Bang ke timur berapa harga tiket nya? Pertanyaan umum kawan-kawan. " Sejuta-dua juta, ya fluktuatif lah, " jawabku. " Mahal juga ya,", sahut kebanyakan rekanku. "Nggak biasa aja kok bagi kami. Ke Papua lebih mahal," Ujarku.
"Pengen kerja di sana tapi duitnya pasti habis, biaya hidupnya kemahalan,". Keluh kawan-kawan. " Iyap emang agak mahal sih, tapi perputaran uangnya kencang kok. Tukang ojek pangkalan aja sehari bisa 500 rebuan dengan harga sekali antar 10-15 ribu," Jelasku.
Yap, kebanyakan diskusi, bagian ini juga menjadi diskusi tematik dengan kawan-kawan. Tak jarang pendekatan teoritis dengan sandaran fenomena dipakai untuk menjelaskan situasi tersebut.
Saya juga berterima kasih kepada Pak Irwan Rinaldi Sikumbang atas komentarnya pada artikel "Orang timur dan aneka ragam stigma,". Komentarnya membuat saya tiba-tiba mendapatkan bahan dan ide segar menuliskan tentang ini. Salam Prof, mari ngopi.
Yap, di timur terutama Maluku Utara biaya hidup cenderung tinggi. Untuk sehari saja 50 ribu sepertinya tak cukup. Kita butuh lebih, minimal Rp. 100.000-an. Fluktuasi harga barang-barang sering terjadi, yang dapat digambarkan secara detail dalam Inflasi.
Inflasi sendiri merupakan salah satu menu utama yang selalu ditampilkan BPS, media cetak maupun online. Selain tiket pesawat menuju ke daerah di timur seperti kata bang Irwan, hampir segala aspek perekonomian mengalami kendala yang sama, yakni harga yang cenderung tinggi. Lantas kenapa bisa seperti itu?
Ada beberapa catatan menurut hemat saya kenapa biaya hidup di timur menjadi sangat mahal. Pertama, mimimnya insfrastuktur, biaya distribusi dan logistik yang tinggi, ketergantungan bahan makanan, pangan dari luar daerah, budaya konsumtif.
Insfrastruktur sebagai bagian dari dukungan distribusi secara efisien masih menjadi kendala di Timur. Pembangunan infrastrukutur masih timpang termaksud konektivitas ke pulau-pulau kecil. Akses jalan,transportasi laut dan fasilitas pendukung masih menjadi masalah utama.Â
Pembangunan yang hanya dipusatkan di daerah perkotaan juga menjadi kendala dalam pemerataan. Fokus ini menyebabkan ketimpangan secara regional antar daerah, apalagi sistem perdagangan yang terfokus di satu daerah, Kota Ternate, menyebabkan adanya pengeluaran biaya-biaya bagi masyarakat dalam melakukan aktiviyas ekonomi.
Misalnya ketika masyarakat melakukan penjualan hasil panen perkebunan. Mereka harus menuju Ternate sebagai Kota Perdagangan dengan biaya berbeda-beda tiap kabupaten yang di tempuh menggunakan transportasi laut. Yao,transportasi penghubung utama di Maluku Utara.

Faktor jarak menjadi kendala utama, sehingga fluktuasi harga sudah menjadi data biasa bagi konsumen. Bahkan,dalam laporan BI, sektor penyumbang inflasi salah satunya ialah harga tiket pesawat.
Biaya distribusi laut dan udara yang mahal menyebabkan efek domino meningkatnya harga-harga di pasar,terutma bahan pangan. Karena Supply bahan pokok Maluku Utara berasal dari luar daerah yakni Manado, dan Surabaya.
Biaya logistik menjadi kendala yang dari dulu masih belum terpecahkan. Artinya konektivitas menjadi masalah utama di Indonesia. Di Asia sendiri Indonesia masih menempati urutan pertama tingginya biaya logistik.
Salah satu solusi pemerintah dalam menekan biaya distribusi ialah tol laut. Akan tetapi, sejauh ini belum menjadi solusi yang tepat. Hal ini lantaran masih terjadi delay terutama jika dihadapkan pada kondisi alam. Selain itu, ketidakefektifan tol laut karena tidak ada timbal balik dari dari biaya yang di keluarkan dengan yang di harapkan.Â
Ketiga,Ketergantungan pangan dari luar daerah. Ini menjadi pertalian dengan biaya distribusi. Yap, pangan pokok semuanya di berasal dari luar daerah.
Ketergantungan pangan yang tinggi dari wilayah lain disebabkan karena struktur ekonomi Malut bukan pertanian, melainkan pertambangan dan perkebunan dan perikanan.Â
Artinya pembentukan PDRB didominasi oleh kedua sektor ini. Â Tidak ada pusat industri lokal. Alias bukan wilayah industri dan produksi bahan pokok.

Sehingga untuk memenuhi permintaan, pemerintah harus melakukan impor bahan pangan seperti beras, gula,daging ayam, sapi hingga holtikultura dari surabaya dan manado. Yang kesemuanya membutuhkan biaya-biaya.
Selain itu menurut saya pribadi ialah perilaku konsumtif yang tinggi. Di mana perilaku ini dapat di tunjukan lewat data pengeluaran konsumsi rumah tangga yang sangat tinggi dan menjadi salah satu faktor penyumbang inflasi tetap.
Struktur perekonomian masih didominasi oleh konsumsi, baik konsumsi rumah tangga ataupun konsumsi pemerintah. Kedua sektor ini merupakan sektor penyumbang inflasi tahunan.


Kontras kan? lantas kenapa seperti itu? padahalkan biaya hidup mahal. Salah satu keunggulan ialah kondisi sosial kemasyarakatan yang masih terjaga.
Budaya gotong royong dan saling tolong menolong masih melekat kuat di setiap wilayah di Provinsi Maluku Utara. Konsep budaya Babari masih melekat kuat dipraktekkan pada setiap kehidupan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI