Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Basuki T Purnama dan Anies R Baswedan Tak Layak Jadi Capres RI 2024

3 Juli 2022   16:44 Diperbarui: 6 Juli 2022   07:51 536 7
Bogor, Jawa Barat | Ketika masih SMP, awal 1970an, dalam Pelajaran Civics (entah sekarang disebut mata pelajaran apa), ada kewajiban hafal Teks Proklamasi, Sumpah Pemuda, Pancasila, Pembukaan UUD 1945. Selanjutnya, belajar isi atau 'batang tubuh' UUD 1945.

Wajib hafal itu sangat penting, karena kadang digunakan untuk 'bebas dari hukuman' Ibu Kepsek atau Wali Kelas. Misalnya, waktu itu, saya termasuk ABG Nakal, jika ketahuan bolos atau lompat jendela kelas dan kabur, maka pasti kena sanksi. Setelah kena jewer, pasti dilanjutkan dengan sebutkan salah satu teks di atas.

Karena selama tiga tahun di SMP harus seperti itu, maka semua pelajar SMP Neg 2 Kupang, sekolahku, hafal, mungkin hingga sekarang. Itulah sebabnya saya tahu persis bunyi UUD 45 Pasal 6 ayat (1) bahwa, "Presiden ialah orang Indonesia Asli!" ini jika belum diamandemen.

Jadi, sejak Kemerdekaan RI dan seterusnya, tidak (akan) ada Presiden yang tanda-tanda atau ciri fisik, logak, dialek, identitas, kiblat sosial-budaya masih menunjukkan ia/dirinya sebagai pendatang; sebagaimana orang tua, kakek-nenek, hingga generasi 3 atau 4 di atasnya. Itu adalah 'cara gampang' melihat atau mendeteksi seseorang WNI asli atau pendatang; sederhana tapi cepat dan jelas.

Syarat presiden "Indonesia Asli" tentu bisa menghentikan langkah Basuki Tjahaja Purnama, yang keturunan Tionghoa, ataupun Anies Baswedan, yang keturunan Arab, sebagai calon presiden---atau paling tidak calon wakil presiden di tahun 2024.

Namun, frasa UUD 45, pasal 6 ayat 1 tersebut, bisa saja ,"dimentahkan" dengan UU No.7 Tahun 2017, tentang Syarat menjadi Presiden pasal 169, antara lain (i) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (ii) Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri, (iii) Suami atau istri calon presiden dan suami atau istri calon Wakil Presiden adalah Warga Negara Indonesia, (iv) Tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya.

Dengan ketentuan UU seperti itu, maka siapa pun, termasuk turunan Orang Asing, Pendatang, atau Imigran, bisa menjadi Calon dan Presiden/Wapres RI. Itu seturut dengan amanat UU, bahwa "Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara."

Jika mengikuti UU No.7 Tahun 2017, tentang Syarat menjadi Presiden pasal 169, maka sosok seperti, katakanlah, BTP dan ARB bisa menjadi Capres/Cawapres pada Pilpres 2024.  Mereka berpeluang untuk itu, di samping para 'kandidat' lainnya. Tapi, mereka berdua juga ikut andil pada Pilkada DKI Jakarta penuh dengan hingar-bingar seta kontraproduktif bagi pendewasaan demokrasi.

Masalahnya, adakah Parpol yang mau bertarung hidup-mati untuk BTP dan ARB, telah meninggalkan luka-luka sosial dan bathin pada kompetisi Pilkada DKI Jakarta, yang hingga sekarang belum pulih atau total sembuh.

BTP dengan gaya 'panser mabuk,' kadang membuat lawan dan sahabat politik naik darah. Sementara itu, ARB dengan politik identitas, berhasil membuat dikotomi sosial, sehingga yang lain terabaikan serta terpinggirkan.

Jadinya, mendorong BTP dan ARB sebagai Capres/Cawapres pada 2024, merupakan sesuatu yang riskan serta penuh resiko; apalagi jika terjadi 'head to head,' katakanlah terjadi Putaran II Pilpres.

Maka para pendukung BTP, bukan saja di Jakarta, akan melakukan petarungan all out untuk menebus kekalahan pada Pilkada DKI Jakarta. Dan, para pendukung ARB (akan) 'ber-romantisme-kan diri' ke Pilkada DKI Jakarta; segala cara dilakukan demi memenangkan pertarungan. Itu, boleh-boleh saja. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun