HUT Ke-80Â Republik Indonesia bukan sekadar seremoni tahunan dengan bendera, lomba tujuhbelasan, atau pesta kembang api. Bagi saya, seorang anak muda, perayaan ini adalah panggilan sejarah: apakah kemerdekaan benar-benar dirasakan rakyat di tingkat bawah, atau hanya sebatas jargon elit penguasa.
Kabupaten Tangerang adalah wilayah dengan sejarah panjang perjuangan rakyat, dari masa kolonial hingga reformasi. Namun, di usia 80 tahun Indonesia merdeka, kita masih menyaksikan wajah paradoks: di satu sisi pembangunan masif digencarkan, tetapi di sisi lain rakyat kecil, khususnya pedagang, petani, dan buruh, masih terpinggirkan. Kemerdekaan seharusnya menghadirkan rasa adil, aman, dan sejahtera, bukan malah menambah beban hidup rakyat.
Makna kemerdekaan bagi saya adalah kedaulatan rakyat. Artinya, setiap kebijakan di Kabupaten Tangerang harus berpihak pada kebutuhan warga, bukan pada kepentingan investor semata. Lihatlah problem klasik: revitalisasi pasar yang sering berujung pada penggusuran PKL, pembangunan kawasan industri yang tak jarang merampas lahan warga, hingga pelayanan publik yang lamban. Semua ini menjadi cermin bahwa semangat kemerdekaan belum utuh hadir di bumi Jawara.
HUT ke-80 RI harus menjadi momentum perlawanan rakyat terhadap ketidakadilan. Anak muda Tangerang tidak boleh apatis, apalagi sekadar menjadi penonton. Kita adalah generasi yang harus mengawal demokrasi, mengkritisi kebijakan yang merugikan rakyat, dan mengorganisir kekuatan masyarakat agar tidak terpinggirkan. Sejarah mengajarkan, kemerdekaan tidak pernah datang dari pemberian, melainkan dari perjuangan yang tak kenal henti.
Benteng Rakyat Tangerang lahir dari kesadaran itu: membangun wadah perlawanan sipil, mengingatkan pemerintah daerah bahwa rakyatlah pemilik kedaulatan. Maka, HUT ke-80 RI saya maknai bukan sebagai pesta, melainkan sebagai janji yang harus terus ditagih: janji menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, termasuk bagi masyarakat Kabupaten Tangerang.
Kemerdekaan akan benar-benar terasa ketika pasar tidak lagi menjadi ruang penindasan pedagang kecil, ketika buruh dihormati hak-haknya, ketika petani tidak kehilangan lahannya, dan ketika pelayanan publik hadir tanpa diskriminasi. Itulah makna merdeka bagi rakyat.
Penulis : Ari Sudrajat, Aktivis Muda, Pendiri Benteng Rakyat Tangerang (BENTANG).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI