Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Sasimi di Laut Halmahera

10 September 2022   18:42 Diperbarui: 10 September 2022   18:44 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gohu ikan, salah satu makanan yang sering disandingkan dengan sasimi (kompas.com)

Abk membereskan perlengkapan dan memasukan ikan ke palka. Kapal di bersihkan, di siram agar tak ada sisa darah yang menempel. Lalu mandi, membersihkan badan. Baju dan celana basah di jemur di pinggiran kapal, terkena matahati agar penangkapan berikutnya bisa dipakai lagi

Kekuasaanku hanya turut memperhatikan. Niat hati membantu tidak di izinkan. Tamu tetaplah tamu. Tidak boleh bekerja keras di kapal. Tangan harus tetap bersih dari anyirnya darah ikan. Tugasku cukup menikmati dan memenuhi kepentingan pribadi di kapal.

Sayup-sayup angin mulai terasa, mekanisme alam sebentar lagi bekerja. Lautan yang teduh pagi hari mulai beriak, namun kapal terus membelah tak kenal jarak.  

Dua ekor baby tuna saya lihat tidak dimasukan ke dalam pala. Ukurannya tak terlalu besar, sekitar dua kilogram per ekonomi. Diletakan di atas boks ikan.

Perjalanan pulang ke fising ground di tempuh agak jauh. Potensi sumber daya yang belakangan memang berkurang, ditambah musim yang tak menenentu membawa nelayan harus keluar jauh dari rumpon-rumpon. 

Jauh berbatasan langsung dengan teritori negara Filipina. Wilayah laut ini memang berbatasan dengan negara tersebut. Dulu, nelayan negara itu sering sekali menangkap di perairan ini. Berbekal kapal-kapal tangbot kecil dengan kecepatan luar biasa, mereka dengan muda masuk keluar  Indonesia. Khususnya di Maluku Utara.

Potensi periaran laut itu begitu menggoda. Kelangkaan sunber daya alam juga yang membikin mereka bisa sampai ke sini. Angkatan laut dan patroli perbatasan semisal Polairud patut di apresiasi. Kerja-kerja mereka banyak membuahkan hasil. 

Nelayan negara itu banyak tertangkap lalu di deportasi pulang. Bandel memang, semakin di tangkap semakin menjadi-jadi. Dalam sebulan bisa sampai 10-20 kapal. Belakangan sudah jarang sekali mereka masuk. Kebijakan populer di era  seperti membakar kapal sedikit memberikan efek jerah.

Dua ekor baby tuna yang sedari tadi nganggur mulai dibersihkan oleh dua Abk. Tuna itu dibersihkan isi perut, sirip, lalu diletakan pada sebuah mampan. Kemudian diletakan kembali dalam kolboks berisi es. Belum mengolah lantaran waktu pemancingan akan segera tiba.

Memancing di sini bukan tanpa resiko. Nelayan menyadari itu. Beberapa kali mereka memantau GPS yang tertanam di kapal. GPS bawaan kapal bantuan yang kadang kala eror. Jaga-jaga agar tidak melewati batas. 

Pun saya, yang tidak diizinkan keluar. Mereka takut jika ada pemeriksaan patroli laut. Jika dari pihak  Indonesia tidak masalah, namun jika dari negara sebelah bakal jadi masalah. Bagi mereka tak apa di tangkap, asal jangan saya yang hanya numpang kepentingan di kapal ini. Beruntungnya, tidak terjadi apa-apa hingga umpan terkahir dilemparkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun