Mohon tunggu...
Oman Salman
Oman Salman Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Surel: salmannewbaru@gmail.com

Sedang belajar memahami anak dan ibunya...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Cerita Ali Sadikin dalam Menyikapi Kritik

5 Mei 2020   15:33 Diperbarui: 5 Mei 2020   16:01 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ali Sadikin adalah gubernur DKI Jakarta tersukses. Ia memimpin ibu kota sejak tahun 1966-1977. Ia dipilih oleh Bung Karno sebab ia memiliki watak yang keras. Bung Karno beralasan bahwa Jakarta butuh pemimpin keras kepala seperti Ali.

Ali membayar kepercayaan Bung Karno dengan segudang prestasi. Ali merubah Jakarta menjadi kota modern. Beberapa peninggalannya adalah Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Taman Impian Jaya Ancol, bahkan tempat orang meninggal pun disiapkannya secara serius.

Terlepas dari segudang prestasinya ia pun tak luput dari kritik. Seperti yang diceritakan oleh Ajip Rosidi dalam bukunya "Mengenang Hidup Orang Lain," terbitan KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) tahun 2010. Waktu itu Ajip merupakan ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 1973-1981. 

Sebagai ketua DKJ waktu itu Ajip sering bertemu dengan Ali Sadikin selaku gubernur. Apalagi Ali Sadikin adalah sosok gubernur yang mencintai kesenian. Ali Sadikin memahami bahwa semua kota beradab di dunia menyediakan anggaran yang besar untuk kesenian dan kebudayaan.

Dalam bukunya disebutkan bahwa sekitar tahun 1970 ada jembatan yang baru dibangun di Jakarta Utara ambruk karena kecerobohan pembangunannya. Kritik dan tuduhan korupsi pun merebak di media. Pejabat yang memimpin proyek itu menjadi sasaran kritik dan tuduhan. Tiba-tiba Ali Sadikin tampil kepada publik bahwa ialah yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Sebagai pemimpin tertinggi dan penanggung jawab tertinggi di Jakarta ia menyatakan bahwa ialah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi di ibu kota. Pengakuan Bang Ali tersebut dimuat secara luas dalam pers.

Namun ada kejadian yang tidak diliput oleh media tapi beredar dari mulut ke mulut. Kejadian tersebut adalah Ali Sadikin memanggil pejabat yang bersangkutan ke kantornya dan menempelengnya.

Dari cerita di atas kita dapat memetik pelajaran bagaimana seorang Ali Sadikin tampil ke publik bahwa ia sebagai pemimpin tertinggi ibu kota adalah orang yang paling bertanggung jawab atas apapun yang terjadi di ibu kota. Ia tidak cuci tangan apalagi menyalahkan media atau orang yang mengkritisi dan menuduh ada korupsi dalam pembangunan proyek jembatan itu. Ali Sadikin tidak antikritik.

Keputusan beliau memanggil dan "menghukum" pejabat bersangkutan juga adalah sebuah sikap yang bertanggung jawab kepada instansi yang ia pimpin. Tak ada kompromi.

Bagaimanakah sikap pemimpin dan pejabat negara kita dalam menyikapi kritikan?

Saat ini sedang viral beberapa nggota DPR saling serang dengan Najwa Shihab terkait unggahan video kritikannya kepada DPR. Beberapa anggota DPR tidak terima dengan kritikan tersebut. Bahkan Arteria Dahlan sampai mengnacam akan membongkar aib Najwa serta memintanya untuk segera meminta maaf atas video unggahannya tersebut.

Sebuah respon yang sangat mengejutkan dan menakutkan. Apa iya harus sampai dibuka aibnya si pengkritik. Menurut hemat saya introspeksi adalah hal yang paling tepat. Sebagai anggota dewan yang dipilih langsung oleh rakyat tentu harus siap menerima kritikan dan masukan dari rakyat sebagai konstituen. Respon yang berlebihan justru menunjukkan kesan bahwa pejabat yang dikritik tak siap dengan kritikan, antikritik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun