Tingginya angka pelecehan seksual di Indonesia tentu membuat khawatir seluruh lapisan masyarakat. Terlebih minimnya perhatian dari pihak berwajib dalam menangani kasus pelecehan seksual di Indonesia sangat memprihatinkan. Pelaku kekesaran seksual tidak terbatasi oleh umur, gender, dan hubungan antara pelaku dengan korban. Baik remaja, orang dewasa, orang tua, baik laki-laki maupun perempuan, baik orang asing bahkan orang terdekat dapat menjadi pelaku.
Komnas Perempuan menyebutkan bahwa pelecehan seksual merupakan tindakan bernuansa seksual, baik melalui kontak fisik maupun kontak non-fisik. Tindakan tersebut dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, hingga mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun mental.
Kekerasan seksual atau pelecehan seksual terbagi menjadi dua golongan yaitu, kekerasan seksual berat dan kekerasan seksual ringan. Kekerasan seksual berat sepertihalnya melakukan hubungan seksual secara kontak fisik namun dilakukan secara paksa. Di samping itu kekerasan seksual ringan yakni berupa pelecehan secara verbal, yakni dapat terjadi melalui ucapan atau perkataan seseorang yang bersifat melecehkan atau menghina.
Bagi pelaku pelecehan seksual terdapat hukum pidana yang diatur dalam pasal 289 hingga 296 KUHP dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara. Dalam hal tersebut pastinya juga telah terdapat sejumlah bukti yang telah dirasa cukup buat memasukkan pelakunya ke dalam sel. Hukum pidana untuk pelaku pelecehan seksual tersebut juga masih tergantung dengan beberapa faktor dan sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan.
Pasal-pasal lain yang memiliki keterkaitan dengan pelecehan seksual, diantaranya:
Pasal 281 di mana mempunyai ketentuan mengenai hukum pidana bagi pelaku pelecehan seksual tersebut di mana akan diancam pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan dan denda paling banyak 4500 rupiah.
Pasal 285 menyatakan bahwa siapa pun yang telah melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan di mana memaksa wanita agar melakukan tindakan bersetubuh dengannya di luar pernikahan diancam karena sudah melakukan pemerkosaan sekaligus dipidana paling lama 12 tahun.
Pasal 286 mengatakan bahwa siapapun yang melakukan setubuh pada wanita di mana di luar pernikahan dan sedang dalam keadaan pingsan sekaligus lemah maka tindak pidananya maksimal 9 tahun.
Tentu hukum serta pasal tersebut dibuat demi menjaga keamanan dan kenyamanan seluruh lapisan masyarakat terutama para perempuan yang rentan mengalami pelecehan seksual. Namun, meski aturan tersebut telah berlaku dan ditetapkan, nyatanya hukum belum sepenuhnya berdiri tegak. Sebab, kasus mengenai pelecehan seksual masih marak terjadi dan minimnya perhatian pihak berwajib dalam melakukan penanganan.
Seperti kasus yang belum lama ini terjadi di Gresik, terdapat aksi seorang pria paruh baya mencium anak perempuan di depan warung. Aksi tersebut dilakukan pada siang hari. Anak perempuan yang masih belum mengerti tidak dapat berbuat apa-apa, ia hanya terdiam dan tidak menangis.
Akan tetapi, Kapolsek yang menangani kasus tersebut menanggapi bukan kasus pelecehan seksual. Sebab, anggapan mengenai “penciuman” tanpa persetujuan bukan merupakan sebuah pelecehan dan tidak memerlukan penindakan. Selain itu, anak perempuan yang tidak menangis saat diperlakukan seperti itu dianggap tidak keberatan dengan perlakuan yang didapatnya. Kapolsek Sidayu Iptu Khairul Alam berpendapat, jika kasus tersebut ingin disebut sebagai pelecehan seksual, maka pelaku seharusnya membuka baju sang korban. Tentu pernyataan ini sangat miris jika dilihat dari sosok yang berbicara.