Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Warung Rezeki

10 November 2023   01:47 Diperbarui: 10 November 2023   03:10 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bang Edoy dan gerobak dagangannya (dokpri)

Setiap manusia punya kisah yang tersimpan rapat dalam diri. Kisah yang tak akan dibagikan bila tak ada perkenalan dankedekatan psikologis.

Sama seperti Bang Edoy, seorang kenalan di Jakarta. Darinya ,saya mendapatkan pelajaran tentang kesempatan harus digunakak sebaik-baiknya sebab kadang tidak datang dua kali. Juga tentang keihlasan menjalani hidup apa adanya.

*

Bang Edoy begitu panggilannya. Kasak-kusuk pedagang sekitar, nama lengkapnya Muhammad. Itu saja tanpa ada tambahan depan atau belakang. Karena ada dua pedagang yang namanya sama maka ia sendiri yang memutuskan agar dipanggil Edoy.

Saking serius, di belakang gerobak dagangannya tertulis gerobak milik Edoy.


Setiap malam, sehabis Bad'dah Isya, saya selalu mengunjungi kiosnya. Pria berumur 50 tahun ini seperti sudah paham apa yang hendak saya lakukan. 

Bayar utang, satu bungkus rokok, dan segelas kopi saset. 

Pria yang berasal dari Karawang ini seakan sudah paham apa yang saya inginkan. Sekali saja ia melihat batang hidung saya menuju tempatnya, sudah buru-buru dia siapkan kopi dan sebungkus rokok. Dua tahun berteman sepertinya sudah cukup ia menghafal gelagat diri ini.

Setelah kopi terseduh, barulah kami berbagi cerita hingga jam dua belas malam. Atau ketika ia sudah terkantuk-kantuk lantaran seharian berdagang. Dan butuh istirahat. 

Sejak perjumpaan awal di 2021 silam, pedagang sekitar menlabeli kami adik kakak. "Bang Edoy, di cariin adeknya". Teriakan itu muncul sesekali jika saya mencarinya.

Dari Bang Edoy, saya mengambil banyak pelajaran salah satunya tentang pengambilan keputusan. 

Dulu di Tahun 2000, Bang Edoy bercerita, perkenalannya dengan seorang teman semasa Sekolah Menengah Pertama (SMP) memberikan sebuah peluang akan masa depannya. Ia yang hanya lulusan SMP tentu langsung menerima.

"Di ajak kerja di Kapal Pesiar" begitu ia memulai.

Bang Edoy, menjadi yang pertama di tawari. Kemudian ia mengajak lagi empat orang teman di desanya. Meski ia sempat ragu mengenai berkas-berkas yang harus disiapkan, tetapi si pengajak terus meyakinkan bahwa urusan berkas dapat ditangani dengan mudah.

Jadilah ia mengurus berkas tanpa hambatan. Juga beberapa kawannya. Berkas di terima dan mereka siap berangkat dua minggu lagi.

Bang Edoy sudah membayangkan, bisa jalan-jalan keluar negeri. Bekerja di kapal pesiar dan menabung untuk membangun bisnis.

"Waktu itu kapalnya hanya lima tingkat. Tujuan saya satu, kerja lima tahun. Ngumpulin duit, terus bikin bisnis di kampung kalau sudah berhenti kerja di kapal pesiar" ceritanya.

Namun, mimpi itu harus dikubur dalam-dalam. Izin tak diperoleh. Terutama dari sang Nenek. Sekeras apapun ia membujuk, tidak jua berhasil meluluhkan hati neneknya.

Terbesit hati ingin mengabaikan larangan sang nenek, tapi urung dilakukan. Ia tak ingin kualat. Bisa jadi bakal ada hambatan-hambatan saat bekerja nanti.

Berangkatlah empat orang temannya. Menaiki kapal yang berlabuh di Tanjung Priok. Dan Bang Edoy, tetap tinggal. 

"Wah sekarang mereka sudah punya usaha sendiri. Itu modal dari bekerja di kapal pesiar. Andai waktu itu dapat izin, gak dagang kek sekarang," sesalnya.

Bang Edoy tak menyalahkan siapa-siapa. Meski keputusan tidak berangkat murni karena izin. Tetapi ia hanya menyesal kenapa tidak membujuk lebih keras agar memeproleh izin. Ia yakin dengan bujukan yang sedikit keras, sang nenek pasti luluh.

Sejak saat itu, ketika teman-temannya berkeliling Eropa, ia memutuskan ke Jakarta dan mulai berprofesi sebagai pedagang eceran di kawasan Cawang hingga sekarang.

Sebulan sekali ia baru pulang ke rumah. Atau ketika ada beberapa kendala di kampung. Untuk tidur ia tdr di bangku panjang. Atau dimana pun bisa merebahkan badan untuk istirahat. 

Jika pulang ke kampung, teman-temannya sering mengajaknya ke tempat usaha yang sudah jauh berkembang. Tapi Bang Edoy jarang mengiyakan. Ia tak ingin ada balas jasa atau kasian karena berkat jasanya mencari dan merekrut mereka 20 tahun silam

"Jadi Ji, jika ada kesempatan yang terpampang dihadapanmu. Dan itu kamu yakini bisa merubah nasibmu, ambil. Perjuangkan. Lalukan apapun demi meraihnya. Jangan menyerah dengan tantangan yang kamu hadapi. Namun jika tidak rejekimu, Ketetapan Allah tidak jatuh padamu, ikhlaskan. Beranikan mencari peluang-peluang lain. Jangan berhenti berusaha. Dengarkan orang tua ini,".

Bang Edoy saat ini berpikir bijak. Terutama bagi anaknya kelak. Ia akan mendukung apapun yang menjadi keputusan anaknya dan tak akan menghalangi tujuan-tujuan yang hendak di capai.

Selain nasihat-nasihat itu, Bang Edoy juga banyak memberikan nasihat kehidupan lain. Pengalamannya selalu ia bagikan setiap kali kami berbagi cerita. Pernikahan, membangun keluarga, pertemanan, dan banyak lagi. 

Sesekali jika bosan, ia akan menutup kiosnya dan berdua kami mengobrol dibawah pohon dengan tenda bekas terpal. Tempat dimana ia tidur.  Bahkan tak segan mengajak ngopi di rumahnya, di karawang. Tiga jam menaiki Bus.

Kehidupan seseorang memang penuh misteri. Dan pengalama akan kerasnya kehidupan selalu memberikan banyak nilai yang dapat di petik. (Sukur dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun