakui jika Thailand lebih unggul dalam mengenalkan masakannya. Ada bumbu Tom Yam siap saji yang beken dan laris, sehingga siapapun bisa memasak Tom Yam dengan bumbu siap saji tersebut dan tinggal cemplung-cemplung udang dan lain-lain.

Saat pulang ke tanah air (5/8) dan istri mengajak ke acara kuliner tentang pengenalan kuliner nusantara di Mal Bassura City (6/8) saya pun tertarik. Sudah lama tak icip-icip beragam masakan Indonesia dan saya juga ingin tahu ada apa lagi masakan Indonesia yang belum pernah saya santap.jadi, meski badan masih terasa "remek" dan "jetlag" masih mendera, saya relakan untuk meluncur ke tempat acara di Mall Bassura City.

[caption caption="Lidia Tanod dan Harnaz dari Jalansutra Menjelaskan Makanan Langka (dokpri)"]

[/caption]

Wow...ada jamur seharga Rp 1- 1,5 juta per kilonya di Bangka yang bisa disandingkan dengan Truffel. Saya belum pernah menyantap trufel dan beli jamur yang mahal, rasanya kok " eman" ya....hehehe. Tapi suatu hal yang menarik melihat bahan masakan lokal bisa dihargai sedemikian mahal. Itupun baru di Bangka, bakal jadi berapa harga tuh jamur kalau "nangkring" di etalase deluxe resto di Grand Indonesia Jakarta atau bahkan gerai manca negara?

Nama jamur kayu Bangka itu Kulat Pelawan. Kulat itu berarti jamur. Pelawan nama sebuah hutan. Menurut mba Lidia Tanod dari Jalansutra yang menjadi narasumber sesi pertama bareng Pak Harry Nazarudin alias Harnaz, jamur ini mahal karena langka. Panennya sekali setahun dan proses pertumbuhannya dipicu oleh listrik dari petir (bukan listrik/ petir dari pokemon Pikachu loh ya..).

Paling maknyus jika Kulat Pelawan ini dimasak ala gulai alias lepah. Bisa tanpa santan atau bersantan. Rasanya, kenyal dan khas karena jamur ini dikeringkan dengan pengasapan.

Duhhh penjelasannya bikin lapar, dan saya sengaja nggak sarapan dari rumah buat persiapan icip-icip kuliner. Lalu, mata pun mulai liar, lirak-lirik liar menjelajah ruangan, dimanakah gerangan beradanya stan makanan. Eh ternyata di gedung sebelah dan di tempat lain yang masuk dalam kompleks mal dan apartemen Bassura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun