GELOMBANG aksi demonstrasi di Jakarta yang menuntut DPR dibubarkan, sekaligus duka atas meninggalnya Affan Kurniawan seorang driver ojek online harus dibaca dengan serius oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang. Peristiwa ini bukan sekadar keributan politik di ibu kota, melainkan cermin kemarahan rakyat yang semakin mendalam, dan gema amarah itu juga sampai ke daerah.
Tuntutan agar DPR dibubarkan adalah ekspresi paling ekstrem dari hilangnya kepercayaan rakyat terhadap lembaga wakilnya. Ketika rakyat merasa aspirasi mereka tidak pernah benar-benar diperjuangkan, maka mereka mencari jalan lain untuk meluapkan frustrasi. Itulah bahasa perlawanan: keras, tegas, dan mengguncang.
Di tengah situasi itu, kabar duka meninggalnya Affan Kurniawan bukan sekadar kehilangan pribadi bagi keluarga, melainkan simbol betapa perjuangan rakyat kecil seringkali dibayar mahal. Nyawa seorang anak bangsa melayang di tengah hiruk-pikuk perjuangan, mempertegas bahwa suara rakyat benar-benar sedang dipertaruhkan.
Pemerintah Kabupaten Tangerang tidak bisa berpura-pura bahwa masalah ini hanya urusan pusat. Ketidakpuasan terhadap DPR, terhadap pemerintah, terhadap kondisi sosial-ekonomi, juga lahir dari akar masalah di daerah. Dari pungutan liar di pasar, ketidakadilan pelayanan publik, sulitnya mencari kerja, hingga kesenjangan pembangunan antarwilayah---semua itu menyumbang api dalam gelombang kemarahan rakyat.
Amarah rakyat harus dipahami sebagai alarm, bukan sebagai ancaman yang harus dipadamkan dengan kekerasan. Jika dibiarkan, kemarahan ini bisa menjelma menjadi krisis kepercayaan yang jauh lebih dalam, bahkan menggerus legitimasi pemerintah daerah. Jangan sampai Kabupaten Tangerang hanya sibuk dengan pencitraan, sementara denyut aspirasi rakyat diabaikan.
Meninggalnya Affan harus menjadi refleksi moral. Bahwa ada rakyat kecil yang rela ikut menyuarakan keresahan, tetapi justru meregang nyawa dalam prosesnya. Pemerintah Kabupaten Tangerang seharusnya hadir, memberikan penghormatan, serta menjadikan peristiwa ini sebagai pengingat: jangan tunggu rakyat marah sampai kehilangan harapan dan nyawa.
Hari ini rakyat sudah memberi pesan yang sangat jelas: jangan gagal pahami amarah rakyat. Jangan buta, jangan tuli, jangan larut dalam kenyamanan birokrasi. Ingatlah, dari Jakarta hingga Tangerang, suara rakyat semakin lantang. Jika pemerintah tidak segera berubah, bukan tidak mungkin gelombang kemarahan itu akan membesar dan mengguncang hingga ke daerah.
Penulis: Ari Sudrajat, Aktivis Muda pendiri Benteng Rakyat Tangerang (BENTANG).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI