Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Si Tuan Bernama Jempol

5 Agustus 2020   11:37 Diperbarui: 5 Agustus 2020   11:42 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yap, cerita singkat tuan jempol di atas adalah cerminan kita saat ini. Dimana jempol-jempol yang menari bebas di atas tols gagdet adalah cara  manusia mengekspersikan, memikirkan, menularan, menghasut dan mempeñgaruhi dunia maya. 

Yap, jempol menjadi bagian tubuh yang paling penting pada era ini. Keterwakilannya yang besar perlu di berikan penghargaan. Dimana menurut Prof. Gufran Ali Ibrahim, yang di kupas lewat artikelnya di Kompas berjudul " Bertutur kata lewat Jempol,". Jempol menjadi alat komunikasi baru. Prof Gufran sebagai pakar budaya menjelaskan secara rinci dari sisi keilmuan yang padat dan syarat ilmiah. 

Bagi saya sendiri, ada hubungan kausalitas  antara manusia dan tarian jempol di atas tols. Walaupun pada sisi lainnya kadang tak mengandung persamaan linear. 

Hubungan kausalitas itu ialah apa yang di pikirkan manusia dalam pemikirannya dapat dengan sangat cepat terkonfirmasi oleh jempol. Semakin cepat orang berpikir, semakin cepat orang melihat apa yang sudah ia pikirkan. 

Namun, pada posisi lain kadang tak se-linear antara pikir dan kecepatan jempol. Contohnya, cepat menanggapi sesuatu tanpa pikir. Jempol lebih cepat bergerak tanpa analisis mendalam dari pemilik jempol. 

Budaya berkomunikasi kita yang awalnya verbal sudah terwakili oleh jempol. Bahkan ketika nongkrong,saja kita terpaku pada gadged masing-masing dan asik sendiri. Jempol-jempol kita lebih lincah dari kekakuan nongkrong.

Kelincahan ini sering menjadi biang masalah,misalnya mengementari sesuatu yang menarik perhatian di media sosial. Kita terkadang tak sadar dengan apa yang hendak terpikirkan, setelah terketik baru nyadar apa yang kita komentari. Selain itu, cepatnya jempol lebih cepat dari mata. Lantaran, saat kita tak sengaja menemukan sebuah fenomana yang viral, jempol sudah terlebih dulu menekan share sebelum benar-benar dibaca manfaat dari apa yang kita bagi. 

Yang paling  gaduh ialah ikut menggadukan. Ketertarikan kita pada hal-hal negatif karena tak bijak sering mendorong seseorang memainkan jempolnya untuk terlibat dalam perdebatan panjang tak berujung.

Lantas sebenarnya salah siapa? si tuan jempol atau pemilik jempol?

Ah sudahlah saya tak pantai menjelaskan secara ilmiah. Sebab, saya belum mempelajari esensi dan hubungan motorik antara gerakan jempol dan nalar yang terkonsep. Penegasannya bahwa jempol adalah kekuatan utama manusia berinteraksi dengan dunia maya.

Saya mau menggunakan jempol saya secara receh aja. Pertama apakah jempol secara linear dengan pikiran manusianya? saya rasa iya dan tidak. Jempol itu makna yang tersirat. Misalnya, pada kehidupan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun