"Saya mahasiswa om. Om Sibuk? Sahutku sambil memperkenalkan diri.
Tanpa menjawab, ia langsung meningalkan kedua temannya dan menuju posisi saya berdiri. Ia naik ke jembatan lalu kami bersalaman kemudian menuju rumah labuh.
"Maaf om sudah menggangu, saya mahasiswa. Sedang penelitian, kebetulan saya mau melihat cara om dan nelayan lain menangkap sampai menjual hasil tangkap". Ungkapku.Â
Sebelum ia menjawab saya sudah lebih dulu menyambung.
"Saya sudah berapa minggu ini mampir, dan mencari informasi. Kebetulan, banyak informan menyuruh saya mencari om Abas, ketua kelompok nelayan tuna"Â
"Ooo, saya om Abas. Abas Makalele," Ia menyahut sambil keheranan. Sungguh beruntung kali ini pikirku.
"Jadi boleh wawancara om? Tanyaku serius. "kalau wawancara nanti besok pagi di rumah saja. Sekarang mau angkut barang ke rumah," jawabnya sambil menunjuk kolboks dan alat-alat pancing.Â
Saya mengiyakan tawaran tersebut sembari saling bertukar nomor kontak. Namun rasa penasaran mendorong diri untuk bertanya lebih dalam. Sebab, sedari tadi diperhatikan nampak ada yang tak beres dengan aktivitas mereka.
Pak Abas sendiri masih di samping saya namun kali ini ia membereskan perkakas seperti martil, gergaji dan parang. Ia memasukan semua perkakas tersebut kedalam Kolboks yang biasa dipakai untuk menyimpan ikan.
"Om, ini rumah dibongkar atau diperbaiki"?Â
Ia lantas tertarik dengan pertanyaan saya. Lelaki yang berasal dari Buton dan merantau ke Kabupaten Halmahera Selatan sejak muda di tahun 1990-an dan sudah menjadi warga lokal ini kemudian menghampiri saya dan berkata.