Mohon tunggu...
Ogidzatul Azis Sueb
Ogidzatul Azis Sueb Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Every expert started from a beginner

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gengsi Politik yang Mengorbankan Masa Depan Mahasiswa: Bagaimana Nasib MBKM?

23 Mei 2025   12:19 Diperbarui: 23 Mei 2025   13:59 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merdeka Belajar Kampus Merdeka (Sumber: ChatGPT)

Pergantian presiden selalu membawa harapan baru. Tapi sayangnya, harapan itu kadang justru dibarengi dengan rasa was-was, terutama bagi mahasiswa. Salah satu yang paling terasa saat ini adalah nasib dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Program yang sebelumnya digadang-gadang sebagai terobosan dunia pendidikan tinggi di Indonesia ini mendadak redup. Bukan karena gagal, tapi karena urusan yang lebih politis: gengsi.

Mari kita jujur. MBKM adalah salah satu program favorit mahasiswa. Bukan cuma karena bisa kuliah di luar kampus atau magang di perusahaan impian, tapi juga karena program ini membuka ruang eksplorasi yang sebelumnya tertutup. Mahasiswa jadi lebih bebas, lebih mandiri, dan punya pengalaman yang lebih relevan dengan dunia kerja.

Tapi kini, setelah pergantian kepemimpinan nasional, program ini seperti ditarik rem darurat. Kabarnya sih mau dilanjutkan, tapi dengan nama baru. Katanya akan dikemas ulang, diperbarui, disesuaikan dengan visi presiden baru. Masalahnya, kapan? Tidak ada tanggal pasti. Tidak ada pengumuman resmi. Tidak ada roadmap yang jelas. Yang ada hanya wacana, wacana, dan wacana.

Ego Politik di Atas Kepentingan Mahasiswa?

Sejak awal, banyak pihak sudah mewanti-wanti bahwa program-program unggulan pemerintahan sebelumnya berpotensi mandek karena alasan politis. MBKM jadi salah satu korban nyata. Padahal, jika kita bicara soal manfaat, MBKM bukanlah program partisan. Ini adalah investasi jangka panjang untuk pendidikan dan generasi muda. Tapi sayangnya, logika politik sering tidak sejalan dengan logika pembangunan.

Apakah karena MBKM lahir di era Nadiem Makarim dan Presiden Jokowi, lantas program ini harus di-rebranding total agar tak terlihat "mengamini" warisan pemerintahan sebelumnya? Kalau benar begitu, ini bukan lagi soal inovasi, tapi soal gengsi.

Padahal, banyak kampus sudah berbenah demi menyesuaikan kurikulum dan struktur akademik agar sejalan dengan semangat MBKM. Mahasiswa sudah menyesuaikan rencana studi mereka dengan program ini. Sekarang semuanya jadi menggantung. Bingung harus bagaimana. Apakah mau daftar magang ke luar? Apakah nanti tetap dihitung SKS? Atau harus kembali ke sistem lama yang kaku dan membosankan?

Tidak Semua Hal Harus Diubah

Kita perlu garis bawahi satu hal penting: tidak semua kebijakan lama itu buruk. Jika ada program yang terbukti berhasil dan bermanfaat bagi masyarakat (dalam hal ini mahasiswa) kenapa harus diubah hanya demi menciptakan citra "baru"? Bukankah pemimpin yang baik adalah mereka yang bisa melanjutkan apa yang baik, dan memperbaiki apa yang buruk?

Mengganti nama program bukan solusi. Apalagi jika substansinya sama saja. Apa gunanya ganti kemasan kalau isinya tetap itu-itu saja? Yang ada hanya buang-buang anggaran dan bikin bingung publik. Mahasiswa tidak butuh label baru. Mereka butuh kepastian.

Kita bisa lihat contohnya dari berbagai negara. Ketika ada program pendidikan yang bagus, pemimpin selanjutnya justru memperkuat, bukan mematikan. Pendidikan seharusnya jadi isu yang netral dari urusan politik. Karena yang dibentuk bukan loyalitas politik, tapi kualitas SDM bangsa.

Mahasiswa Tidak Diam

Menariknya, di tengah ketidakjelasan ini, banyak mahasiswa mulai bersuara. Media sosial dipenuhi pertanyaan: MBKM kapan lanjut? Apakah masih ada? Harus nunggu nama baru dulu, ya? Bahkan petisi-petisi online mulai muncul, mendesak agar program ini dilanjutkan tanpa gangguan politik.
Ini adalah sinyal kuat bahwa generasi muda tidak mau jadi korban tarik-menarik kepentingan kekuasaan. Mereka sadar bahwa masa depan mereka terlalu berharga untuk dijadikan alat gengsi politik. Mahasiswa zaman sekarang bukan lagi generasi yang pasif. Mereka kritis, cerdas, dan punya suara yang layak didengar.

Pendidikan Harus Bebas dari Ego Kekuasaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun