Mohon tunggu...
Ahman Sarman
Ahman Sarman Mohon Tunggu... Guru - Penikmat Aksara dan Penyelam Makna

Hobi menulis, mengajar dan membuat konten

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bakat Anak-anak Kita

19 Juni 2022   19:06 Diperbarui: 19 Juni 2022   19:21 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika saya dipercayakan untuk menjadi juri Lomba Festifal Seni Siswa Nasional (FLS2N) tingkat SMP se-Kabupaten Boalemo beberapa tahun silam, saya berharap agar dipercayakan menjadi juri pada lomba menulis cerpen saja. 

Beberapa alasan yang menjadi pertimbangan di antaranya, pertama, sejak tiga tahun terakhir sebelum jadi juri, saya mendalami cerpen, membaca karya cerpenis-cerpenis Indonesia dan cerpen-cerpen dari negara Barat, termasuk Inggris. 

Kedua, ketika hendak menyelesaikan program magister di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) saya menulis tesis dengan memfokuskan penelitian pada kajian intertekstual kumpulan cerpen Indonesia dan kumpulan cerpen Inggris. Sehingga, dengan penelitian itu, banyak pengalaman bahan bacaan berkaitan dengan cerpen. 

Ketiga, ikut terlibat langsung dalam penulisan cerpen yang dimuat dalam media cetak setiap pekan, di antaranya surat kabar Harian Gorontalo Post (edisi Sabtu-Minggu). Dari pengalaman-pengalaman itu, sangat membantu dalam menelusuri jika ada unsur plagiat yang dilakukan oleh peserta lomba.

Tampaknya harapan itu lain dari kenyataan. Saya dipercayakan untuk menjadi juri lomba cipta syair, cipta pantun, cipta puisi dan baca puisi. 

Maka dari itu, saya harus kerja ekstra untuk menambah pengetahuan tentang bentuk-bentuk syair dari berbagai daerah, pantun dari berbagai bentuk, membaca puisi-puisi penyair ternama tanah air, dan lain sebagainya, termasuk menonton video pembacaan puisi yang dilakukan oleh penyair terkenal seperti W.S. Rendra, Taufik Ismail, Sutardji Calzoum Bachri, Sapardi Djoko Damono, dan Amir Hamzah secara berulang-ulang. 

Mereka-mereka itu bukan saja hanya sebagai penulis puisi tetapi mereka juga membacakan puisinya dalam berbagai ajang kegiatan, baik tingkat nasional maupun internasional. 

Hal itu saya lakukan untuk menambah pengetahuan dunia tentang pembacaan puisi yang dilakukan langsung oleh penyairnya di hadapan khalayak. Selain itu, dapat dijadikan bahan komparasi antara pembacaan puisi yang dilakukan oleh penyairnya dengan pembacaan puisi yang dilakukan oleh peserta lomba. 

Singkat kalimat, pembacaan puisi yang dilakukan langsung oleh penyairnya akan sulit bila ditiru oleh peserta lomba. 

Rasa pesimis sekaligus berhipotesis, sebab saya yakin para peserta lomba tidak banyak menyukai pembacaan puisi, selain ajang lomba pembacaan puisi baru pertama kali dilakukan di tingkatan sekolah menengah pertama secara nasional, faktor lain pula turut berpengaruh di antaranya anak-anak belum menemukan peniruan yang tepat karena pembacaan puisi tidak seperti menyanyikan lagu. 

Kalau menyanyikan lagu banyak sumber yang bisa dijadikan pengalaman tambahan, misalnya menonton acara-acara live di televisi seperti D'Akademia Indosiar, Indonesian Idol, KDI, dan lain sebagainya. Banyak media yang menyediakan itu, sehingga kapan saja bisa belajar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun