Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media Online Non-mainstream Memperkaya Pers Nasional

18 Februari 2020   16:22 Diperbarui: 18 Februari 2020   18:17 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kanal IHI

Depok, Jawa Barat | Siang tadi, seorang rekam pengajar Sekolah Pascasarjana megirim pesan. "Bung sudah mengklik dan baca berapa situs berita atau Media Online Mainstream seperti Kompas, Tribun, Detik, CNNIndonesia, tentang berita ..... (ia menulis judul berita)?" "Belum," Jawab saya; ia melanjutkan, "Coba chek di ..... tribune," nama koran ternama terbitan Hongkong.

Ternyata, memang konten berita, hanya berita tanpa opini redaksi lho, yang ada di sejumlah media besar atau ternama di Indonesia, berbeda dengan situs dari koran ternama terbitan Hongkong tersebut. Itu, hanya salah satu contoh; dan model seperti itu, sering atau hampir tiap hari ditemukan publik Indonesia. Mengapa sering terjadi seperti itu? Jawaban pasti ada pada pengelola media.

Umumnya Media (Pemberitaan, Penyiaran, dan Cetak) memberitakan sesuatu dengan pola sebagai berikut,

(i) hanya bersifat laporan apa adanya, bahkan ada yang kronologis dari detik, menit, dan jam peristiwa, semua media melakukan model seperti ini;

(ii) bersifat berita cepat dan pendek atau hot spot; misalnya liputan dari area acara Presiden; untuk mengisi kekosongan berita, karena Presiden belum tiba, reporter atau jurnalis di lapangan, mengirim berita (narasi dan gambar) ke Redaksi atau pun editor (di office media), kiriman itulah yang disiarkan, dan akan menyusul berita selanjutnya; model seperti ini, sering dilakukan oleh Kompas dan Detik;

(iii) bersifat atau hanya salin tempel atau copas dari Media lainnya, terutama dari Antara, salin tempel tanpa koreksi atau pun edit; sehingga kadang jika ada kesalahan data, maka itu pun terpublikasi; termasuk juga menyadur atau terjemahan dari Media Luar Negeri

(iv) bersifat laporan agak lengkap, biasanya hasil investigasi, wawancara, atau pun kadang ditambah hasil pengamatan reporter atau jurnalis;

(v) bersifat laporan (seperti i) dan plus hasil (iii) dan ditambah sejumlah analisa kritis, sehingga menjadi suatu keutuhan berita dan lengkap; biasanya Media Online yang memiliki media cetak, misalnya Gatra, Tempo, Kompas.

Tapi, seringkali pembaca berita, terutama pengguna Medsos, tidak memperhatikan hal-hal tersebut, dan mereka menyebarkan ketidakutuhan berita tersebut (misalnya berita seperti iii), akibatnya terjadi sebaran informasi yang kurang lengkap atau salah. Ikuti (ii), misalnya, media menyampaikan bahwa Presiden belum datang, tapi pembaca sebarkan bahwa Presiden tidak datang; padahal, berita belum datang tersebut hanya bersifat 'mengisi kekosongan.' Nah.

Sama halnya jika pembaca, sekali lagi utamanya pengguna Medsos, hanya menyebarkan seperti (iv) tanpa menemukan atau mencari refrensi berita pada sumber yang lain, maka yang terjadi adalah sebaran berita yang tidak utuh dan lengkap.

Bagaimana dengan Media Pemberitaan Online lainnya, yang dikateorikan sebagai Non Mainstream? Mereka, banyak yang mau gampangan, praktis, dan seenaknya. Umumnya yang mereka lakukan seperti (i), (ii), (iii), dan seringkali tanpa edit apa pun. 

Media-media seperti ini, umumnya, yang penting ada berita, karena mereka mendapat uang dari iklan. Mungkin tidak seberapa Media Onlien Non-mainstream yang mencapai atau memiliki publikasi hingga (iv) dan (v).

Lalu, bagaimana dengan Media yang bersifat Warga yang Menulis; memimjam kata-kata Pepih Nugraha, "Bukan Juranalis Warga tapi Warga yang Reports atau warga yang melaporkan atau menulis;" misalnya Kompasiana, Seword, UCwebs, dan lain-lain? Harus diakui bahwa konten-konten pada platform-platform Warga yang Menulis tersebut banyak yang bagus dan berkualitas.

Katakanlah, sejumlah kutipan artikel di/dari Kompasiana, menjadi refrensi penulis Skripsi, Thesis, atau pun Doktor, dan masuk di daftar pustaka. Itu bermakna, ada konten-konten pada, misalnya Kompasiana, tidak ditemukan pada tempat lain; sehingga hanya Kompasiana menjadi sumber utama.

Selain hal-hal di atas, kemunculan Media Online Non-mainstream dan sejumlah besar Platform Warga yang Menulis, yang meramaikan dan berdampingan dengan Media-media Arus Utama, memperkaya Dunia Pers Nasional. Tapi, sekaligus juga bisa menjadi 'peringatan' untuk Media-media Arus Utama dan besar.

Peringatan tersebut, utamanya pada beberapa tahun terakhir, karena banyak Media Arus Utama yang menunjukan keterpihakan politik, tidak jujur, atau bahkan menyembunyikan fakta-fakta yang harusnya diberitakan. Contoh kecil: tentang konflik di Timur Tengah, sangat jelas keterpihakan media; juga pada waktu Pileg dan Pilpres RI, dua periode terakhir, terjadi ketidakseimbangan berita dan keterpihakan politik yang sangat parah. Sikon inilah, bisa disebut, memicu kelahiran sejumlah besar Media Online Non-mainstream.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun