Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengorbanan Sumi dan Anjing Liar

22 Juli 2021   07:50 Diperbarui: 5 Februari 2024   23:34 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://images.saatchiart.com

Harapan Sumi memang masih kurang satu dusun lagi yang akan diberikan kabar tentang vaksin. Tapi tiba-tiba saja ia teringat bapaknya yang sendirian di rumah. 

Sumi juga belum sempat memasak daging kurban pemberian musholla. Daging kambing yang bisa ia nikmati setahun sekali. Namun hujan terus mengguyur dusun seolah menahan keinginan Sumi.

Di lebatnya hujan, seekor anjing liar berlari kecil mendekati pos. Tubuhnya kuyub, anjing liar di dusun selalu begitu nasibnya. Berbeda dengan anjing yang dipelihara warga, pasti sudah meringkuk di teras. Minimal mereka terhindar dari basah kuyub yang menggigilkan.

Anjing itu kini sudah satu atap berteduh di gardu pos bersama Sumi. Anjing itu mengibaskan tubuhnya untuk mengurangi kuyub di bulu-bulunya. Satu kibasan melontarkan percikan air kemana-mana. Bahkan terlampau jauh mengenai wajah Sumi.

Sumi terkejut dan menyadari ada anjing yang ikut berteduh bersamanya. Seperti doa yang dikabulkan Tuhan mendadak ia teringat dengan sepatah kata yang terucap sebelumnya. Sumi pun segera memberikan kabar bahwa segera ada vaksin untuk warga dusun.

Dalam hati kecilnya ia menduga mungkin sudah gila. Bicara dengan anjing liar. Tapi ini melunasi janji sebelumnya, "Hemmm, lunas" senyum Sumi kepada anjing liar itu.

Di remang senja, hujan yang belum reda itu membuat warga desa malas beraktivitas. Rumah-rumah mulai menutup pintunya. Lorong jalan dusun seperti membelah hutan berkabut di masa lalu. Kerlip-kerlip lampu menghiasi di kanan kiri jalan dusun.

Sumi masih tertahan di gardu pos dekat menara BTS. Ponsel-nya sudah kehabisan baterai. Ingatan wajah bapaknya yang kelaparan masih tertanam di benaknya. 

Ia sudah memberikan kabar tentang vaksin kepada ratusan kepala keluarga. Ia sudah tunaikan pernyataannya sendiri kepada anjing di dekatnya, bahwa vaksin akan segera tiba di dusun ini. Ia berharap tak ada warga dusun seperti Kang Mardi yang meninggal sebelum sempat menerima vaksin di Kota.

Sementara anjing itu hanya duduk memandangi Sumi. Ekornya mengibas-ibas seperti siap menjadi pengawal Sumi. 

Entah mengapa seluruh bulu kuduk Sumi merinding. Sumi baru teringat bahwa tatapan anjing itu sangat mirip dengan tatapan almarhum Kang Mardi, begitu tulus dan penuh pengorbanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun