Mohon tunggu...
Oktafiana Fadilatul Khoiroh
Oktafiana Fadilatul Khoiroh Mohon Tunggu... S1 Pendidikan IPA Universitas Negeri Malang

Seorang Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hiruk Pikuk Hidup di Tengah Kota: Menelisik Dampak Fisika dari Suara Sound Horeg pada Kehidupan Sehari-hari

14 Oktober 2025   16:36 Diperbarui: 14 Oktober 2025   19:29 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi pribadi

Suara keras dari sound system (sound horeg) sering kali menjadi ciri khas acara hajatan, konser, atau kampanye di lingkungan masyarakat. Dentuman bass yang menggetarkan udara dan dinding rumah kadang dianggap hiburan semata. Suara menggelegar dari speaker besar sering kali dianggap hiburan semata oleh warga setempat yang mana tanpa disadari gelombang suara berintensitas tinggi tersebut membawa dampak nyata bagi kesehatan manusia dan lingkungan sekitar. Namun, di balik itu, terdapat fenomena fisika gelombang bunyi yang sesungguhnya membawa dampak serius terhadap kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Fenomena tersebut semakin marak di kawasan padat penduduk yang di mana getaran dan kebisingan yang ditimbulkan seringkali menimbulkan keluhan warga mulai dari gangguan tidur hingga stres.

Bunyi dari speaker besar tidak hanya terdengar oleh manusia, tetapi juga menyebar ke seluruh lingkungan melalui rambatan udara. Karena sifatnya sebagai gelombang longitudinal, suara bisa menyebabkan getaran partikel udara maju--mundur dengan cepat dan menghasilkan tekanan bunyi tinggi. Hubungan bunyi antara kecepatan, panjang gelombang, dan frekuensi dapat dijelaskan dengan rumus:

Sumber: Giancoli, 2014
Sumber: Giancoli, 2014

dengan:

v = kecepatan rambat bunyi (m/s),

lambda = panjang gelombang (m),

f = frekuensi (Hz).

Yang mana semakin tinggi frekuensi atau semakin besar amplitudo gelombang bunyi, maka energi yang dibawa oleh gelombang tersebut juga semakin besar. Inilah sebabnya sound horeg dengan daya besar bisa terasa "menggetarkan dada" bahkan dari jarak puluhan meter. Fenomena pantulan dan interferensi bunyi juga dapat menyebabkan gema (echo) dan peningkatan intensitas suara di area tertentu, tergantung pada kondisi bangunan dan lingkungan sekitar.

Menurut pendekatan fisika, intensitas bunyi diukur dalam satuan desibel (dB). Telinga manusia mulai merasa tidak nyaman pada intensitas sekitar 85 dB, dan dapat merusak pendengaran jika terpapar lebih dari 100 dB dalam waktu lama. Sound horeg sering kali mencapai 100--120 dB yang setara dengan suara mesin jet dari jarak dekat.

Beberapa dampak nyata dalam pendekatan biopsikososial yaitu:

- Fisiologis: kerusakan sel rambut halus di telinga dalam, menyebabkan gangguan pendengaran permanen.

- Psikologis: meningkatkan stres, gangguan tidur, dan konsentrasi.

- Lingkungan: getaran suara dapat mempengaruhi perilaku hewan peliharaan dan satwa sekitar.

Secara energi, intensitas bunyi berbanding lurus dengan kuadrat amplitudo getaran (I A), artinya sedikit peningkatan amplitudo bisa melipatgandakan kekuatan suara yang terdengar.

Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak kebisingan dari sound horeg:

1. Pengaturan batas desibel dalam kegiatan publik dan penerapan jam operasi maksimal.

2. Menggunakan peredam suara (soundproofing) di area acara agar energi bunyi tidak menyebar luas.

3. Meningkatkan kesadaran masyarakat melalui edukasi bahwa bunyi keras bukan satu-satunya ukuran hiburan.

4. Penerapan teknologi audio cerdas, misalnya sistem auto limiter yang otomatis menurunkan volume bila melebihi ambang batas aman.

Berikut contoh gambar ilustrasi fenomena fisika gelombang bunyi dari speaker.

Sumber: Google
Sumber: Google

Sumber: Giancoli, 2014
Sumber: Giancoli, 2014

(Gelombang longitudinal dari speaker menunjukkan perambatan bunyi dalam medium udara dengan tekanan rapat--renggang)

Bunyi memang penting dalam kehidupan sosial dan hiburan, tetapi jika tidak dikendalikan, ia bisa menjadi polusi suara yang mengganggu kesehatan dan keseimbangan lingkungan. Dengan memahami hukum fisika di balik suara, kita dapat lebih bijak dalam menggunakan teknologi audio agar tetap ramah bagi telinga dan bumi kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun