Mohon tunggu...
Olivia Armasi
Olivia Armasi Mohon Tunggu... Mengurus Rumah Tangga -

Peduli politik itu peduli terhadap sesama..... Nulis itu sulit, merangkai kata itu susah.... Mantan pelajar yang sedang belajar membaca, belajar komentar & belajar menulis..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilgub DKI, Parpol Harus Memilih “Jenang” Atau “Jeneng”

24 September 2016   08:43 Diperbarui: 27 September 2016   12:29 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
oliviaarmasi.blogspot.co.id

Milih Jenang apa jeneng, adalah pepatah jawa tentang pilihan sikap hidup. Jenang adalah kue seperti dodol sebagai perlambang sikap dan tujuan hidup pragmatis mendapatkan harta dan tahta dengan cara apapun. Sedangkan Jeneng artinya nama. Filosofinya adalah sikap hidup meraih kehormatan dan nama baik.  

Disaat parpol-parpol di Indonesia belum dapat mencapai tataran ideal seperti yang diharapkan, Pilgub DKI 2017 adalah showcase bagi parpol untuk dinilai masyarakat secara obyektif. Parpol mana yang memiliki komitmen tulus melakukan perbaikan, memperjuangkan aspirasi rakyat dan partai mana saja yang egois, ambisius, pragmatis dan transaksional.

Menjelang Pilgub DKI, PDIP melakukan eksperimen politik. Salah satunya membiarkan kader-kadernya seperti Junimart Girsang, Adian Napitupulu, Masinton, Bambang DH, dan lain lain bermanuver. Hal ini bagian dari strategi mem-PHP dan mengacau konsolidasi partai lawan politik serta untuk melihat seberapa besar dukungan riil masyarakat dan kader-kadernya terhadap figur Basuki Tjahaja Purnama (BTP).

Dengan berbagai pertimbangan dan kalkulasi, disimpulkan bahwa disamping dukungan 1 juta KTP untuk Ahok riil bukan abal-abal dan ternyata grassroot kader PDIP berbeda keinginan dengan sebagian elit-elitnya. Akhirnya, PDIP mengusung petahana bersama Golkar, Nasdem dan Hanura. 

Keputusan tersebut menunjukkan para ketua-ketua parpol menggunakan kekuasaannya dengan benar dan bijak. Mereka menyadari fungsi parpol sejatinya adalah bukan alat untuk memuaskan dirinya sendiri dan kadernya tapi lebih dari itu parpol adalah wahana aspirasi rakyat sebagai pemilik suara.

Mengusung Ahok bukan tanpa konsekuensi bagi parpol pengusung. Yang pasti keberadaan Ahok di balaikota merugikan kepentingan pragmatis elit-elitnya. Fakta, pertama, Pilihan sikap Ahok taat Konstitusi bukan konstituen tanpa kompromi, maka bagi parpol tidak akan mendapatkan keuntungan secara materi. Kedua, kebijakan Ahok seperti UMP yang tinggi, kontribusi tambahan dan lain-lain bagi para taipan pengembang serta pengusaha besar dirasakan mengurangi keuntungan dan pundi-pundi mereka. Walaupun Ahok telah berusaha adil tidak menerima suap. Otomatis dukungan para taipan kepada parpol-parpol pengusung Ahok berkurang. Ketiga, parpol-parpol pengusung Ahok siap dimusuhi gerombolan intoleran yang meyakini kehendak mereka adalah instruksi dari langit. Dimusuhi preman-preman, oknum birokrat, oknum pengusaha hingga oknum rakyat.

Kesamaan visi, misi dan motivasi dalam Pilgub DKI, PDIP bersama Golkar, Nasdem dan Hanura lebih memilih nama baik dan kehormatan “POLITIK JENENG” yang merupakan investasi politik jangka menengah dan panjang. Tidak pragmatis, tidak transaksional dan mengedepankan keinginan rakyat daripada segelintir elit-elitnya.

Bagaimana dengan Demokrat, PKB, PPP, PAN dan Gerindra, PKS?

oliviaarmasi.blogspot.co.id
oliviaarmasi.blogspot.co.id
Demokrat bersama PKB, PAN dan PPP memutuskan pasangan Agus Harimurti dan Sylviana Murni. Banyak kompasianer yang telah menganalisa dan menuliskan opininya. Sebagian besar menyimpulkan Agus pensiun dini hanya untuk memuaskan ambisi SBY.

Figur Sylviana PNS yang mantan anggota DPR Golkar era orde baru dipasang sebagai cawagub hanya dimanfaatkan pengalaman birokrasinya untuk menutupi kekurangan Agus. Diharapkan, seandainya pasangan ini terpilih, wagub tidak akan membahayakan secara politik. Dibalik sikap politik PKB, PAN dan PPP tidak jauh dari kepentingan pragmatis jangka pendek, siapa dapat apa.

Yang menjadi pertanyaan dan disayangkan banyak pihak, apa yang sebenarnya ada di benak SBY? Mengapa harus mengorbankan karir anaknya. Sebagai anak mantan presiden dan segudang prestasi akademis, semestinya Agus kelak lebih tepat menjadi salah satu Jenderal terbaik dan smart yang dimiliki Indonesia di masa depan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun