Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mission Impossible Tim Garuda Muda di Final AFF 2020

30 Desember 2021   08:54 Diperbarui: 30 Desember 2021   09:14 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam konfrensi Pers seusai laga Indonesia vs Thailand leg 1, Shin Tae yong mengungkapkan dua faktor yang menjadi penyebab Indonesia dibantai 4-0 oleh Thailand. Faktor pertama adalah gol cepat yang dilesakkan oleh Chanatip Songkrasin ketika pertandingan baru saja berjalan 2 menit. Faktor kedua, banyak pemain yang baru pertama kali bermain di final, sehingga gagap dalam meladeni permainan cepat yang ditawarkan oleh pemain-pemain Thailand.

Shin Tae yong memang harus mencari kambing hitam untuk kekalahan tim-nya. Itu sah-sah saja. Namun pertanyaannya, mengapa pemain-pemain minim pengalaman itu harus jadi stater untuk pertandingan sepenting ini? Saya melihat bahwa gol cepat yang tercipta sebenarnya karena kesalahan STY dalam memilih pemain stater ini. Pemain-pemain berpengalaman seperti Evan Dimas dan EMV disimpan di bangku cadangan. Ketika mereka dimainkan di babak kedua, mental tim sudah terlanjur ambruk.

Pertahanan belakang kita juga seperti tidak siap ketika ada serangan balik yang membahayakan. Melihat reaksi dari Nadeo, kita sudah bisa menerka bahwa ada miskomunikasi di antara para pemain belakang. Kelemahan mereka sangat terlihat ketika membiarkan para penyerang Thailand memainkan bola di dalam kotak 16. Satu dua pemain Thailand dibiarkan bebas berdiri sehingga menciptakan ruang-ruang tembakan menuju gawang.

Beda dengan Thailand. Para pemain kita selalu dipressing ketat ketika memegang bola. Akibatnya, terjadi banyak salah passing. Penyelesaian di depan gawang juga menjadi catatan merah untuk penyerang-penyerang kita. Peluang-peluang yang tercipta tidak mampu dimaksimakan menjadi gol. Ada satu peluang emas dari Dewangga di sekitaran akhir babak pertama, namun sepakannya yang terkesan buru-buru melambung tinggi di atas gawang Thailand. Seandainya peluang itu mampu dikonversikan menjadi gol, maka mental pemain kita mungkin akan bangkit kembali. Tetapi itulah sepak bola. Dan bola itu bundar. Kita tidak akan tahu seperti apa nanti di atas lapangan. Yang bisa pelatih dan tim lakukan adalah memasang strategi dan sedapat mungkin mempelajari titik-titik kelemahan lawan.

Dalam sebuah berita dari Tribunnews.com, STY mengatakan bahwa ia menerima dengan lapang dada permainan sempurna Thailand. Dengan kekalahan telak ini, tim garuda muda seperti memikul sebuah "mission impossible" untuk leg ke 2 nanti. Terlampau berat mental para pemain muda kita untuk membalikan keadaan dengan defisit 4 buah gol di pertemuan berikut.  Menurutnya, kualitas pemain-pemain Thailand memang rata-rata di atas pemain-pemain garuda muda. Pelatih 51 tahun asal Korea Selatan itu sampai bingung bagaimana harus membangkitkan kembali asa dan mental anak-anak asuhnya untuk final leg ke 2 nanti. Akan tetapi, kesempatan itu masih ada, katanya. Meskipun peluang membalikan keadaan itu sangat kecil, namun selama masih ada kesempatan belum ada kata menyerah.

Leg ke-2 akan berlangsung di tahun baru nanti. Apakah akan ada sebuah keajaiban? Kita hanya bisa menunggu untuk menyaksikan pertandingan itu. Kalau gagal lagi, maka ini akan menjadi final kelima Indonesia di piala AFF dan kita masih harus puas sebagai runner up.

Tetap semangat dan salam Olahraga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun