Cerita yang terurai dan tak terstrukur membutuhkan sentuhan halus nan sabar. Menyaring benang merah dalam setiap cerita. Digabung menjadi satu garis linear. Data dan riset menjadi bumbu pelengkap dalam anggitan.
Momen kehidupan adalah lakon tersembunyi dari pribadi setiao orang. Dan, saya menyukai itu. Terutama kelas bawah. Segala-galanya dirasakan. Di jalani. Buat memotivasi diri. Buat memotivasi yang lain.
Menceritakan momen "yang hidup" adalah bentuk penjiwaan. Memposisikan diri sebagai pihak yang ikut mengalami. Saya tak pernah memposisikan diri sebagai penulis. Melainkan sebagai pembaca. Rumus-rumus penulisan tak pernah saya ketahui.Â
Menceritakan yang hidup atau cerita dalam tulisan yang hidup adalah upaya atas kritik diri. Dan, saya kehilangan sentuhan itu. Sebuah saran sekaligus kritik oleh Fikram rupanya sudah membikin hati jadi gundah. Membikin diri harus kembali ke asal muasal yang saya sukai. Â Saya membutuhkan itu.Â
Beberapa anggitan artikel memang butuh penyesuaian. Butuh kehalusan agar tersampaikan dengan baik. Membawa jiwa dalam tulisan. Tentu, saya menerima saran itu sebagai bagian dari refleksi mencintai dunia ini. (Sukur dofu-dofu)