"Ini sorga bukan?" lelaki itu memastikan.
"Hai bukankah itu larik sajakmu?" sahut perempuan yang duduk di singgasana.
Lelaki itu mengucap salam dan masuk di sebuah surga yang rindang. Pepohonan dengan ranting dipenuhi buah kebahagiaan. Hamparan luas dengan penduduk yang muda serta ramah. Tak nampak kebencian maupun keserakahan. Semua bahkan tinggal memetik sajak, membacanya mengalun syahdu.
"Silahkan duduk, ini susu buatmu," tawar seorang perempuan.
"Kau siapa?" tanya lelaki itu penasaran.
"Bukankah kau pernah menyebutku sebagai arloji presisi?"Â
"Jadi..... kaukah Marsinah itu?"
Lelaki itu bergegas mengulurkan jabat tangan, raut wajahnya gembira. Ia lupakan sejenak larik sajak fana. Keduanya bertaut akrab. Digelarlah semua rindu yang selama ini bermukim di kepala.
"Bukankah kau api yang membakar kayu itu?" seloroh perempuan bernama Marsinah.
"Betul, tapi aku ingin disini disebut sebagai selembar daun di taman yang tersaput pagi, itu saja,"
"Lalu kau apakan api itu?"Â
"Ia sudah digunakan Tuhan untuk membakar orang-orang yang zalim kepadamu, yang menetak kepalamu, yang mengacak-acak selangkanganmu, yang telah membirulebamkan tubuhmu dengan besi batangan......, maafkan aku" lelaki itu nampak terengah-engah didera emosi.
Surga mendadak terdiam, berlinanglah air susu dari kelopak mata mereka. Nampak malaikat yang tak banyak berkata menyaksikan peristiwa itu.
SINGOSARI, 30 Juli 2020