Mohon tunggu...
Olivia Armasi
Olivia Armasi Mohon Tunggu... Mengurus Rumah Tangga -

Peduli politik itu peduli terhadap sesama..... Nulis itu sulit, merangkai kata itu susah.... Mantan pelajar yang sedang belajar membaca, belajar komentar & belajar menulis..

Selanjutnya

Tutup

Politik

PDIP, Minoritas yang Tidak Tahu Diri

13 Januari 2016   10:37 Diperbarui: 14 Januari 2016   00:37 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Perolehan suara PDIP tahun 2009 adalah 14,600,091 (14.03%) dan di tahun 2014 adalah 23.681.471 (18,95 persen) terjadi kenaikan 9 juta suara. Peningkatan yang tidak bisa dikatakan sedikit. Faktor terbesar yang paling signifikan penyebab kenaikan tersebut, diakui atau tidak karena faktor Jokowi Effect.

Kampanye Pileg 2014, Jokowi dijadikan Brand Ambassador PDIP. Kata Megawati, "Sekarang sudah saya memberikan apa yang diharapkan masyarakat. Saya sudah menetapkan Jokowi sebagai calon presiden, Si kerempeng bertenaga banteng”. Megawati & PDIP sadar nama besar Jokowi-lah yang bisa membantu dan menentukan PDIP meraih kemenangan. Karena darah biru Soekarno sudah tidak lagi layak dijual. Seandainya Pileg 2014 PDIP tidak memiliki Jokowi secara teoritis Partai Golkar lah pemenangnya.

Penduduk Indonesia 255 juta jiwa, suara PDIP 23 juta berarti kurang dari 10% jumlah penduduk. Jumlah suara pemilih Jokowi JK 70.997.833 jiwa atau 3 kali lipat jumlah perolehan suara PDIP. Di DPR kursi PDIP hanya 19,5%. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, dibandingkan dengan perolehan suara Jokowi-JK dan kursi di parlemen, PDIP itu minoritas.

Baru setahun perjalanan Jokowi-JK, PDIP lupa diri, kacang lupa kulitnya, tidak mawas diri, tidak instropeksi diri, tidak bercermin diri dan maaf tidak tahu diri.

Seandainya Pilpres 2014 yang nyapres adalah Mega-RR atau Puan-RR atau Mega+Puan+Prananda+Rizal Ramli maju bareng-bareng sekalipun tidak akan mungkin menang melawan Prabowo Subiyanto. Jika Mega nyapres, apakah mungkin masyarakat begitu antusias dengan sukarela menyumbang biaya kampanye hingga mencapai Rp. 200 milyar lebih?   

Minoritas yang tak tahu diuntung

Teks Pidato Megawati pada Rakernas PDIP kemarin menunjukkan keangkuhan yang luar biasa. Seolah-olah PDIP-lah pemilik saham terbesar atas negeri ini. Dalam pidato Megawati tersebut tidak ada apresiasi sedikitpun atas kerja keras dan pencapaian prestasi Jokowi selama 1 (satu) tahun. Padahal arah kebijakan Jokowi dalam rangka mewujudkan Trisakti Bung Karno 1963 sudah tepat. Pertama, Berdaulat secara politik : implementasinya pemberantasan illegal fishing, hukuman mati penjahat narkoba internasional (Kementrian Maritim, TNI AL, BNN, Kepolisian). Tidak takut dan tidak minder diintervensi negara lain. Kedua, Berdaulat secara ekonomi : Percepatan pembangunan infrastruktur secara bersamaan Jalan, Waduk, irigasi, Bandara, Rel Kereta api, pemberantasan illegal fishing (Kementrian PU, Perhubungan, TNI AD, TNI AL, BUMN, Maritim) yang kesemuanya bermuara kemandirian ekonomi bangsa. Ketiga. Berkepribadian secara sosial budaya : Salah satunya Revolusi Mental (Menko Pembangunan Manusia & Kebudayaan???). Mestinya jika Megawati/PDIP obyektif dalam melakukan penilaian kinerja Jokowi-JK. Yang layak untuk dikritisi dengan keras justru implementasi dari Revolusi Mental dibawah koordinasi Puan Maharani.  

Namum apa lacur, yang didapatkan Jokowi dalam pidato Megawati di Rakernas PDIP justru kritikan tak berdasar, tendensius serta intimidasi bahwa PDIP punya power konstitusional di DPR. Dan secara terbuka Megawati mendukung dibentuknya Pansus Pelindo II.

Megawati lupa, PDIP tidak mempunyai satupun pimpinan di DPR. Artinya PDIP tidak punya kemampuan melakukan komunikasi politik untuk membangun koalisi yang kuat. Megawati lupa, PDIP partai pemenang tapi minoritas. Bagaimanapun KMP mempunyai representasi di Pemerintahan Jokowi. Wapres, Menkopolhukam dari golkar, menteri agama dari PPP. Emang mudah memakzulkan Presiden? Seandainyapun presiden bisa dimakzulkan bukannya Wapres yang jadi Presiden? Terus PDIP dapet apa?    

PDIP lupa, bahwa loyalitas Jokowi terhadap Partai secara konsisten ditunjukkan Jokowi dalam setiap tindakan serta perilakunya. Baik sebelum Pilpres maupun setelah dilantik menjadi Presiden. Sebelum Pilpres, seandainya Jokowi adalah seorang politisi culas yang menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan. Dengan popularitas, elektabilitas serta bergaining politik yang begitu tinggi bukannya sangat mudah Jokowi bergabung dengan Partai manapun yang akan menerimannya dengan senang hati. Setelah dilantik menjadi Presiden, loyalitas Jokowipun konsisten ditunjukkan selalu menjaga nama baik PDIP tidak seperti presiden-presiden sebelumnya. Ada presiden yang suka jual aset negara imbasnya nama partainyapun jadi buruk. Pemilu berikutnyapun kalah. Ada presiden yang peragu dan lamban tidak tegas membiarkan anak buahnya korupsi di ESDM & BUMN partainyapun akhirnya terpuruk.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun