Jadinya, mendorong BTP dan ARB sebagai Capres/Cawapres pada 2024, merupakan sesuatu yang riskan serta penuh resiko; apalagi jika terjadi 'head to head,' katakanlah terjadi Putaran II Pilpres.
Maka para pendukung BTP, bukan saja di Jakarta, akan melakukan petarungan all out untuk menebus kekalahan pada Pilkada DKI Jakarta. Dan, para pendukung ARB (akan) 'ber-romantisme-kan diri' ke Pilkada DKI Jakarta; segala cara dilakukan demi memenangkan pertarungan. Itu, boleh-boleh saja.Â
Tapi adakah jaminan tidak terjadi perpecahan sosial yang mendalam, memunculkan isue-isue sentimen SARA, bahkan kerusuhan saat kampanye? Saya kira, tak ada seorang pun bisa menjamin hal tersebut.
Melihat fakta dan kenyataan tersebut, plus luka-luka bantin dan sosial Pasca Pilkada DKI Jakarta, maka ada baiknya, BTP serta ARB jangan dijadikan Capres/Cawapres 2024. Sebab, jika terjadi, maka memunculkan banyak hal, melebihi Pilkada DKI Jakarta; dan itu melelahkan Bangsa, Rakyat, dan Negara. Serta merusak kehormatan brrdemokrasi.
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini