Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Berbagi Pengalaman Sederhana Menulis Puisi di Kompasiana

28 Oktober 2020   14:56 Diperbarui: 29 Oktober 2020   10:06 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.idntimes.com

Apalagi yang tidak tulus atau pamrih, maka lebih kentara lagi bagaimana kekurangannya. Namun yang terpenting dari puisi saya adalah: tidak perlu berharap apapun tentang kebaikan yang telah diperbuat. Begitu juga tidak perlu merasa bersalah ketika orang-orang mengobral satu kesalahan kita di depan orang lain.

Orang lain belum tentu mengetahui proses yang kita lakukan. Orang lain juga hanya bisa melihat hasil akhir. Niat baik yang sudah ditanam jangan lantas dicabut semua gara-gara ada satu tumbuhan yang terserang hama.

Akhiran dari puisi diatas adalah sebuah tanya yang bisa dijawab bebas oleh pembaca. Saya sendiri menyerahkan akhiran tersebut tanpa batas yang jelas. Saya lepas begitu saja. Boleh menjawab yakin, boleh juga menjawab tidak yakin. Silahkan pilih sesukanya.

5. ENDAPKAN, BACA, KOREKSI, ENDAPKAN DAN UNGGAH
Meski ini proses yang akhir dan tidak terlalu sulit, tapi penentuan sebuah puisi ada disini. Jangan buru-buru mengunggah. Endapkan dulu. Selingi dengan kegiatan lain. Lalu dibaca kembali berulangkali sampai beberapa waktu. Biasanya pada saat membaca kembali ini tiba-tiba kita seperti menemukan sesuatu yang kurang atau bahkan berlebihan (kalimat tidak efektif). Koreksi segala hal yang tidak pantas, jika perlu dikurangi bisa dikurangi. Jangan terlalu bertele-tele atau mengulang-ulang satu obyek semata. Sebab puisi itu lebih bagus jika menggunakan kata efektif, ringkas, padat, bermakna dan mudah diresapi.

Jangan asal memilih diksi tapi malah membuat bingung pembaca. Keinginannya agar nampak beda, menggunakan kata-kata yang tidak biasa. Apalagi kalau hal itu sekedar ingin dianggap sok sastrawi. Perlu digarisbawahi bahwa puisi modern berkaitan dengan kejadian di sekitar kita. Sehingga orang awam pun akan mudah mengerti dan menarik bagi siapa saja. Sehingga puisi menjadi media sastra yang memenuhi dahaga berbagai aspek kehidupan.

Saat mengoreksi puisi, upayakan bermuara pada alur cerita dan akhiran. Kemana sebenarnya puisi ini akan dibawa. Koreksi yang tidak memperhatikan alur akan berdampak pada perubahan puisi secara keseluruhan. Jika demikian, maka bisa jadi gagasan yang sudah tertulis bisa berubah dan mengaburkan makna semula.

Setelah benar-benar mengendap dan yakin memperoleh saripati puisi yang jernih, maka bersiaplah untuk mengunggahnya. Sertakan titi mongso (penanda waktu) dan jangan lupa ketika ada gambar pendukung sertakan pula sumber gambar tersebut atau sertakan nama fotografernya. Puisi siap dilahap oleh pembaca, pesan tersampaikan, jika ada reward itu hanyalah bunga-bunga puisi belaka. Jangan pernah bosan membaca karya puisi lain, dan jangan bosan mengoreksi segala kesalahan diri sendiri. Ingat, bahwa diatas puisi masih ada setumpuk puisi. Diatas langit masih ada pesawat terbang. Selamat berpuisi semoga puisimu diterima di sisi-Nya.

Jika puisimu tidak memperoleh label apapun jangan putus asa. Teruslah membaca, menulis dan memperbaiki diri sampai kau menemukan irama puisi di Kompasiana yang asyik, yang menonjolkan karakter penulis serta tidak ikut-ikutan (kreatif dengan berbagai tema).

SINGOSARI, 28 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun