Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Ngidang", Tradisi Makan di Acara Pernikahan Palembang yang Makin Langka

24 Juni 2018   15:41 Diperbarui: 24 Juni 2018   21:41 3178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maksimal ada 8 orang dalam satu grup. Ini ditandai dengan jumlah piring dan air mineral yang memang "dijatahi" demikian. Pun jumlah potongan ayam, telur dan pentul (perkedel ayam) yang juga dijatahi sesuai orang yang ada.

Tamu siap ngidang. Terbagi dalam grup kecil. Gambar milik pribadi.
Tamu siap ngidang. Terbagi dalam grup kecil. Gambar milik pribadi.
Untuk saya yang sudah lama tidak merasakan makan dengan cara ini saat kondangan, rasanya luar biasa. Unik sekali dan mengembalikan memori masa kecil saya akan keseruan makan dengan cara seperti itu.

Memang ada kelebihan dan kekurangan dari cara makan seperti ini. Kelebihannya, acara makan terasa lebih guyub. Mau tidak mau, akan saling sapa dengan kawan makan di grup yang sama. Cara makan ini juga terasa lebih "beradab" ketimbang cara makan di hotel berbintang yang kadang tidak disediakan kursi sehingga makan dilakukan dengan cara berdiri.

Dan, seperti yang saya singgung sebelumnya, cara makan seperti ini lumayan sukses untuk meminimalisasi sisa-sisa makanan, soalnya orang tidak akan mengambil nasi dan lauk secara gragasan. Orang bisa makan dengan perlahan dan jika dirasa masih lapar, bisa nambah nasi dan lauk yang tersedia.

Proses distribusi untuk Ngidang. Mesti gercep. Gambar milik pribadi.
Proses distribusi untuk Ngidang. Mesti gercep. Gambar milik pribadi.
Saya sempat melirik ke grup-grup lain tadi. Hampir tidak ada sisa makanan yang berarti. Tidak seperti kondangan di rumah atau gedung yang makanan disajikan dengan cara prasmanan. Biasanya, akan banyak sekali gunungan sisa makanan yang tersisa di piring-piring para tamu.

Kekurangannya, cara ini memang dinilai kurang praktis dan jelas lebih repot karena panitia/tuan rumah, harus terus me-reload hidangan begitu grup-grup sebelumnya selesai makan. Butuh lebih banyak piring yang digunakan untuk mewadahi lauk. Nah, biasanya cara makan seperti ini, tukang cuci piring sudah stand by, jadi begitu selesai, piring langsung dicuci dan dikeringkan untuk digunakan tamu yang lain.

Jika sebagai tamu, sih, saya lebih senang makan dengan cara seperti ini. Namun, jika di posisi tuan rumah, jujur saja, kurang praktis apalagi jika tamu yang diundang ribuan.

Saat membagikan pengalaman kondangan melalui tayangan IG Stories, saya mendapatkan banyak respon yang mayoritas mengapresiasi cara penyajiaan makanan seperti itu. Beberapa diantaranya bahkan menginformasikan bahwa di daerah mereka, ada cara makan yang kurang lebih sama namun istilahnya berbeda.

Dan, rata-rata, ingin merasakan kondangan dan disajikan makan dengan cara seperti itu. Nah, gimana, apakah kamu juga penasaran pingin makan dengan cara ngidang ala Palembang ini?

kompasiana.com
kompasiana.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun