Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bahagia ala Orang Nordic

14 Agustus 2021   15:51 Diperbarui: 15 Agustus 2021   11:45 1774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar aktivitas bersepeda di Denmark (Unsplash/ Febiyan)


Menurut The World Happiness Report atau Indeks Kebahagiaan Dunia yang dikeluarkan oleh United Nations, Finlandia adalah negara yang memiliki penduduk paling bahagia sedunia. 

Semenjak dirilis pada tahun 2012, negara-negara Nordic (negara-negara Eropa yang terletak di wilayah Utara Eropa dan Atlantik), seperti Denmark, Finlandia, Swedia, Norwegia, dan Islandia, hampir selalu masuk dalam daftar 5 besar atau 10 besar negara-negara paling bahagia di dunia.

Hal yang menarik adalah negara-negara tersebut sebenarnya bukanlah negara terkaya di dunia, meski memang masuk dalam kategori negara makmur. 

Amerika Serikat bisa dibilang memiliki pendapatan lebih besar daripada negara-negara ini, tetapi masyarakatnya ternyata tidak lebih bahagia. 

Dalam posisi 5 bahkan 10 teratas, Amerika Serikat tidak tercantum masuk dalam daftar. Peringkat pertama ditempati oleh Finlandia, disusul oleh Denmark, Swiss, Islandia, dan Belanda. 

Urutan selebihnya diisi kebanyakan oleh negara-negara Eropa. Kecuali Swiss yang merupakan salah satu negara dengan penduduk yang memiliki penghasilan besar di dunia, daftar peringkat ini menjadi indikasi kuat bahwa materi atau kemakmuran melimpah secara ekonomi bukan penentu segalanya dalam kebahagiaan.

Sebelum mengulik hal ini secara lebih mendalam, mari pertama-tama kita ketahui dulu apa definisi dari kebahagiaan.

Menurut KBBI, bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram, atau (perasaan) beruntung atau berbahagia. 

Definisi lain yang bisa menggambarkan kebahagiaan adalah perasaan puas, cukup (content), nyaman, atau senang dengan keadaan atau kondisi yang dimiliki, dan sifatnya cenderung tetap, atau tidak mudah berubah.

Berdasarkan definisi tersebut, maka kita bisa menyimpulkan bahwa orang-orang Nordic merasa puas, senang, nyaman, tenteram, beruntung, dan cukup dengan kondisi yang mereka miliki sebagai penduduk yang tinggal di negara-negara Nordic.

Apa yang menyebabkan mereka merasa demikian?

GDP (Produk Domestic Bruto, atau jumlah produksi baik barang atau jasa yang telah dihasilkan oleh unit produksi di suatu daerah pada saat tertentu) per kapita, tingkat harapan hidup, kebebasan untuk memilih (gaya hidup), dukungan sosial, kemurahan hati, ketiadaan korupsi, adalah hal-hal yang dilihat UN ketika menentukan indeks kebahagiaan ini. 

Namun, selain hal-hal yang bisa diukur, ada pula nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat Nordic, yang membuat mereka merasa content atau puas dengan kondisi yang mereka miliki. 

Dalam konteks ini, hal-hal yang bersifat esensial atau basic needs, kesejahteraan dan keadilan sosial, psikologis, dan spiritual atau rohani adalah nilai-nilai yang terus dibangun dan menjadi sistem nilai yang dipandang berharga.

Patut dicatat, orang-orang Nordic tidak memiliki "Nordic dream" atau "European dream" seperti halnya American dream yang dikejar-kejar setengah mati oleh warga Amerika. Apa sih American dream itu?

American dream adalah etos nasional warga Amerika (asli maupun pendatang) yang dipandang sebagai tujuan ideal, di mana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi lebih makmur, lebih kaya, dan sukses dengan bekerja keras.

American dream sendiri sesungguhnya berangkat dari tujuan dan niat yang baik. Idealisme ini mengajarkan bahwa sukses dan kemakmuran adalah milik mereka yang bekerja dan berjuang keras untuk mencapainya, terlepas dari gender, ras, atau latar belakang sosial apa pun yang dimiliki. 

Wacana ini pada awalnya dibuat sebagai cara untuk menghindari sistem yang terbangun di Eropa, di mana (dulu) hanya kaum bangsawan atau aristokrat saja yang memiliki akses lebih untuk mencapai kesejahteraan.

Sayang dalam perjalanannya, American dream ini malah semakin dipertanyakan dengan realitas yang justru berkebalikan dari tujuan. 

Ada jurang yang makin besar antara yang kaya dengan yang miskin dalam komunitas di Amerika Serikat. Ternyata, tidak semua orang bisa meraih kesempatan yang sama untuk meraih kesejahteraan. 

Kapitalisme yang mengemuka di Amerika justru menjadi penghalang bagi tercapainya mimpi ini. Sebab, dalam kapitalisme, pemilik modal terbesarlah yang menang dan dapat meraih akses lebih besar guna mendatangkan keuntungan. 

Slogan "siapa kuat, dia menang" berlaku di sini, bahkan dalam satuan individu. 

Tak heran jika dalam sistem kapitalisme, individu bisa memiliki akses dan kontrol besar atas sumber daya, bahkan di atas negara. 

Sistem di Eropa yang lebih bersifat sosialis dan humanis justru terbukti lebih mampu mendatangkan kesejahteraan yang merata pada masyarakatnya.

Selain itu, agak berbeda dengan warga Amerika dan Asia yang memandang materi (dan kasta sosial) sebagai hal yang penting, orang-orang Eropa tidak memandang materi sebagai faktor utama dan satu-satunya yang menopang dan mendatangkan kebahagiaan. 

Menurut mereka, keseimbangan dalam melakukan dan memenuhi berbagai wilayah dan kebutuhan hidup menjadi kata kunci untuk meraih kebahagiaan. 

Nah, inilah yang saya sebutkan sebelumnya sebagai hal-hal yang dibangun dan menjadi sistem nilai yang penting dalam kehidupan mereka. 

Selain materi, ada hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian dan dikembangkan dalam hidup agar seseorang merasa content.

Relasi keluarga dan sosial, kesejahteraan komunitas, kesehatan mental dan jasmani, kepedulian pada sesama dan lingkungan, aktualisasi dan pengembangan diri, kelestarian alam dan lingkungan, sistem pemerintahan yang dapat dipercaya dan tidak korup adalah hal-hal yang menjadi syarat demi terciptanya kesejahteraan individu dan masyarakat. 

Teorinya, jika kebahagiaan individu sudah tercapai secara luas, maka kesejahteraan bersama akan lebih mudah tercapai. Sebaliknya, kesejahteraan bersama juga menjadi faktor penting bagi terciptanya kebahagiaan individu.

Mari kita lihat pada bagaimana orang-orang Nordic memandang penting keseimbangan hal-hal dalam hidup itu tampak dari jam kerja atau jam sekolah mereka. 

Jam kerja rata-rata pekerja di Denmark, misalnya, hanya sekitar 32.35 dalam satu minggu. Artinya rata-rata jam kerja yang mereka habiskan adalah 6 jam dalam satu hari. 

Sementara, di Amerika dan Jepang, rata-rata orang bekerja 8-9 jam per/hari, atau sekitar 40 jam/minggu. 

Jam pelajaran sekolah di Finlandia (yang konon memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia) juga hanya sekitar 4-5 jam/hari, jauh lebih pendek dibanding rata2 jam belajar sekolah di negara-negara lain yang rata-rata berkisar antara 6-7 jam/hari. 

Waktu kerja atau belajar yang lebih pendek bagi masyarakat Nordic ini dipandang sangat efektif, sebab menyediakan waktu yang lebih banyak untuk melakukan aktivitas lainnya selain belajar dan bekerja. 

Hidup menjadi seimbang karena tidak hanya dihabiskan untuk bekerja, bekerja, dan bekerja, atau belajar dan belajar. 

Selain bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka bisa melakukan berbagai aktivitas yang bermakna dan menyenangkan, seperti menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman, menekuni hobi atau passion, berkomunitas, berolahraga, menikmati alam, mengembangkan relasi dan aktivitas sosial, dsb. Dan, kesempatan tersebut disediakan oleh negara melalui sistem yang berlaku dan dijalankan.

Pada sisi lain, terdapat pula kondisi-kondisi yang sangat berperan dalam mendorong kesejahteraan hidup di negara-negara Eropa. 

Hal-hal itu misalnya, beberapa negara Eropa memberi hak cuti berbayar kepada para pekerjanya yang dapat digunakan untuk berlibur, cuti berbayar kepada ibu dan ayah baru setelah kelahiran anak (masing-masing 9 bulan dan 3 bulan).

Tunjangan kesehatan dan pendidikan gratis, tunjangan pengangguran, jaminan pelatihan dan kesempatan kerja, serta berbagai fasilitas dan kesempatan yang diberikan oleh negara untuk memberi kesejahteraan dan kesempatan hidup yang lebih baik kepada warganya. 

Dengan kesejahteraan yang baik, tingkat kriminalitas menjadi rendah, sehingga keamanan masyarakat pun semakin terjamin. 

Uang pajak tinggi yang dikenakan pada masyarakat, pada sisi lain digunakan sebaik-baiknya untuk mendukung berbagai sistem dan kebijakan guna mendatangkan kesejahteraan umum. 

Ini menjadi indikasi minimnya kebocoran anggaran atau tindak korupsi di negara-negara tersebut. Masyarakat pun memiliki kepercayaan penuh kepada pemerintah atau pihak yang berkuasa, sehingga pemerintahan dapat berjalan dengan baik. 

Dari sana kita bisa melihat bahwa semua sistem berjalan dan saling mendukung dengan baik sehingga mendatangkan kepuasan bagi individu dan masyarakat pada sistem politik dan kenegaraan. 

Pers dan berpendapat pun dijamin kebebasannya, sehingga tidak ada pihak yang merasa dibungkam atau ditindas kebebasannya. 

Jika sudah begini, siapa yang tidak happy menjadi penduduk di dalam negara dengan sistem yang sudah berjalan sedemikian baik dan people friendly semacam itu?

Pada sisi lain, tidak bisa dinafikan bahwa jumlah penduduk, luas wilayah, serta sumber daya alam menjadi faktor yang berperan signifikan dalam kesejahteraan suatu negara. 

Namun, nilai-nilai sosial, humanisme, dan kesetaraan yang mengemuka dimiliki oleh masyarakat Eropa juga berperan besar dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakatnya. 

Sebaliknya, nilai-nilai itu kurang berjalan atau dibangun di negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, Rusia, India, Cina, Singapura, atau bahkan di negara-negara kaya penghasil minyak di Timur Tengah. Mengapa? 

Sebab, selain bertentangan, kapitalisme, komunisme, atau berbagai tradisi, norma, budaya, serta sistem masyarakat yang mengekang atau tidak mendukung kesetaraan dan kebebasan individu menjadi penghalang bagi terbangunnya semangat sosial, humanisme, kesetaraan.

Kita tentu sepakat, bahwa kita tidak bisa menjadi masyarakat yang puas dan bahagia di suatu negara, bila masih terjadi banyak kemiskinan, ketimpangan sosial, kriminalitas, pelecehan, penindasan, pengekangan, korupsi, ketidakadilan, dan ketidakberdayaan hukum, sebagai akibat dari sistem yang berjalan dan dijalankan negara.

Tentu, jika ditelusuri lebih jauh, isu kebahagiaan ini dapat menjadi hal yang kompleks dan bersifat relatif jika dipandang dari berbagai sisi. 

Kita belum lagi berbicara dari sisi agama atau religiositas, yang memiliki pandangan berbeda-beda dalam persoalan kebahagiaan. 

Namun, sebagai cara untuk mengetahui bagaimana suatu komunitas atau masyarakat bisa menjadi bahagia, melihat kondisi dari negara-negara yang masuk peringkat atas dalam indeks kebahagiaan merupakan langkah awal yang tepat.

Masuk dalam daftar peringkat atas indeks kebahagiaan mungkin merupakan impian yang masih jauh untuk dicapai negara kita. 

Namun, sebagai pribadi, kita bisa menerapkan nilai-nilai yang yang dianut oleh masyarakat Nordic dan Eropa dalam memandang kebahagiaan, yaitu berorientasi pada pencapaian dan pemenuhan berbagai aspek hidup secara seimbang dengan berlandaskan keadilan sosial, kepedulian, dan kesetaraan.

Pada akhirnya, memang bukan banyaknya materi yang membuat kita berbahagia dan merasa puas, melainkan kemampuan untuk melakukan dan meraih hal-hal bermakna dan bermanfaat dalam hidup. 

Itulah yang disadari dan sudah dicapai oleh masyarakat Nordic. Itulah yang membuat mereka selama bertahun-tahun ditandai sebagai orang-orang paling berbahagia di muka bumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun