"Demikianlah, tiga tahun Romo berhasil hidup dengan nyawa hanya separuh. Tetapi, setahun terakhir tiba-tiba kesehatannya menurun tajam. Dia kian melemah, nyawanya seolah tercerabut sedikit demi sedikit oleh Malaikat Maut yang kadang iseng mampir ke kamarnya. Rupanya, Malaikat Maut itu datang juga sambil mencerabut ingatan romo untuk tak menyentuh lagi bagian tertentu masa lalunya. Lalu hal yang ditakutkan itu terjadi, terbukalah kotak pandora itu... kota yang berisi sebuah nama: Jeng Yah." Hal.3
Soeraja atau yang oleh istri dan ketiga anaknya dipanggil Romo itu adalah pendiri perusahaan Kretek Djagad Raja. Produknya tersebar di seluruh Indonesia dan tentu saja menghasilkan pundi kekayaan yang luar biasa.
Termakan usia, Romo jatuh sakit. Untungnya perusahaan sudah lama diambil alih oleh Tegar dan Karim, 2 anak lelakinya. Sebetulnya, Romo punya satu anak lelaki lagi -Lebas, namun sayangnya Lebas lebih suka berkarir sebagai sutradara film kelas B. Bukan tak mau ia membuat film bagus, tapi ia kesulitan mendapatkan sponsor. Ironisnya lagi proposal yang ia ajukan ke Tegar selalu ditolak padahal Tegar kerap memberikan bantuan ke pertunjukan seni lainnya.
Lebas harus pulang saat keadaan Romo semakin gawat. Tak hanya itu, situasi di rumah pun jadi ganjil saat ayahnya yang tengah sekarat berulang kali menyebutkan nama Jeng Yah yang tentu saja membakarkan cemburu di hati ibunya Purwanti.
Siapa Jeng Yah ini? apakah ia kekasih ayahnya di masa lalu? lantas, bagaimana caranya mereka menemukan Jeng Yah ini tanpa adanya petunjuk yang mumpuni?
"Romo pengin ketemu Jeng Yah?"
"Iya... tapi jangan bilang-bilang ibumu, ya. Ibumu pasti marah."
"Jeng Yah di mana Romo?"
"Terakhir ketemu di Kudus. Dulu... waktu kamu belum lahir." Hal.15.
Ya, di Kudus-lah kemudian pencarian ini bermula. Kota inilah tempat kelahiran Kretek Djagad Raja, tempat Romo menghabiskan masa mudanya.
Di antara waktu yang kian sempit (sebab mereka tak tahu kapan Romo-nya akan berpulang), jadilah tiga saudara ini bahu membahu mencari apa pun yang dapat dijadikan petunjuk. Perjalanan yang tak hanya membuat mereka mengetahui kisah muda sang ayah, tapi juga tentang perjalanan panjang pendirian Kretek Djagad Raja saat melewati masa sebelum kemerdekaan dan pasca kemerdekaan yang sedemikian sulit.
* * *
Hwaaaah, novel ini BAGUS BANGET! ini kali kedua saya baca novel dari Ratih Kumala setelah sebelumnya kenalan lewat novelet Wesel Pos. Alasan terbesar saya membaca Gadis Kretek ialah novel ini tengah dipersiapkan menjadi sebuah series yang nantinya akan tayang di Neflix. Dengan jajaran para aktor papan atas seperti Dian Sastrowardoyo, Ario Bayu dan Sheila Dara, jelas memunculkan rasa penasaran yang begitu besar terlebih ini kali pertama Netflix membuah serial khusus di Indonesia, loh!
Kisah Gadis Kretek pun tak sebatas di kehidupan Romo dan ketiga anaknya di masa kini. Namun, novel ini juga bergaya maju mundur dengan mengulik kehidupan Idroes Moeria dan Soedjagad, dua orang yang bersaing dalam menghasilkan kretek terbaik. Tak hanya soal bisnis, keduanya pun bersaing memperebutkan satu wanita yang sama, yakni Roemaisa, kembang desa yang pintar dan anggun.
Mungkin karena saya membaca Gadis Kretek tanpa espektasi yang berlebihan, saya sangat menikmati jalan cerita kehidupan para tokoh-tokohnya (apalagi sambil membayangkan aktor/aktris yang nanti memerankannya). Bahasa yang digunakan Ratih Kumala juga sederhana tanpa bikin pening kepala. Hanya di beberapa dialog berbahasa jawa yang saya butuh usaha lebih untuk membaca terjemahannya di bagian belakang bab, tapi selebihnya saya sangat bahagia membacanya.
Walau beberapa pengulas di goodreads bilang kecewa terhadap novel ini yang kurang mengeksplor sejarah pembuatan kretek dan juga kisah sejarah Indonesia yang hanya jadi tempelan, namun saya pribadi merasa semuanya pas. Ada banyak sekali istilah dan cara pembuatan kretek yang baru saya ketahui setelah membaca Gadis Kretek ini.
Tradisi orang lama di masa lalu mengenai ari-ari bayi yang harus dijaga seminggu penuh pun menarik.
"Selama tujuh malam sang ayah menjaga ari-ari bayinya, bapak-bapak seputar kampung kumpul di rumah si empunya bayi baru dan lek-lek'an. Keluarga si empunya bayi wajib menyiapkan segala macam panganan dan kretek untuk warga yang datang." Hal.106.
Betapa pentingnya ari-ari bagi orang tua sehingga harus melibatkan warga kampung untuk menjaganya. Walaupun di novel juga diceritakan betapa Purwati sangat terganggu dengan tradisi itu karena orang yang bergadang selalu berisik dan asapnya bikin bayinya menangis.
Sebuah novel yang lengkap dan pas takarannya. Dibandingkan dengan Katarsis yang saya hanya tahan nonton serialnya 1 episode saja, atau novel 24 Jam Bersama Gaspar yang saya jadi kehilangan hasrat untuk menonton filmnya, khusus Gadis Kretek ini rasanya gak sabar untuk menunggu penayangan serialnya.
Skor 9,5/10
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI