Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Alih-alih Meminta, Kenapa Perpustakaan Daerah Tidak Membeli Buku Karya Penulis Lokal?

4 Januari 2022   13:39 Diperbarui: 7 Januari 2022   11:53 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Syarat menerbitkan buku secara indie di Penerbit Ellunar. 2 eksemplar jatah untuk Perpusnas dan para penulis mengeluarkan uang pribadinya untuk ini.

Soal ini saya tidak tahu pasti. Saya hanya mendapatkan informasi bahwa Gubernur Sumatra Selatan pernah mengeluarkan surat edaran tahun 2015 lalu tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam yang (kemungkinan besar) sejalan dengan UU No.13 Tahun 2018.

Namun, berhubung saya tidak mengetahui isi pasti dari surat edaran tersebut, maka saya mengambil jalan tengah dengan menganggap bahwa bisa jadi isi surat tersebut baru sebatas imbauan, bukan kewajiban, bagi kami, para penulis untuk menyerahkan karya ke Perpustakaan Daerah, sebab untuk yang Perpustakaan nasional sudah dilakukan oleh pihak penerbit.

PENULIS BUTUH DUKUNGAN DARI PEMERINTAH

Kembali lagi tentang kebijakan pemerintah Norwegia yang membeli buku sebagai bentuk dukungan, jelas, sebagai penulis saya pun memiliki harapan yang sama. Yang tentu saja disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan pemerintah daerah dalam hal ini mungkin Dinas Perpustakaannya.

Saya mau mengambil contoh apa yang sudah dilakukan oleh Perpustakaan Daerah Provinsi Banten yang pernah mengadakan acara bedah buku kawan saya Ade Ubaidil, penulis muda yang baru-baru ini dipercaya mengadaptasi skenario film Yuni menjadi buku.

Awal tahun 2018, Ade pernah diundang untuk bedah buku "Surat yang Berbicara Tentang Masa Lalu" yang diterbitkan oleh Penetbit Basabasi, di Perpustakaan Daerah Provinsi Banten.

Acara bedah buku Ade Ubaidil di Perpusnas Banten. Foto dari akun facebook Ade Ubaidil.
Acara bedah buku Ade Ubaidil di Perpusnas Banten. Foto dari akun facebook Ade Ubaidil.

Tampak muka bahagia 50 peserta pertama yang hadir dan mendapatkan buku Surat yang Berbicara Tentang Masa Lalu karya Ade Ubaidil. 
Tampak muka bahagia 50 peserta pertama yang hadir dan mendapatkan buku Surat yang Berbicara Tentang Masa Lalu karya Ade Ubaidil. 

Tak hanya sekadar mengundang, pihak Perpusda Banten membeli buku tersebut sebanyak 50 eksemplar dan membagikannya ke 50 peserta bedah buku yang lebih dulu datang.

Sebagai penulis dan pembicara, Ade bahkan diberikan honor yang nilainya hampir setara UMR Kota Serang, Banten di tahun 2018. Yang saya tahu kemudian, pemantik diskusi dan bahkan pembawa acaranya pun mendapatkan honor yang pantas.

Mendengar cerita itu jujur saya senang. Sebab, sudah sepatutnya pemerintah daerah --melalui Perpustakaan Daerah misalnya, memberikan apresiasi yang tinggi terhadap penulis lokal. Belum menyamai apa yang dilakukan oleh pemerintahan Norwegia, memang. Tapi, setidaknya apa yang dilakukan Perpusda Banten sudah baik dan keren!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun