Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Petitum

16 Juni 2019   19:38 Diperbarui: 16 Juni 2019   19:43 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Jakarta | Beberapa hari terakhir, posting di Medsos diwarnai dengan kata 'petitum.' Kata tersebut, langsung menjadi populer serta banyak orang membaca dan membahasnya. Bahkan, terlalu asyiknya mereka diskusi virtual, di Grup WA, hingga ada yang 'menyamakan' petitum dengan petisi, pengajuan, bahkan pentium. Waduh.

Harus diakui bahwa, petitum semakin populer di area publik, ketika Prabowo-Sandi mengajukan Gugatan ke MK; publik yang mengakses isi gugatan tersebut, mendapat istilah-istilah baku dan familiar di kalangan praktisi hukum. Namun, di kalangan awam Ilmu Hukum, mungkin saja tidak memahami makna kata petitum.

Jadi, sebetulnya apa sich petitum tersebut? Mereka yang pernah membaca atau belajar Ilmu Hukum tentu tahu persis bahwa Petitum merupakan istilah yang selalu ada pada praktik Hukum Acara Perdata, bersamaan dengan kata Replik, Duplik, Posita.

Petitum (monggo para hukum menjelaskan sejarah kata petitum) merupakan hal yang dimintakan penggugat kepada hakim untuk dikabulkan.

Petitum berisi tuntutan apa saja yang dimintakan oleh penggugat kepada hakim untuk dikabulkan. Selain tuntutan utama, penggugat juga biasanya menambahkan dengan tuntutan pengganti seperti menuntut membayar denda atau menuntut agar putusan hakim dapat dieksekusi walaupun akan ada perlawanan di kemudian hari,
[Lengkapnya Klik: Replik, Duplik, Posita, Petitum].

Jelas Khan.

Lalu, jika melompat menuju kehangatan kekinian, pada Persidangan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pilpres, yang untuk kedua kali terjadi di Indonesia, ada sejumlah petitum yang dilakukan oleh Tim Prabowo-Sandi. Pada intinya, ada kesamaan antara tahun 2014 dan 2019, yaitu meminta agar MK memerintahkan KPU menetapkan Prabowo Subianto sebagai pemenang Pilpres RI.

Petitum seperti itu, sah-sah saja; namanya juga memohon. Namun, apakah ada faktor-faktor yang memperkuat petitum yang Prabowo-Sandi ajukan. Jawabanya ada pada mereka.

Tentu saja, Hakim-Hakim di Mahkamah Konstitusi, walau sudah dilecehkan sebagai Mahkamah Kalkulator, tidak memeriksa berkas perkara dengan setengah hati, tidak serius, atau pun diluar pakem yang berlaku di ranah Hukum.

Mereka, Hakim-Hakim di Mahkamah Konstitusi tersebut, pahami betul bahwa ada hal-hal yang mendasari setiap petitum. Sehingga, mereka juga menerima mengabulkan, dan bahkan menolak petitum karena alasan-alasan hukum yang kuat.

Cukuplah

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun