Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Misteri Lenyapnya Uang 1 Juta Rupiah dari Rekening BRI

24 Maret 2022   12:14 Diperbarui: 4 April 2022   09:42 10211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"You know, Bu Ningcing yang terhormat, kasus fraud yang ada kebanyakan dilakukan oleh orang terdekat pemilik rekening." Hal.161.

Kalimat itu saya tulis dalam cerita berjudul "Angkuh Berjamaah" yang menjadi bagian dari buku "Jungkir Balik Dunia Bankir" yang saya tulis dan berhasil diterbitkan tahun 2017 silam. Singkatnya, itu berkisah tentang seorang nasabah prioritas yang sering mendelegasikan urusan di bank kepada dua anaknya. Termasuk mempercayakan kedua anaknya untuk menggunakan kartu debit beliau.

Walau beliau nasabah cabang kami dan memang sudah dikenal banyak pegawai, tetap saja, tiap kali anaknya datang dan ingin melakukan transaksi (terlebih pemindahan atau penarikan dana), pejabat bank/pegawai pimpinan wajib menelepon Bu Ningcing (nama disamarkan) sebagai pemilik sah rekening untuk konfirmasi.

"Ibu apa benar ini ada transaksi penarikan uang 50 juta dilakukan oleh anaknya?"

Kurang lebih konfirmasinya begitu. Sayangnya, Bu Ningcing ini sulit diajak bekerjasama. Ia kerap protes dan menganggap kebijakan konfirmasi via telepon itu menghambat transaksi.


Sebagai mantan bankir, saya paham fraud biasanya dilakukan oleh orang terdekat pemilik rekening | dokpri
Sebagai mantan bankir, saya paham fraud biasanya dilakukan oleh orang terdekat pemilik rekening | dokpri

Di sisi pegawai bank, apapun respon beliau, mau itu ngedumel atau marah-marah sekalipun, prosedur tetap harus saya jalankan. Sebab, itu untuk keamanan saya jika satu hari beliau protes dan merasa tidak melakukan transaksi yang dilakukan oleh anaknya itu.

Kisah Bu Ningcing ini menjadi secuil pengantar dari kejadian yang saya alami. Terkait, lenyapnya uang sebesar 1 juta rupiah dari rekening milik bibi saya. Seperti apa kejadiannya? Simak ya, mungkin ini tulisan jadinya akan sangat panjang.

UANG UNTUK MERENOVASI RUMAH

Bibi saya, sebut saja Bu Yuli pergi meninggalkan kota Palembang di pertengahan tahun 1990-an mengikuti suaminya yang berdinas di salah satu kabupaten di provinsi Bangka Belitung. Saat meninggalkan Palembang, beliau "mewarisi" rumah kediaman orang tuanya (kakek saya, sebab beliau adik kandung ayah saya), yang karena tidak ditinggali menjadi tak terurus dan rusak di sana sini.

Awal tahun 2022, beliau dan suami sengaja kembali ke Palembang khusus untuk melakukan renovasi rumah milik keluarga itu. Jelas, untuk melakukan renovasi pasti membutuhkan banyak biaya.

Beliau mempercayakan uangnya untuk disimpan di rekening BRI dengan nomor rekening 5803-01-xxx16x-5x-x dengan jenis tabungan simpedes di BRI Cabang Belitung. Nah, seiring proses renovasi berjalan, hampir setiap minggu beliau membutuhkan pengambilan uang di BRI. Biasanya awal minggu (di hari Senin) untuk membeli bahan baku pembangunan, atau mendekati akhir pekan (Jumat) untuk persiapan membayar upah tukang di penghujung Minggu.

Rumah peninggalan kakek yang tengah direnovasi oleh bibi saya | Dokpri
Rumah peninggalan kakek yang tengah direnovasi oleh bibi saya | Dokpri

Di Palembang, beliau memiliki keterbatasan mobilitas. Beliau tidak punya kendaraan dan beliau memiliki keterbatasan untuk melakukan transaksi perbankan. Sederhananya, beliau tak paham sama sekali cara menggunakan kartu debit di mesin ATM.

Bagaimana dengan suaminya --om saya? Sama saja. Keduanya gaptek. Bahkan om saya memiliki keterbatasan lebih banyak pasca terserang stroke beberapa tahun lalu.

Bagaimana dengan anak mereka? 3 dari 4 anak bibi saya itu tinggal di Belitung. Satunya lagi tinggal di kabupaten lain di Sumatera Selatan yang berjarak 2 jam perjalanan sehingga praktis beliau membutuhkan bantuan untuk mengambil uang di mesin ATM ini. And guess what, sayalah orang yang dimintai tolong untuk itu.

Kembali ke cerita awal mengenai Bu Ningcing, saya paham betul bahwa besar risikonya jika kartu debit beliau sepenuhnya dipercayakan kepada saya. Makanya, awal-awal, setiap kali beliau butuh ambil dana, beliau akan saya jemput, lalu dengan mengendarai motor kami menuju ATM terdekat, saya lakukan proses pengambilan dana tsb (termasuk menginput PIN, sebab penglihatan beliau terbatas dan beliau takut salah tekan angka), hingga deretan uang berhasil dimuntahkan oleh mesin ATM.

Kegiatan ini berlangsung hingga beberapa minggu hingga saya pribadi mulai kewalahan dengan ritme menjemput-berjalan berdua ke ATM-mengantar beliau balik lagi ke rumah. Dan beliau pribadi pun mengutarakan hal yang sama.

"Susah juga abang kalau begini. Bicik (bibi) minta tolong abang pegang sajalah kartu ATM ini, dan kalau bicik perlu uang, tinggal ditelepon."

Awalnya saya menolak. Rasa capek bolak-balik masih bisa dikalahkan demi keamanan kedua belah pihak. Walau beliau percaya penuh, namun saya tetap merasa lebih baik ambil uangnya bersama-sama. Namun, ada satu poin yang kemudian saya menerima tawaran beliau untuk memegang kartu debit tersebut.

"Kan tiap kali uang ditarik akan masuk SMS (notifikasi debit/kredit) di hape bicik. Jadi ya tinggal bicik cek sendiri di HP kan?"

Ah, benar juga. Ini bisa jadi win-win solution. Jika ada kemungkinan cela untuk saya berlaku curang, maka akan dengan mudah ketahuan. Sejak itu, kartu debit beliau saya pegang dan kebutuhan dana beliau untuk renovasi rumah berjalan lebih lancar. Saya bisa mengatur waktu untuk mengambil uang dan tinggal mengantarkannya saja.

Apalagi, setiap kali uang ditarik, saya juga selalu rutin melaporkan jumlah pendebitan dan sisa tabungan ke Riza, anak beliau/sepupu saya melalui pesan singkat whatsapp. Sehingga, semua dilakukan secara transparan. 

Saya selalu rutin melaporkan setiap kali melakukan penarikan dana kepada sepupu saya | Dokpri
Saya selalu rutin melaporkan setiap kali melakukan penarikan dana kepada sepupu saya | Dokpri

UANG 1 JUTA LENYAP DARI TABUNGAN!

Jumat pagi, 4 Februari 2022, atas permintaan bicik, saya berencana melakukan transfer sebesar Rp.8000.000 (delapan juta rupiah) ke rekening Riza --anak beliau di nomor rekening 5803-01-012xxx-5x-x. Untuk melakukan transaksi itu, saya coba mendatangi ATM BRI yang berada satu lokasi dengan RS Muhammadiyah, Jalan A.Yani Kelurahan Silaberanti, Palembang. Titik google mapsnya di sini. 

Sayangnya, begitu masuk ke bilik ATM, terlihat pesan bahwa ATM tersebut tidak dapat digunakan. Bergegas, saya berpindah tempat, mengendarai motor menuju ATM BRI yang berada satu lokasi dengan kantor BRI Cabang Ampera, Jalan A.Yani No.14 Palembang. Titik google mapsnya di sini. 

Transaksi dana sebesar Rp.8 juta itu berhasil saya lakukan. Sesaat setelah keluar dari bilik ATM, saya melipir ke area parkir dan menelepon bibi saya. Mengabarkan jika uang sudah dikirim dan di kesempatan yang sama saya juga bertanya apakah beliau butuh penarikan dana mengingat hari itu Jumat dan biasanya beliau butuh uang untuk membayar upah tukang.

Rupanya beliau masih punya cukup sisa uang tunai untuk pembayaran upah tukang. Jadi, saat itu tidak ada instruksi dari beliau untuk mengambil uang tunai. Mendengar itu, saya langsung pergi meninggalkan lokasi ATM tersebut.

Bukti notifikasi yang masuk ke hape bibi saya. Lihat jeda waktunya.  Hanya 6 menit | Dokpri
Bukti notifikasi yang masuk ke hape bibi saya. Lihat jeda waktunya.  Hanya 6 menit | Dokpri

Sabtu pagi, 5 Februari 2022, bibi saya menelepon dan mengkonformasi apakah saya melakukan penarikan sebesar Rp.1000.000 sebab dia baru sempat mengecek notifikasi di ponselnya dan dia menemukan bahwa ada transaksi penarikan tersebut.

Wah kok bisa ada penarikan dana? Nominalnya lumayan besar pula 1 juta rupiah. Padahal sehari sebelumnya saya hanya melakukan transaksi transfer ke rekening anaknya.

Tak lama dari menerima telepon, saya langsung bergegas menemui beliau untuk mengecek langsung. Setelah saya periksa ponselnya, benar saja, ada notifikasi pendebetan dana Rp.1000.000 yang dilakukan pada hari Jumat 4 Feb 2022 pukul 08:33:54. Sedangkan, transaksi transfer sebesar Rp.8.000.000 terjadi pada pukul 08:39:29 di hari dan tanggal yang sama.

Jeda transaksi pertama dan kedua yakni hanya 6 menit. Jelas posisi kartu debit beliau ada pada saya. Namun, saya tidak melakukan penarikan uang tunai saat itu. Bergegas, saya mengontak call center BRI di no 14017 sekitar pukul 10:25 WIB lewat ponsel saya di nomor 0813-67xx-2xxx, dan saat itu bibi saya langsung berbicara kepada petugas call center untuk mengecek apakah benar ada transaksi pendebetan sebesar 1 juta rupiah sehari sebelumnya.

Petugas call center bilang bahwa informasi mutasi rekening tidak dapat ia berikan dan harus dicek langsung lewat kantor cabang. Mengingat saat itu hari Sabtu dan bank tutup, kami lantas meminta bantuan kepada petugas call center untuk memblokir kartu debit tersebut.

Herannya, saat proses pemblokiran berhasil dan diinformasi terakhir, petugas (saya tidak ingat namanya siapa, namun saya dapat mendengar karena telepon menggunakan pelantang/loudspeaker) bilang bahwa, transaksi terakhir yang dilakukan ialah penarikan uang sebesar Rp.1000.000 BUKAN pemindahan dana/transfer sebesar Rp.8000.000, padahal jika melihat urutan notifikasi yang masuk, transfer dilakukan pukul 08:39, yakni lebih akhir ketimbang penarikan 1 juta di pukul 08:33. Silakan BRI cek rekaman pembicaraan yang dilakukan pada saat itu.

Terus terang hal ini sangat mengganggu saya. Walaupun bibi saya berulang kali berkata percaya bahwa saya tidak melakukan kecurangan, tapi tetap saja, ada trust dari beliau yang harus saya jaga dan buktikan.

MELAPOR KE KANTOR CABANG BRI

Dua hari kemudian, Senin 7 Februari 2022, kami berdua datang ke BRI Cabang Ampera dan dibantu dengan sangat baik oleh petugas security an Bapak Andri Yansyah, dan juga CS atas nama Reza (saya tidak ingat nama lengkapnya).

Dibantu Sdr Reza, kami ceritakan kronologisnya. Beliau juga dengan sigap membantu pembuatan kartu debit baru, pencetakan rekening koran 3 bulan terakhir dan di kesempatan yang sama bibi saya langsung melakukan proses penarikan tunai di teller sebesar Rp.20.000.000.

Mengenai keluhan kami seputar dana yang terdebet sebesar Rp.1000.000 sudah dibuatkan laporan oleh Sdr Reza dengan nomor laporan TTB0000-38686311 dengan deskripsi "Nasabah BRI gagal tarik tunai & terdebet di ATM BRI" dan dengan detail laporan, "ybs tidak merasa melakukan penarikan sebesar Rp.1000.000 pada tanggal 4 Januari 2022. Mohon bantuannya dimana lokasi ATM tersebut. Terimakasih."

Sdr Reza juga menginformasikan bahwa proses investigasi akan berjalan paling cepat 3 (tiga) hari kerja, atau paling lambat 8 (delapan) hari.

Bukti pelaporan yang kami dapatkan dari petugas BRI Cabang Ampera | Dokpri
Bukti pelaporan yang kami dapatkan dari petugas BRI Cabang Ampera | Dokpri

Tidak puas sampai sana, di hari yang sama tepatnya pukul 10:39 WIB, saya kemudian mengontak BRI melalui email callbri@bri.co.id, dan kronologi kejadian saya ceritakan ulang dengan detail (termasuk memberikan foto yang saya unggah ulang di postingan ini). Sebab, saya harap BRI menaruh perhatian lebih tinggi setelah membaca email saya itu.

Di bawah ini adalah potongan email yang saya copy seutuh-utuhnya dari email yang saya kirimkan ke BRI.

Melalui email ini, saya ingin menyampaikan beberapa hal.

1. Saya mohon kepada BRI untuk melakukan pengecekan secara menyeluruh. Terus terang, posisi saya serba salah dalam hal ini. Sebagai mantan pegawai bank, saya paham, fraud terbesar yang terjadi pada nasabah biasanya dilakukan oleh orang-orang terdekat. Dan, sialnya, di hari kejadian, ATM memang saya yang pegang dan saya memang melakukan proses transfer 8 juta yang diminta oleh beliau.

Namun, saat itu yang saya lakukan hanya transfer saja. Jika memang sebelumnya saya mengambil uang 1 juta, maka jelas ruang penyimpanan uang di mesin ATM akan terbuka dan uangnya akan keluar, bukan? Dan jelas saya akan mengambil uang tersebut.

Rasanya, saya belum sepikun itu melakukan kecerobohan dengan tidak sengaja menekan tombol pengambilan uang dan saya tidak mengambil uangnya. Apalagi, jika ada niat jahat ingin mencuri sebab akan ketahuan karena notifikasi akan muncul ke ponsel bibi saja.

2. Jeda transaksi pertama dan kedua hanya berjarak 6 menit. Tolong BRI segera cek apakah kedua transaksi itu terjadi di mesin ATM yang sama? Yakni di ATM BRI Cabang Ampera Palembang. Tolong buka CCTV sejelas-jelasnya, sebab ada nilai kepercayaan yang harus saya buktikan kepada bibi saya. Rasanya, nilai kejujuran yang ditanamkan oleh orang tua saja dan keluarga besar langsung runtuh dengan adanya kejadian ini.

Walaupun berkali-kali bibi saya menenangkan dengan berkata dia percaya sepenuhnya kepada saya, tetap saja, saya ingin memastikan hal ini dengan tuntas. Rasanya, terlalu bodoh jika saya mencoreng kepercayaan mereka hanya untuk uang sebesar 1 juta rupiah itu.

3. Jika ternyata proses pendebetan 1 juta berlangsung di ATM lain (misalnya ATM RS Muhammadiyah), silakan cek juga CCTV yang ada di sana. Seingat saya, saya hanya masuk tak sampai 1 menit. Begitu mengetahui ATM rusak/bermasalah/error, saya langsung keluar dan pindah ATM lain. BRI juga bisa mengecek CCTV yang terjadi sekitar jam itu. 

* * *

Sampai di sini, saya kira apa yang saya sampaikan cukup jelas. Saya yakin BRI dapat menangkap esensi email ini dan dapat melakukan proses investigasi dengan menyeluruh. Jika memang ada kelalaian yang saya lakukan pada saat itu, tentu saya akan bertanggung jawab penuh kepada bibi saya. Apalagi jika dari rekaman CCTV memang ditemukan video saya mengambil uang dari mesin ATM.

Namun, jika tidak ada ditemukan video mengambil uang, tolong BRI usut tuntas kenapa hal ini bisa terjadi. Terus terang, jika tidak adanya titik terang, jelas akan mempengaruhi kepercayaan kami, sekeluarga besar kepada BRI. Apakah benar menabung di BRI aman? Apakah benar BRI berkomitmen 100% menjaga uang nasabah?

Saya dan bibi menunggu follow up dari BRI. BRI dapat mengontak beliau langsung dan menjelaskan apa yang menjadi temuan BRI. Syukur-syukur, terjadi kesalahan sistem saat itu sehingga uang Rp.1000.000 itu dapat dikembalikan seutuhnya ke rekening beliau.

Demikian yang dapat saya sampaikan, atas bantuannya saya ucapkan terima kasih. 

Email itu kemudian dibalas oleh petugas bernama Kanya pada pukul 11:17, dan dari isi balasan email itu Sdri Kanya menginformasikan bahwa proses investigasi akan berjalan kurang lebih 20 hari. Ini waktunya lebih lama ketimbang yang Sdr Reza informasikan. Tapi, tak mengapa, mungkin BRI butuh waktu lebih banyak untuk menyelidiki kejadian ini.

TAK KUNJUNG MENDAPAT KABAR SETELAH 1 BULAN

Sejak kejadian itu, dana rekening BRI beliau langsung dilimpahkan ke rekening BCA atau Mandiri saya. Dan, proses transfer dana dari anak-anak beliau di Belitung kemudian dilakukan langsung ke tabungan saya (walaupun sepupu di Belitung jadinya agak ribet karena proses transfernya antarbank dan kena biaya lebih mahal. Maklum, kabupaten kecil yang sayangnya hanya ada BRI dan bank daerah di sana).

Kartu debit langsung saya kembalikan. Saya masih rutin setiap minggu mengambilkan uang dan memberikannya kepada bibi saya. Dan, tiap kali ke sana, saya selalu tanya apakah sudah ada telepon dari BRI untuk mengabarkan hasil investigasi.

"Nggak ada bang, cuma kadang ada telepon nggak terangkat karena bicik lagi nggak pegang hape."

Mendengar itu, saya bilang, "jika itu memang dari BRI mestinya mereka akan nelepon terus sampai berhasil ngomong sama bicik."

Sayangnya hingga sebulan lebih, tetap tidak ada telepon dari BRI untuk mem-follow up kejadian ini. Makanya, Sabtu 12 Maret 2022 pukul 10:21 WIB saya kembali mengontak BRI melalui email dan menanyakan kenapa belum ada kabar dari BRI.

Email saya dibalas 28 menit kemudian dengan kabar yang kurang mengenakkan. Yakni, BRI menyimpulkan kelalaian murni ada pada kami (bibi saya sebagai pemilik rekening karena sudah mempercayakan akses rekeningnya kepada saya).

Pesan dari BRI seperti ini: Terkait dengan pengecekan laporan, kami bantu pengecekan laporan Bapak Haryadi sudah selesai diproses. Hasil laporan menyatakan bahwa transaksi sukses/normal menggunakan kartu ATM dan PIN ATM yang sesuai. Setiap transaksi dengan kartu ATM dapat dilakukan apabila kartu ATM dan PIN diinput dengan benar, semestinya pengelolaan kartu ATM dan PIN tersebut merupakan rahasia pribadi serta menjadi tanggung jawab sepenuhnya pemilik rekening. Terkait saldo berkurang tidak merasa melakukan transaksi, Bank BRI tidak dapat melakukan pengembalian dana. Mohon Bapak dapat menjaga selalu kerahasiaan data rekening seperti PIN, User ID, Password, kode m-Token, OTP, CVC/CVV serta data pribadi lain kepada orang lain untuk menghindari penyalahgunaan.

Saya lalu membalas email tersebut dan menyampaikan beberapa poin. Pertama, saya ingin BRI tetap menghubungi bibi saya secara langsung via telepon untuk menjelaskan hasil investigasi walaupun saya pribadi pun akan menyampaikan kepada beliau. Kedua, saya sampaikan kekecewaan saya sebab di email pertama saya sudah paparkan poin-poin penyelidikan yang dapat BRI lakukan yakni dengan cara membuka CCTV seluas-luasnya.

Namun, hal itu tidak dilakukan. Bahkan, sampai detik ini saya tidak tahu uang 1 juta yang mendadak lenyap itu berlangsung di ATM mana. Apakah ATM RS Muhammadiyah yang sempat saya datangi pertama kali tapi error, atau ATM BRI Cabang Ampera tempat saya melakukan transfer?

Sayangnya, email saya dibalas dengan jawaban normatif seperti jawaban di atas. Hanya copy-paste dan tidak menjawab pertanyaan saya seputar CCTV dsb. Sungguh saya kecewa.

POTENSI KETELEDORAN YANG SAYA PERBUAT

Tadi malam, saya coba membuat polling lewat fitur instagram story di akun instagram saya @omnduutX. Akun tersebut bukanlah akun yang besar. Followersnya hanya 3000 lebih sedikit. Namun, dengan ruang lingkup yang kecil itu saya coba untuk mencari tahu apakah teman-teman saya juga ada yang kondisinya sama kayak saya yakni dipercaya oleh orang lain (entah itu orang tua, kerabat, saudara atau pasangan) untuk mengetahui PIN kartu debit mereka.

Siang ini, 16 jam berselang dari polling dibuka, yang melihat IG story itu ada 180 orang. Di mana, sebagian dari mereka turut membantu mengisi polling itu. Hasilnya, 60 orang atau 61% dari total yang mengikuti polling mengaku dipercayai PIN milik orang lain. Sedangkan 38 orang lainnya atau 39% dari total seluruh mengaku tidak pernah dipercaya mengetahui PIN kartu debitt oleh orang lain.

Polling sederhana ini hanya untuk menunjukkan bahwa saya tidak sendiri dipercaya oleh orang untuk tahu PIN-nya | Dokpri
Polling sederhana ini hanya untuk menunjukkan bahwa saya tidak sendiri dipercaya oleh orang untuk tahu PIN-nya | Dokpri

Saat pertanyaan poling saya balik, yakni apakah mereka mempercayakan PIN kartu debit mereka kepada orang lain (entah itu orang tua, kerabat, saudara atau pasangan) hasilnya, 60 orang/59% mengaku mempercayai PIN kartu debit mereka ke orang lain, sedangkan 42 orang/41% mengaku tidak mepercayakan orang lain untuk mengetahui PIN kartu debit mereka.

polling-3-horz-623bf61cd69ab3511908b394.jpg
polling-3-horz-623bf61cd69ab3511908b394.jpg

Pendapat yang sama diutarakan oleh salah satu teman saya Mbak Desliana/IG @deslicarolina yang mempercayakan PIN dan pasword penting ke adik dan mamanya. "...karena urusan perbankan akan direpotkan keluarga tertinggal."

DM dari teman saya @deslicarolina | Dokpri
DM dari teman saya @deslicarolina | Dokpri

Ya ini benar, dulu saat saya masih kerja di bank, ada juga kejadian pihak keluarga yang keteteran meng-take over rekening anggota keluarga mereka yang sudah meninggal. Harus minta surat keterangan kematian dari lembaga tertentu, lalu surat keterangan ini itu sebelum kemudian rekening almarhum/almarhumah, anggota keluarga tersebut dapat ditutup.

Saya pribadi juga mempercayakan PIN debit saya ke beberapa orang. Pun, saya mengetahui PIN ATM orang tua saya. Tujuannya jelas, ya untuk mempermudahkan segala urusan di kemudian hari. Perkara trust ya dikembalikan ke pribadi orangnya. Seperti trust  yang saya dapatkan dari bibi saya. Saya yakin, satu dari sekian puluh ribu pegawai BRI pun pasti ada yang mempercayakan PIN kartu debit mereka ke salah satu anggota keluarga. 

Sampai di titik ini, katakanlah bibi saya salah karena sudah mempercayakan kartu debit beserta PIN-nya kepada saya.

Saya juga salah menerima kepercayaan itu tanpa mengetahui akan ada kejadian seperti ini. Sampai di titik ini SAYA SADAR PENUH bahwa POTENSI KETELEDORAN sangat besar terjadi pada saya. Kasarnya nih ya, iya, saya yang menghilangkan uang tersebut. 

Namun, saya butuh dukungan data dari BRI untuk membuktikan itu sebagaimana yang saya mintakan kepada petugas BRI di kantor cabang dan lewat email.

Sekali lagi, rasanya saya belum sepikun itu misalnya tak sengaja menekan tombol mengambil uang sebesar 1 juta namun uangnya tidak saya ambil. Lalu, jika ini yang terjadi, ada jeda berapa detik sebelum uangnya kembali tersedot oleh mesin? Pasti ada dong ya algoritma/sistem yang mengatur. Sebab akan ada saja nasabah yang nggak sengaja kelupaan sudah tekan tombol tapi uangnya malah nggak diambil.

Namun, jika ini yang terjadi, ada waktu 6 menit kejadiannya. Dan saya masih berada di ATM yang sama! Ya kalau uangnya gak keburu saya ambil dan saya langsung keluar ATM dan nasabah di belakang saya yang menemukan, itu artinya keteledoran saya. Tapi kan saya masih berada di tempat yang sama? So, how come?

Saya pernah menulis soal adab antrean di mesin ATM di tulisan ini. Pecayalah, 6 menit itu waktu yang cukup lama. Bisa-bisa nasabah lain protes dan menggedor-gedor pintu. Apalagi nasabah BRI cukup banyak dan ATMnya sering kali rusak pula. Huft. Sehingga antrean di mesin ATM itu kadang panjang.

Lantas, kok bisa saya membiarkan diri selama itu untuk melakukan 2 transaksi saja yakni mengambil uang 1 juta dan transfer 8 juta?

Ini yang sulit saya terima nalar. Apa benar ini murni keteledoran saya yang mengambil uang 1 juta itu? Iya kalau uangnya emang ada saya ambil. Lah ini saya nulis panjang lebar sebab saya yakin tidak mengambil uangnya. Apakah saat di dalam mesin ATM saya tiba-tiba kehilangan kesadaran? Kesurupan gitu? Sehingga mengambil uang tanpa sadar? trus uangnya saya hamburkan di jalanan? Saya butuh bukti konkrit untuk membuktikan keteledoran diri saya sendiri ini.

Lalu, jika uang 1 juta itu diambil di mesin ATM lain, bisa dong dicek rekaman CCTVnya. Oh ya ini fakta yang saya ketahui saat bekerja di bank (mungkin sekarang sudah berbeda) bahwa TIDAK SEMUA mesin ATM ada kamera CCTVnya. Ini  fakta 10 tahun lalu ya, mungkin sekarang semua udah ada kameranya. Tapi jika pun ATM yang saya datangi tidak punya CCTV langsung di mesinnya, maka bisa dicek pakai CCTV luar/CCTV Gedung karena sepengetahuan saya dua lokasi ATM yang saya datangi (RS Muhammadiyah dan BRI Cabang Ampera) ada CCTV-nya.

Bisa dicek, uang 1 juta itu ditarik di mana pada pukul 8:33 hari Jumat, 4 Februari 2022 itu. Apakah benar saya berada di lokasi mesin ATM yang sama? Jika iya, apakah ada bukti bahwa saya mengambil uang itu? Susah memang mencari keadilan dan mencari kebenaran termasuk fakta bahwa saya yang terledor dari kejadian ini.

Di titik ini, sekali lagi saya menganggap ini murni kesalahan dan keteledoran saya. Hanya, dari tulisan ini muncul harapan saya agar BRI dapat membantu saya mengungkapkan keteledoran itu. Biar tulisan ini akan ada update-annya. Update yang memaparkan bahwa saya satu-satunya pihak yang patut dipersalahkan atas kejadian ini.

Namun, jika dari tulisan ini tetap saja tidak ada tanggapan atau bantuan dari BRI untuk membuktikan bahwa saya salah, ya, kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Cepat atau lambat. Nggak dunia, tapi nanti di akhirat. Ya bakalan seru kalau nanti ada "rekaman" TV di akhirat dan saya bisa ngeliat kejadian ini lebih terperinci. Mungkin bakalan ngomelin diri sendiri ya, "nah itu dia duitnya hilang, ah dasar bego kamu Yan!" atau kalau ternyata bukan karena kesalahan saya, ya begitulah...

Terakhir, mungkin ada pertanyaan terlintas di benak pembaca atau bahkan pihak BRI saat membaca tulisan ini tentang alasan saya kemudian berhenti bekerja dari bank. Jawabannya, saya ingin fokus membuka usaha sendiri.

Namun jika ada kecurigaan, "jangan-jangan si Haryadi ini dulunya dipecat karena melakukan kecurangan/fraud saat bekerja!" yuk monggo, kontak saya melalui email haryadiyansyah@gmail.com atau fitur pesan di akun sosial media saya. Saya akan ajak Anda untuk bertandang ke kantor lama saya, bertemu dengan sejawat dan mantan pimpinan saya untuk mengetahui apakah selama bekerja saya pernah melakukan kecurangan atau tidak.

Terima kasih sudah membaca sampai selesai tulisan berjumlah 3200 kata ini. Sehat-sehat ya semua! 

Penulis bagian dari Kompal
Penulis bagian dari Kompal

UPDATE Ke-1, Kamis 24 Maret 2022:

Link tulisan ini kembali saya kirimkan ke email callbri@bri.co.id pada hari ini, Kamis 24 Maret 2022 Pukul 12:43. Saya langsung menerima respon pertama pukul 14:14 berisi: Sehubungan dengan laporan saldo berkurang, berdasarkan hasil laporan menyatakan bahwa transaksi sukses dilakukan dengan menggunakan kartu ATM dan PIN ATM yang diinputkan dengan benar. Silakan Bapak Haryadi bersama dengan Nasabah pemilik rekening melakukan pengecekan CCTV di kantor BRI terdekat kecuali Teras BRI.

Sengaja bagian "...pengecekan CCTV di kantor BRI terdekat" saya bold/tebalkan. 

Ini respon yang nuninuninu. Pertama, informasi tentang di mana kejadian uang 1 juta itu berproses masih belum saya dapatkan.  Apakah di ATM pertama yang error atau ATM kedua yang berlokasi di Cabang Ampera. Kedua, saya masih "menuntut" pihak BRI entah dari BRI Cabang Ampera atau BRI pusat mengontak langsung bibi saya sebagai pemilik rekening.

Harapannya, dari komunkasi itu ada informasi yang lebih rinci. "Silakan ibu datang ke BRI cabang X, temui Bapak Y bagian Z." Jadi, saat kami datang nanti semua sudah jelas.

Kebayang gak sih, kami ucluk-ucluk datang. Bertemu pertugas yang belum tentu sama. Begitu tiba, harus ceritakan kronologi lagi dari awal (dan percayalah ini sangat melelahkan, terlebih saya sudah sampaikan kronologinya di email ke mereka dan lewat tulisan ini). Syukur-syukur kalau begitu  kami datang CCTV udah siap dibuka. Eh tahunya harus berhadapan dengan sederet birokrasi lagi. Hei, kami ini udah di posisi yang dirugikan dalam situasi ini loh. Mestinya ada tahapan penyelesaian yang lebih pasti dari BRI.

Makanya, saya membalas email petugas dengan permintaan link tulisan saya ini diteruskan ke BRI Cabang Ampera. Dan, jika memang prosedur pembukaan CCTV dapat dilakukan, saya harap dapat dilaksanakan dengan efektif. Kami sudah tahu akan bertemu siapa, jam berapa dan tentunya akses CCTV sudah siap dibuka. 

Tolong posisikan diri Anda, para bapak/ibu pejabat BRI di sudut pandang kami, para nasabah. Saya kira, BRI harusnya punya cara yang lebih efektif dan efisien untuk merespon kejadian ini. Sejak awal. Tanpa harus terkatung-katung sebulan lebih. Terima kasih.

UPDATE Ke-2, Senin 28 Maret 2022:

Mengharapkan pihak BRI mengontak bibi saya sebagai pemilik rekening yang sah dan mem-follow up laporan kami sepertinya lebih sulit dilakukan. Untuk itu, saya kembali meminta bibi saya untuk mendatangi BRI Cabang Ampera Senin, 28 Maret 2022 ini. 

Kami tiba di BRI Cabang Ampera sekitar pukul 7:40. Sengaja datang lebih cepat biar dapat antrean lebih awal dan cepat. (Saran untuk petugas security, begitu pukul 08:00 dan jam operasional berlangsung, temui kami dan tanyakan siapa yang lebih dulu datang dan bantu nasabah tersebut lebih dulu. Bukan nasabah yang lebih dulu menyeruak ke pintu depan).

Di CS, kami lagi-lagi dibantu oleh Sdr.Reza. Ke beliau, saya mengeluhkan tidak adanya follow up yang di pertemuan sebelumnya saya minta dan ia sanggupi. Oke, sudahlah soal itu, sekarang fokus mencari tahu ke mana lenyapnya uang 1 juta itu.

Setelah Sdr.Reza mengecek komputernya, kesimpulan yang didapatkan, "ini uangnya diambil di ATM RS Muhammadiyah."

Nah loh, ternyata uangnya ditarik di ATM yang error itu!

ATM di RS Muhammadiyah Palembang. Dokpri.
ATM di RS Muhammadiyah Palembang. Dokpri.

Saya sampaikan kepada Sdr.Reza bahwa saya tidak merasa melakukan pengambilan uang itu. Sehingga, permintaan dibukanya CCTV tetap saya dan bibi ajukan. Sdr.Reza juga langsung mengontak vendor ATM untuk membuka CCTV itu. 

Ini sungguh mengherankan. Saya bahkan merasa belum memasukkan kartu debit saat itu. Oke ini ingatan yang lemah. Katankanlah saya waktu itu memasukkan kartu debit, tapi saya tidak merasa mengambil uang. Tentu, potensi keteledoran masih ada pada saya. Sayalah "tersangka" utamanya sejauh ini sampai kemudian CCTV mampu membantahnya. 

Sederhananya sih, kalau ATMnya nggak error, ngapain saya berpindah tempat, mengambil jalan memutar ke BRI Cabang Ampera dan melakukan proses transfer 8 juta di sana. Iya toh?

Tadi, Sdr.Reza sempat menekankan, "jadi bapak sempat ke ATM RS Muhammadiyah dan melakukan penarikan uang 1 juta TAPI uangnya nggak keluar?"

Saya TEGASKAN sekali lagi. Tujuan saya tidak untuk menarik uang pagi itu. Melainkan untuk melakukan transfer dana sebesar 8 juta ke rekening Riza, anaknya bibi saya. Di kesempatan yang sama, saya juga minta bantuan BRI (melalui Sdr.Reza) untuk membuka rekaman CCTV itu sejelas-jelasnya.

"Jika ada potongan gambar yang menangkap saya di lokasi ATM itu, ya itu memang benar. Saya memang ada di sana pagi itu. Tapi, apakah saya melakukan penarikan uang DAN mengambil uang, nah itu yang harus dibuktikan."

Kebayang kan kalau nanti saya dan bibi cuma dikasih potongan gambar foto saya ada di bilik ATM, tapi foto itu tidak menjelaskan apa-apa selain saya memang berada di sana. Saya butuh melihat rekaman CCTV itu secara jelas dan runut. 

Pasti ada banyak kamera CCTV di sekitar sini. CCTV milik gedung RS Muhammadiyah. Dokpri.
Pasti ada banyak kamera CCTV di sekitar sini. CCTV milik gedung RS Muhammadiyah. Dokpri.

Kepada BRI, berikut poin-poin yang dapat dilakukan untuk melakukan pengecekan:

1. ATM itu seperti black box di pesawat. Dia merekam semua data transaksi nasabah. Cek saja, di tanggal 4 Februari 2022 apakah ATM mengalami gangguan atau tidak. Akan kelihatan terjadi dari jam berapa sampai jam berapa. 

2. Cek CCTV beberapa menit (bisa 30 menit atau lebih) keadaan ATM pagi itu. Lihat, apakah ada nasabah yang datang dan ingin melakukan transaksi. Misal ada nasabah yang masuk di bilik ATM pukul 07:00 tapi dari rekaman data ATM tidak adanya muncul transaksi apapun dalam jeda tersebut, bisa jadi nasabah tersebut mengalami apa yang saya rasakan: membatalkan transaksi karena mesinnya error.

3. Cek dari CCTV jam berapa saya masuk ke bikin ATM dan jam berapa saya keluar dari bilik ATM tersebut. Lalu cocokkan, apakah saat kejadian uang ditarik (pukul 08:33) saya masih berada di lokasi ATM atau tidak. 

4. CCTV yang ada di BRI Cabang Ampera juga bisa dibuka. Jam berapa saya tiba di lokasi, dan jam berapa saya masuk ke dalam bilik ATM. Pengecekan ATM ini dapat dilihat dari kamera CCTV luar gedung yang saya lihat secara langsung tadi bahwa tersedia beberapa. Bisa dicocokkan juga.

BRI Cabang Ampera dan itu salah satu CCTV dekat bilik ATM. Dokpri.
BRI Cabang Ampera dan itu salah satu CCTV dekat bilik ATM. Dokpri.

5. Jikapun saya masih berada di lokasi ATM RS Muhammadiyah, putar video CCTVnya. Apakah saya menekan tombol ambil uang 1 juta dan saya mengambil uang tersebut. Sekali lagi, rasanya saya belum sepikun itu untuk teledor dan melakukan transaksi pengambilan dana tapi uangnya tidak saya ambil. Walaupun potensi keteledoran ini ada, ya buktikan saja. Saya orangnya fair. Kalau salah saya akan mengakuinya dan meminta maaf kepada BRI termasuk dengan mengupdate tulisan ini dengan fakta yang sebenarnya. Walaupun kalau sejak awal BRI lebih efektif saya gak harus menulis panjang lebar di kanal terbuka.

Mengingat saat melapor pertama tidak ada follow up-nya, maka di kesempatan ini saya tegaskan ke petugas CS bahwa jangan biarkan kami menunggu tanpa kejelasan.

"Saya kasih waktu 1 minggu sampai Senin depan ya mas. Bisa atau tidak CCTV dibuka, hubungi kami. Gak masalah kalau memang butuh waktu lebih lama untuk penyelidikan, tapi setidaknya kami dikabari."

Poinnya di situ. Jangan biarkan nasabah terkatung-katung. Apalagi untuk mendatangi BRI Cabang Ampera butuh waktu, uang dan tenaga. Capek banget kan kalau buat nanyain keberlanjutannya harus ke sana, antre lagi tapi ternyata masih belum dibuka CCTVnya oleh vendor. Komunikasi adalah kunci. 

Uniknya, jika nanti-apapun-hasilnya dari CCTV dan kami sebagai nasabah masih merasa tidak puas, kami harus melapor lagi, membuat laporan ulang untuk menuntut hak kami uang sebesar 1 juta rupiah itu dikembalikan. Yalah, setidaknya dari kejadian ini kami terus berjuang. Layaknya Sdri Vira yang uang 1,6 miliar miliknya lenyap juga di BRI. Soal nominal emang jauh berbeda, tapi soal mencari kebenaran, ya sama saja.

Sementara itu updatean saya hari ini. Semoga, updatean ke-3 nanti urusan ini sudah clear dan endingnya berpihak penuh kepada kami sebagai nasabah. 

UPDATE KE-2, Senin, 4 April 2022

Bisa dibaca di tulisan "Pembuktian CCTV dari Kejadian "Hilangnya" Uang 1 Juta di BRI" ini ya. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun