Kisah Nyata
Juni 2019, dua yang lalu, seorang teman, mama paruh baya sebut saja namanya MPB, menelpon saya; saya masih simpan manuskripnya, karena sebagai contoh untuk Studi Kasus MPK (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian). Suaranya penuh nada cemas dan penuh kecemasan.
Mama Paruh Baya (MPB), "Pagi Opa, Apa Khabar?"
Opa Jappy (Saya atau OJ), "Hai, Tumben Nelp. Terakhir bertemu di Mahkamah Konstitusi khan."
MPB, "I ya."
OJ, "Sekarang nelp, ada kasus apa?"
MPB, "Ya ada lah. Kalo ku nelp maka untuk repotkan Opa to."
OJ, "Enak aja, senangnya lupa aku; pahitnya, meraung-raung ke Opa." But, ada apa sech?"
MPB, "Gini, Opa diem, jangan nyela. Ya ya ya"
OJ, "Cepatan Omong, ntar kubosan lho"
MPB, "Anak wedokku (maksudnya, anak gadisnya), WK, sudah semester 7, cantik, ingat ngak? Ia ikut MPK, Opa yang ngajar."