Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pengalaman Menjajal Jawa Tengah

15 Oktober 2022   09:56 Diperbarui: 16 Oktober 2022   07:24 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugu Muda di Semarang.(TribunTravel/Muhammad Yurokha)

Di jalur ini, tiga kali kami bolak balik dan bertemu beberapa sosok, salah satunya penyeduh kopi di Jalur Selo Banyuwangi hingga Petani Tembakau. Saya menyukai pemandangam asri di sini. 

Di Solo, kami ngekos. Keputusan ini lantaran untuk ke Wonogiri dan Klaten bisa ditempuh pulang pergi. Di sini, saya terkendala bahasa. Dan kadang tidak bisa berbuat apa-apa. Tutur bahasa Jawa halus, Kromo, membuat saya kebalakan. Lidah saya kaku, sudah tabiat lidah timur.

Satu cerita lucu ialah ketika saya ke Kantor Dinas Kesehatan. Mengurus surat untuk perizinan. Kawanku seharusnya yang mengurus ini, namun keisengannya lah yang membuat saya harus pergi.

Ketika masuk, saya ditanya menggunakan dialek Jawa Kromo. Tentu saya tak tau bilang apa. Pun dengan beberapa ruangan yang saya masuki hingga saya pulang. Sungguh sebuah pengalaman dari keunikan. Mulai saat itu, saya tak pernah maj lagi disuruh mengurus izin-izin.

Di Solo, karakter dan kepribadian orang-orang sangat kuat, halus dan santun. Tidak hanya di Solo namun hampir di semua lokasi. Orang-orangnya sangat santun, dari tutur bahasa dan perilaku. 

Aku berulang kali mendapati obrolan-obrolan pembuka dengan bahasa permisi dll. Bahkan untuk lewat saja, saling menghormati dan menggangukan kepala. Sebuah tradisi yang begitu kuat.

Makanan dan harga juga menjadi perhatian saya. Ada yang murah ada juga yang mahal. Walau antar daerah tersebut berbatasan langsung. Paling terasa ialah harga makanan. Faktor aktivitas dan pertumbuhan ekonomi menjadi landasan utama. 

Di ranah birokrasi, tentu berbeda-beda. Ada yang cepat, ada yang lambat dan ada yang biasa saja. Begitupun dengan keperluan dan ketersediaan data. Sejauh ini, tidak banyak yang lengkap. Tentu sebuah pekerjaan rumah. 

Dokpri (Dokpri)
Dokpri (Dokpri)

Dalam perjalanan ini, saya menemukan bahwa setiap birokrasi memiliki sistem yang berbeda dan berbelit-belit. Tergantung pemimpin. 

Bolak balik, oper sana sini seperti menjadi hal lumrah. Belum ada sistem terintegrasi satu satu data yang di terapkan menjadi salah satu masalah tersendiri. Padahal, satu data menjadi prioritas daei efisiensi pelayanan birokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun