Mohon tunggu...
Yusuf A
Yusuf A Mohon Tunggu... -

Tinggi 167 cm berat 50 kg

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jangan Remehkan Pisang (Manurung) Muda

3 Januari 2017   10:34 Diperbarui: 3 Januari 2017   10:45 1629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Utti manurung yang tumbuh di Belawa 😄

Cerita lain adalah sosok guru besar, dari kampus mentereng dan lulusan luar negeri, justru waktu siang hari di kantornya kadang gelisah jika tidak menguyam 'utti manurung' yang digoreng tepung. "Pesanko dule pisang goreng di mace (kantin)" pinta beliau kepada mahasiswanya. Saking nikmatnya jika pisang goreng berkolaborasi dengan teh panas. 

Walaupun kegiatannya padat, ia nampak lebih nyaman dengan tekstur empuk pisang goreng. Dibanding kudapan yang belakangan, sepotong pisang goreng klasik membuatnya lebih romantis di pojokan kampus. Ia pun tak sungkan melahap pisang goreng dihadapan mahasiswa yang sedang presentase tugas kuliah di kelas. 

Toh mahasiswanya turut menikmati pisang goreng. Dalam pandangan mahasiswanya, dosen tersebut tercitra sikap keramahan, apa adanya dan berkarakter lokal seperti banyak dirindukan mahasiswa yang ngilu dengan tugas kuliah. Tapi bagi mahasiswanya, kudapan pisang goreng itu sangat membantu menambal isi lambung yang lebih sering kosong. Dibeberapa kebudayaan memaknai makan sambil bercerita/diskusi adalah bentuk keakraban, tapi mungkin bisa berbeda maknanya apabila sebaliknya. Setidaknya nuansa dengan pisang goreng tidak menampik hubungan apik dosen-mahasiswa sembari menunggu nilai semester. 

Unik bukan?. Pisang goreng cukup banyak dijajakan kantin kampus, kira-kira 11 tahun yang lalu, pertamakali saya ke kampus, sampai sekarang pisang goreng bertahan sebagai jualan pamungkas bagi komunitas kampus. Semantara kudapan/kuliner lain baru bermunculan berkat hasil simulasi iklan televisi yang tidak jarang memanipulasi selera. 

Terdapat indikasi adanya 'daya' dibalik pisang goreng/ 'utti manurung' berkontribusi terhadap selera yang linier dengan identitas sekelompok orang kampus. Bisa jadi hal itu merupakan argumen persistensi terhadap serangan kuliner 'aneh' yang diadopsi dari luar dengan tampilan kekinian -jenis kuliner yang namanya justru sangat sulit dieja bagi pengucapan orang-orang Bugis: donat=donaq; kerupuk=karoppo; kentang=kengtaN; dsb.

Pemahaman lingkungan dan manusia beberapa diantaranya gemar ber-'materialisme' ria. Apa yang dapat diolah dari tanah merupakan salah satu olah pikiran (budaya) tertua manusia. Karenanya, pendekatan seperti itu enggan menyangsikan perilaku sekelompok manusia yang memiliki hubungan istimewa dengan se-sisir pisang. Memang pelik, tapi cukup lumrah seperti dalam perspektif 'Lontar'-nya James Fox.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun