Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentakosta Melenyapkan Bahasa Perbedaan

31 Mei 2020   16:58 Diperbarui: 31 Mei 2020   16:49 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa

Perbedaan bahasa, yang terjadi sejak ribuan tahun tersebut, terus menerus diwariskan di/dan dalam kelompok, komunitas, dan masyarakaat serta dikembangkan sesuai perkembangan intelektual manusia. 

Perbedaan bahasa, ditambah dengan pembedaan lainnya, kemudian menjadi baku atau tak bisa disatukan lagi. Sehingga manusia di Dunia memiliki aneka banyak bahasa sesuai dengan area atau tempat mereka ada. Dan itu, terwariskan hingga memasuki dan melewati tahun-tahun pertama Masehi sampai sekarang ini.

Melompat ke peristiwa Pentakosta, kira-kira tahun 35/36 Masehi, 10 hari setelah Yesus kembali ke Surga. Komunitas Yesus mengimani bahwa Ia kembali dan berada di Syurga; Ia menjadi Tuhan yang transenden,  jauh dari jangkauan manusia; padahal mereka sekaligus mengimani bahwa Tuhan itu juga imanen atau ada, bersama-sama, dan di antara manusia atau ciptaan-Nya. 

Bahkan, pada masa itu, murid-murid Yesus, sekitar 120 orang yang tersisa dari ribuan yang mengundurkan diri karena kematian Yesus di salib, setiap hari mengurungkan diri di satu rumah sambil menanti kembali Yesus di antara mereka.

Ternyata, 10 hari kemudian, bukan Yesus secara fisik hadir kembali; tapi, kehadiran Yesus, yang dimani dalam bentuk Roh; Roh yang datang dan ada di antara manusia. Roh tersebut diimani sebagai 'pribadi lain' dari Trinitas. Uniknya, karena Ia adalah Roh Tuhan, maka hal pertama dan utama yang dilakukan-Nya adalah 'menyatukan perbedaan atau melenyapkan pemisahan;' menyatukan perbedaan dan pemisahan yang telah terjadi ribuan tahun.

Dari narasi Pentakosta, di atas, pada waktu terjadi Pentakosta, ribuan orang dari tiga benua, mendengar, 120 orang murid-murid Yesus tersebut berbicara hanya dengan 'satu bahasa' namun merema semua pahami dan mengerti dalam bahasa masing-masing.  Ya, 'satu bahasa itu' adalah bahasa yang dipergunakan sebelum terjadi pemisahan dan perbedaan yang terjadi pada masa lalu.

Berdasarkan hal-hal di atas, mari kita melompat ke sikon kekinian; sikon kekinian yang penuh dengan segala bentuk perbedaan dan unsur-unsur pembeda.

Faktanya, misalnya di/dalam kalangan komunitas iman pada Yesus pun, bahasa perbedaan dan unsur pembeda itu lah yang sering menjadi awal skisma di antara mereka. Gereja, yang awalnya hanya Satu dan Esa, kini menjadi ribuan mazhab dan sekte; ribuan sekte dan mazhab yang kadang saling berseteru satu sama lain.

Padahal, secara teologis, Gereja atau kumpulan pengikut Yesus, lahir pada saat Pentakosta, yang di dalamnya ada dan terjadi 'pelenyapan bahasa perbedaan.' Oleh sebab itu, saat kita, komunitas iman pada Yesus, atau umat merayakan peristiwa Pentakosta, maka selayaknya mengingat kembali bahwa Roh dari Tuhan tersebut hadir dan ada agar terjadi persamaan, penyatuan, atau menyatukan kembali yang berbeda dan terpisah.

Selain itu, dalam konteks sosio-kultural, bahkan politik, jika saat ini kita, anda dan saya, merayakan Pentakosta, maka hal yang patut direnungkan adalah, "Jika dampak pertama dari Pentakosta adalah terhempasnya perbedaan bahasa (yang di dalamnya beda paham, salah mengerti dan pandangan) menjadi 'Kita mendengar sesuai bahasa yang kami gunakan.' Itu, juga bermakna Pentakosta harusnya juga menjadi ajang menyatukan kembali segala bentuk perbedaan dan lenyapkan segala unsur pembeda.

Saya membayangkan, jika bangsa ini mau dan berani melenyapkan 'bahasa perbedaan' dalam konteks berbangsa dan bernegara, maka yang terjadi adalah kesatuan, keeratan, kebersamaan, yang saling menguatkan satu sama lain. Dan, dengan itu (akan) tercipta NKRI yang kuat dan kokoh. Semoga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun