Mohon tunggu...
Ocyid
Ocyid Mohon Tunggu... Lainnya - In the Age of Information, being unknown is a privilege

Lun Yu 1.1: Sekalipun orang tidak mau tahu, tidak menyesali; bukankah ini sikap seorang Jun Zi - Kun Cu? - Lukas 12.57: Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar? - QS 8.22: Indeed, the worst of living creatures in the sight of Allāh are the deaf and dumb who do not use reason

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Indonesia Berdasarkan Buku Klasik (Bagian 2): San-bo-tsai dalam Catatan Willem Pieter (WP) Groeneveldt

23 Maret 2024   01:27 Diperbarui: 3 Mei 2024   01:11 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halaman depan buku karya Willem Pieter Groeneveldt/Internet Archive

Peristiwa yang terjadi di sekitar tahun 1377, atau satu tahun setelah kematian raja Tan-ma-sa-na-ho ini, sebetulnya cukup penting; sebab keterangan ini pada akhirnya akan menghubungkan kita dengan kerajaan lainnya yang berada di Indonesia, yaitu ke(maha)rajaan Majapahit - yang pada masa ini dipimpin oleh Maharaja (Prabu) Hayam Wuruk. Akan tetapi, untuk mendapatkan suatu keteraturan, kita akan membahas hal ini belakangan. Pada titik ini, berdasarkan keterangan-keterangan sebelumnya, kita setidaknya tahu bahwa "Maharaja Prabu" yang disebutkan dalam catatan dinasti Ming adalah gelar raja Jawa yang juga disebutkan oleh para penjelajah Arab pada abad ke-9 Masehi - abad yang sama saat utusan kerajaan San-bo-tsai mendengar bahwa kerajaannya telah dikuasai oleh Jawa. Untuk itu, hal ini menjelaskan bahwa raja Jawa yang disebutkan telah membunuh atau mengirim pulang utusan-utusan Cina adalah sang Maharaja Prabu itu sendiri. Dan, sebab Maharaja Prabu merupakan Maharaja Jawa, “tiga raja” yang disebutkan dalam catatan sejarah dinasti Ming sudah cukup jelas, yaitu: raja Tan-ma-sa-na-ho, raja Ma-na-ha-pau-lin-pang, dan raja Seng-ka-liet-yu-lan. Permasalahannya hanya tinggal: apa hubungan antara tiga raja ini? Apakah tiga raja ini menegaskan catatan dinasti Sung, yang menyatakan bahwa San-bo-tsai dikatakan menguasai 15 wilayah yang berbeda-beda – di mana di antaranya adalah wilayah-wilayah dari raja-raja ini? Apakah hal ini mengindikasikan penggabungan atau bahkan penyusutan dari 15 wilayah tersebut, yang pada akhirnya, hanya dikuasai oleh tiga orang raja? Sayangnya, tidak ada penjelasan pasti mengenai hal ini. Hanya satu hal yang dapat dipastikan yaitu; catatan Cina menyebutkan bahwa anak dari raja Tan-ma-sa-na-ho, yaitu Ma-la-cha Wu-li, ditunjuk oleh kaisar Cina untuk menggantikan ayahandanya sebagai raja San-bo-tsai. Hal ini menyiratkan bahwa ayahanda beliau, atau raja Tan-ma-sa-na-ho, merupakan raja San-bo-tsai sebelum kematiannya. Apakah hal ini berarti dua raja lainnya berada di bawah kekuasaan beliau sebagai raja San-bo-tsai? Dan, sayangnya, pertanyaan ini juga sulit untuk dijawab. Yang dapat kita ketahui, setidaknya pada saat ini, penyebutan tiga raja kembali mengindikasikan San-bo-tsai sebagai wilayah yang cukup luas - dengan catatan, raja-raja ini memerintah pada saat yang sama dan bukan secara bergantian. Dan, hal ini seakan kembali mempertegas keterangan-keterangan yang tertulis dalam catatan-catatan sejarah Cina dan buku Chu-fan-shih (The Description of the Barbarians).

Sekedar pengingat, walau kerajaan ini disebut-sebut berada di Palembang, meester Groeneveldt sendiri menyatakan bahwa hal tersebut terjadi sebagai “tradisi” (pemahaman umum) sejarawan Cina. Keterangan bahwa “Palembang” (Pa-lin-feng) yang berada di bawah kekuasaan San-bo-tsai, sebagaimana tercatat dalam buku Chu-fan-shih (The Description of the Barbarians), serta penyebutan Raja Jambi (Chan-pi) mungkin mampu menjadi gambaran sederhana luas wilayah dari kerajaan ini. Untuk itu, kita sesungguhnya tidak dapat menyatakan bahwa kerajaan ini berada di Palembang atau Jambi, sebab wilayah-wilayah tersebut termasuk ke dalam wilayah kerajaan ini. Pernyataan semacam itu sebetulnya justru meng-kerdil-kan wilayah kekuasaan kerajaan San-bo-tsai, sebab kita semata akan terpaku pada wilayah Sumatera Selatan atau semata terpaku pada Jambi. Padahal, setidaknya menurut catatan-catatan sejarah Cina, keduanya masuk dalam wilayah San-bo-tsai. Karenanya, pernyataan yang tepat mungkin: kerajaan yang kita cari di sini sebetulnya adalah kerajaan pesisir timur Sumatra, sebagaimana judul yang diberikan oleh meester Groeneveldt (Eastern Coast of Sumatra, hal. 60) – khususnya yang berada di daratan utama pulau Sumatra. Peta Jambi dan Palembang di bawah mungkin dapat menjadi sedikit gambaran tentang luas dari kerajaan pesisir timur Sumatra ini - dengan catatan, itupun belum ditambah dengan wilayah-wilayah lain yang sebetulnya juga disebutkan dalam buku Chu-fan-shih (The Description of the Barbarians):

"Chan-pi" yang diduga sebagai "Jambi" dan Palembang yang disebutkan dalam catatan sejarah Cina tentang San-bo-tsai/Google Map

Pada subbagian tentang kerajaan-kerajaan di pesisir timur Sumatra, selain Kandali yang berubah nama menjadi San-bo-tsai, meester Groeneveldt sebetulnya turut memberikan keterangan tentang keberadaan wilayah-wilayah lainnya, yaitu: Indragiri (yang disebut sebagai wilayah kecil di bawah kekuasaan Jawa - yang selalu diganggu dan pada akhirnya dikuasai oleh Johore), Billiton atau Blitung, Banka, dan Lingga. Hal ini sebetulnya cukup menarik, sebab selain Indragiri yang disebut sebagai wilayah kecil dan terdiri tidak lebih dari seribu keluarga (hal. 77), wilayah lain yang disebutkan merupakan wilayah kepulauan. Apakah hal ini turut menandakan bahwa San-bo-tsai adalah kerajaan besar yang hanya menguasai daratan pesisir timur Sumatra - tetapi tidak termasuk wilayah kepulauan? Ataukah, meester Groeneveldt sebetulnya hanya membagi antara Sumatra pesisir (daratan utama) dan Sumatra kepulauan?

Sedikit catatan, meester Groeneveldt sebetulnya membagi Sumatra dalam 2 bagian: pesisir timur (Eastern Coast) dan pesisir utara Sumatera (Northern Coast of Sumatra). Pembagian ini sejatinya terbilang dinamis, sebab ada tumpang-tindih dalam pembagian wilayah ini, seperti Lambri yang disebutkan dalam catatan shifu Ma Huan, Ying-yai Sheng-lan (1416), dan diletakkan oleh meester Groeneveldt dalam kerajaan pesisir utara Sumatra, namun termasuk dalam wilayah kerajaan San-bo-tsai pada catatan Chu-fan-shih (The Description of the Barbarians) yang disusun pada masa kerajaan Sung (960-1279). Menariknya, jika kita terus mencermati penjelasan-penjelasan yang terdapat dalam catatan sejarah Cina, kita sebetulnya dapat meraba tumpang tindih yang terjadi - termasuk dengan apa yang terjadi pada Palembang dan Jambi yang, pada awalnya, disebut-sebut berada di dalam wilayah kerajaan yang sama. Akan tetapi, kita akan membahas hal ini pada tulisan selanjutnya, sebab tulisan ini sudah menjadi terlalu panjang untuk kesehatan mental kita semua...

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun