Nah.Â
Jadinya, Yayi Sang Guru, juga Penebar Hoaks. Timbul tanya, mengapa Sang Guru itu lakukan hal tersebut? Hanya Yayi dan Tuhan yang tahu.
Bisa jadi, Yayi lakukan hal tersebut karena didorong atau termotivasi 'hoaks' sebagai alat atau senjata perlawanan; perlawanan terhadap mereka yang ia tak sukai; atau hanya sekedar mencari sensasi. Jika sekedar itu, maka bisa disebut Yayi hanya khilaf dan bertindak dalam ketidaktahauannya. Â
Namun, jika Yayi Guru Penebar Hoaks ini ada dalam komunitas atau kelompok yang menggunakan hoaks sebagai alat untuk melakukan pembohongan dan penipuan publik, sekaligus keuntungan dan dukungan politik; perang, permusuhan, pertikaian antar kelompok; semangat dan dukungan yang membabi buta sehingga membela sang korban yang muncul atau tergambar dalam hoax; juga sebagai upaya mendapat dukungan tertentu dari orang-orang yang mempercayai hoax tersebut sebagai kebenaran, kemudian muncul amarah, yang bisa saja berujung pada permusuhan dan chaos social, dan lain sebagainya. Ini yang berbahaya.
Bisa jadi, kelompok seperti itu, sudah membesar dan ada di mana-mana. Dengan demikian, jika Guru Penebar Hoaks ini tak ditangkap dan dihukum, maka cara-cara tak bermartabat dan tidak bermoral seperti Sang Guru Penebar Hoaks, akan semakin menjadi-jadi. Sehingga besok, dan besok, serta besoknya lagi, akan muncul semakin banyak orang sebagai penebar hoaks. Â Maka Indonesia pun ramai dengan Profesor Penebar Hoaks, Tokoh Agama Penebar Hoaks, Mahasiswa Penebar Hoaks, Ibu Rumah Tangga Penebar Hoaks, dan seterusnya.
Menggerikan
Opa Jappy