Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menabung dari Hasil Memungut Buah Pala

11 Agustus 2020   20:56 Diperbarui: 12 Agustus 2020   03:29 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Memungut Pala

Jika dipikir-pikir percuma juga ke lokasi sebelah, wong, satu lokasi saja, berisi puluhan kebun dan ribuan pohon pala. Sudah keburu habis waktu dan capek jika ke lokasi lain.

Aturan lainnya ialah setiap biji pala, kenari bahkan kelapa yang jatuh ialah milik siapa saja yang memungut. Tak ada alasan tuan kebun marah atau jengkel. Hal ini sudah turun temurun dilakukan. Bahkan, kebun-kebun di desa saya tidak sekalipun di pagari. 

Batas antar kebun hanya di batasi oleh patok pohon hidup yang berjejer melingkari kebun. Ada yang membuat pagar namun hanya ketika menanam tanaman pangan seperti bawang, jagung, kacang dan lain-lain untuk mencegah hama babi hutan yang sering merusak tanaman.

Selebihnya hanya ada satu pagar umum jauh dari perkebunan warga. Atau melewati perkebunan warga. Pagar umum ini didirikan memanjang dari tiga lokasi di atas alias terbentang dari ujung kampung ke ujung kampung sekira 5 KM.
***
Sebelum matahari terbit, anak-anak di Desa saya, Mateketen sudah bersiap-siap. Jika mereka bangun tepat dengan para ibu, maka akan ada sajian teh hangat. Tetapi jika tidak maka mereka makan seadannya. 

Istilah yang kami gunakan ialah "Baalas" alias mengganjal perut. Setelah itu mereka menunggu kawan mereka atau langsung masuk kehutan. Di tengah perjalanan mereka pasti bertemu yang lain, ibu-ibu, anak remaja atau anak lain yang kemudian sama-sama berkelompok.

Satu persatu pohon pala telusuri. Tak ada yang ketinggalan dari setiap kebun. Setiap pohon pala yang di pilih oleh anak lain tidak boleh lagi di serobot yang lain karena sudah menjadi jatahnya si anak itu.

Mereka bergerak secara horizontal maupun vertikal nan teratur. Selain itu, mereka sudah hafal betul mana pohon pala yang buahnya banyak, yang sudah mendekati panen, pala laki-laki alias jantan yang tidak berbuah dan bagaimana medan di kebun.

Pengetahuan itu terkonstruksi jelas pada otak mereka. Sehingga tak ada yang celaka saat memungut pala atau masuk ke hutan. Selain itu, mereka fokus memilih pala ketimbang kenari karena berat dan wadah yang di bawa juga khusus.

Ada pola anak-anak yang memungut pala, yang pertama murni memungut pala, kedua memungut pala sambil meninjau jerat ayam hutan yang mereka buat dan ketiga memungut pala sambil membawa wangsit orangtua. Jika ada sayur rebun atau sayur apapun di hutan harus di bawa pulang. Dan terkadang, baik pola satu dan dua semuanya sama, ketemu sayur atau kelapa pasti di bawa pulang.

Misalnya, di rumah ibu-ibu mereka sedang mengumpulkan kelapa untuk pembuatan minyak kelapa kampung (akan dibahas pada artikel: Membuat minyak kelapa, gotong royong ala masyarakat). 

Mereka akan membawa pulang satu dua biji kepala hingga satu ngele (7 buah) sebuah patokan untuk menghitung hasil minyak kelapa dalam satuan 1 ngele =1 liter, hitungan ini selalu tepat dan hanya sedikit penyusutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun