3. GAGASAN DAN ALUR CERITA
Puisi saat ini selalu memiliki gagasan, ide dan alur cerita. Lalu apa bedanya dengan tema?
Tema adalah rumah besarnya. Rumah besarnya berbentuk Joglo (rumah adat Jawa), tentu gagasan dan alur cerita yang pas adalah dengan mengisi perabot serta ornamen berbau Jawa.
Jadi gagasan dan alur cerita ini sebagai perluasan dari tema. Ia lebih pada sebuah pesan yang dituangkan dalam puisi. Namun karena bentuknya puisi, maka pesan itu dirupakan dalam bentuk majas. Baik secara metafora (menyamakan sesautu dengan hal lain, misal: Kembang Desa sama dengan gadis tercantik) maupun majas personifikasi (menghidupkan benda mati seperti orang, misal: Bulan melirik sendu).
Puisi itu meskipun susunan kata-kata pilihan (diksi), namun memiliki makna yang hampir sama dengan karya sastra lainnya, yaitu sebuah pesan atau sebuah cerita. Puisi juga memiliki alur cerita. Puisi bahkan memerlukan "roh" untuk membuat jiwa-jiwa bersemayam dalam diksi-diksinya.
Puisi era modern tidak lagi seperti syair pujangga kuno. Puisi modern juga tidak sekedar menggunakan diksi pilihan serta rima. Justru puisi modern lebih mengedepankan serangkaian peristiwa dalam satu bingkai puisi. Puisi jaman sekarang lebih banyak menautkan satu pikiran utama dengan berbagai metafora serta personifikasi lainnya. Puisi sekarang ini tidak lagi sekedar menggambarkan suatu obyek semata. Misalnya:
Kulihat Mawar merah di tepi senja
Kelopaknya merah menyala
Sementara senja semakin jingga
Mawar itu sedang bergejolak
Tangkainya yang berduri meruncing rindu
Hujan baru saja usai menitikkan air mata terakhir
Rindu mawar memerah disaput sunyi
Kita pasti sudah tahu dan mahfum sekali dengan penggambaran seperti puisi diatas. Menjelaskan "MAWAR" dengan detil. Mulai warna, tangkai, duri serta lokasi tertanamnya. Kita akan cepat bosan ketika mengetahui lebih awal tentang MAWAR tersebut. Sebab memang seperti itu gambaran MAWAR di kepala kita. Namun coba resapi puisi yang menautkan MAWAR dengan berbagai hal, baik metafora maupun personifikasi. Misalnya:
Senja membiarkan Mawar tertunduk pilu.
Tak ada yang lebih abadi dari sebuah rindu.
Meski terluka selalu ada yang melahirkan rindu baru.
Demikianlah Mawar terus memerah dari rindu menjadi temu.
Sampai musim kembali beradu
Antara kelu dan bisu
Adakah pembaca yang bisa merasakan bait diatas sebagai bait yang menjelaskan satu obyek? kata-katanya hanya berputar dan mengulang-ulang satu obyek saja? kita juga tak paham apa yang menjadi alur ceritanya, apakah sekedar menggambarkan suasana belaka?
Jika sudah merasakan, maka lanjutkan pada bait dibawahnya. Coba resapi, siapa yang diceritakan? Mawar? Ya benar. Mawar menjadi obyek utama. Lalu dia berkaitan dengan rindu. Berjalan bergantian waktu dengan akhiran bahwa suatu saat ada rindu yang bisa menjadi temu. Arahnya jelas. Ceritanya jelas dan memiliki akhiran yang bisa membuat pembaca memiliki kesimpulan. Baik yang tak terduga, baik yang mengejutkan, maupun kesimpulan yang terasa menyentuh perasaan.
4. MERANGKAI KATA DAN MENYISIPKAN MAJAS
Merangkai kata hampir sama dengan gagasan dan alur cerita. Bedanya, merangkai kata harus menentukan tujuan akhir atau akhiran dari sebuah puisi. Akhiran yang mengejutkan tentu akan membuat pembaca berdetak jantungnya. Akhiran yang bagus tentu mengejutkan pembaca, tidak terduga dan tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Dalam puisi, metafora (salah satu dari majas) merupakan bagian terpenting dalam sebuah alur cerita pada bait puisi. Melalui metafora ini pula saya harus berjibaku memilih diksi yang pas, enak dibaca dan memiliki makna, baik makna secara luas, tersirat, mendalam maupun makna lepas sesuai persepsi pembaca.
Selain majas metafora, saya juga sering menggunakan majas personifikasi. Untuk arti maupun definisi serta contoh kedua majas tersebut diatas silahkan dicari sendiri. Sebab saya tidak mampu menjelaskan dalam kaidah sastra.