Mohon tunggu...
Almira Rossa
Almira Rossa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Perjalanan saya adalah perpaduan unik antara dedikasi akademis di bidang kesehatan dan ambisi pribadi di dunia pageant. Sebagai seorang mahasiswa kesehatan, saya dididik untuk memahami kompleksitas tubuh manusia dan pentingnya kepedulian terhadap sesama. Setiap hari, saya berusaha menyerap ilmu pengetahuan yang akan membentuk saya menjadi seorang profesional yang kompeten dan berempati. Di sisi lain, dunia pageant telah menjadi arena saya untuk terus mencari dan meng-upgrade diri. Ini bukan hanya tentang penampilan fisik, tetapi tentang ketahanan mental, kemampuan berkomunikasi, dan kepercayaan diri untuk berdiri di panggung besar. Saya melihat pageant sebagai platform yang kuat untuk mengembangkan diri secara holistik—mulai dari public speaking, kepemimpinan, hingga advokasi isu-isu yang saya pedulikan. Kombinasi kedua minat ini membentuk saya menjadi individu yang seimbang, percaya bahwa kesehatan fisik dan mental sama pentingnya dengan potensi diri yang tak terbatas.

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

Merajut Asa, Membuka Akses: Inklusivitas Pendidikan Non-Formal (Long life education)

12 Juni 2025   22:14 Diperbarui: 12 Juni 2025   22:14 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolaborasi dengan PKBM Sido Makmur Untuk Melakukan Sosialisasi pendidikan non-formal 

Saya Almira Rossa Celsavanny, Saya Merupakan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Semarang, Sebagai salah satu Duta Pendidikan Muda Indonesia Tahun 2025 yang berasal dari Provinsi Jawa Tengah.  Ditengah laju perubahan zaman yang begitu sangat cepat, seringkali saya berfikit pendidikan hanya di bangku sekolah formal. lalu bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki kesempatan tersebut? Melalui artikel ini, saya ingin mengajak  untuk membuka pikiran pada sebuah kekuatan tersembunyi: Pendidikan Non Formal bukan sekedar pelengkap, tapi pandai besi yang menompa masa depan emas, membentuk potensi yang tak terjamah oleh dinding kelas, yang sudah terbukti menjadi jembatan emas bagi banyak orang untuk meraih masa depan.

Kita hidup di tengah era disrupsi, di mana perubahan terjadi begitu sangat cepat dan tak terduga. Pekerjaan yang ada hari ini mungkin akan lenyap besok, sementara keahlian baru terus bermunculan. Ditengah dinamika ini, sistem pendidikan formal kerap kesulitan untuk beradaptasi dengan kecepatan yang sama. Di sinilah pendidikan non-formal hadir sebagai kunci, bukan hanya sebagai pelengkap, melainkan sebagai pilar esensial untuk membentuk masa depan emas, baik bagi individu maupun bangsa. Pendidikan inklusif bukan hanya tanggung jawab sekolah formal, melainkan juga ranah pendidikan non-formal. Sektor non-formal memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam menjangkau berbagai lapisan masyarakat dengan kebutuhan yang beragam. Pendidikan non-formal merupakan jawaban atas kebutuhan belajar yang tak terbatas ruang kelas dan kurikulum. Namun mewujudkan inklusivitas sejati dalam pendidikan non-formal masih memiliki banyak sekali tantangan.

Pendidikan merupakan suatu hak asasi setiap individu. Namun, realitasnya masih banyak kelompok masyarakat yang terpinggirkan dan tidak memiliki akses setara terhadap pendidikan. Disinilah peran pendidikan non-formal menjadi krusial. berbeda dengan pendidikan formal yang sangat terstruktur, pendidikan non-formal menawarkan fleksibilias, adaptabilitas, dan jangkauan yang lebih luas. Pendidikan non-formal merupakan pembelajaran sepanjang hayat (Long life Education) merupakan konsep "belajar sepanjang hayat" bukan lagi sekadar slogan, melainkan keharusan. Di masa depan, kemampuan untuk terus belajar, beradaptasi, dan memperbarui diri adalah modal utama. Pendidikan non-formal memfasilitasi budaya belajar. Namun, pertanyaan besar yang harus dijawab adalah sejauh mana pendidikan non-formal kita benar-benar inklusif? Apakah telah menjadi jembatan bagi semua, atau masih menyisakan celah bagi sebagian?

Inklusivitas dalam konteks pendidikan non-formal yang memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, disabilitas, gender, usia,  memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan mengembangkan potensi diri.  Mereka mungkin tidak bisa mengakses sekolah formal karena berbagai kendala, semua orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan kehidupan mereka. Membuka akses bagi mereka bukan hanya tentang keadilan sosial, tetapi juga tentang pembangunan berkelanjutan. Masyarakat yang inklusif adalah masyarakat yang kuat, karena setiap potensi individu sangat diberdayakan.  

Tantangan Menuju Pendidikan Non-Formal yang Inklusif yaitu, Mewujudkan inklusivitas dalam pendidikan non-formal bukanlah tugas yang mudah, banyak tantangan yang harus dihadapi salah satu contoh yaitu, keterbatasan sumber daya. Lembaga pendidikan non-formal seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), kursus, atau komunitas belajar, seringkali beroperasi dengan dana yang  terbatas, sering terjadi stigmatisasi dan diskriminasi pada kelompok rentan seringkali menghadapi stigma sosial atau diskriminasi yang menghambat mereka untuk berpartisipasi dalam program pendidikan. Anak jalanan mungkin dianggap "nakal", penyandang disabilitas dianggap tidak mampu, atau lansia dianggap tidak perlu lagi belajar. Stigma ini sering sekali berasal dari masyarakat itu sendiri. Sebagian besar wilayah Indonesia, terutama di daerah terpencil, akses transportasi dan komunikasi menjadi penghalang utama. Jarak yang jauh, medan yang sulit, atau ketiadaan fasilitas yang ramah disabilitas menjadi rintangan nyata bagi partisipasi.

Untuk mengatasi tantangan di atas, diperlukan strategi dan solusi yang inovatif yang melibatkan berbagai pihak. Seperti penguatan kebijakan dan regulasi yang mendukung. Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang lebih tegas dan jelas tentang inklusivitas dalam pendidikan non-formal, termasuk alokasi anggaran yang memadai, standar akreditasi yang inklusif, dan insentif bagi lembaga yang menerapkan praktik inklusif. Pengembangan modul dan kurikulum yang adaptif dan personal. Pendidikan non-formal harus mampu menyediakan program belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan gaya belajar individu. Hal ini bisa berarti pengembangan materi dalam berbagai format seperti, audio dan visual atau kurikulum yang berorientasi pada keterampilan hidup. Peningkatan kapasitas dan pelatihan bagi pendidik dan fasilitator, Pengajar di pendidikan non-formal harus dibekali dengan pemahaman mendalam tentang inklusivitas, teknik pengajaran diferensiasi, dan kemampuan untuk berinteraksi dengan beragam latar belakang peserta didik.  Pelatihan ini juga harus mencakup cara membangun lingkungan belajar yang aman dan tanpa diskriminasi. Serta pemanfaatan teknologi digital untuk perluasan akses belajar. Teknologi dapat menjadi katalisator bagi inklusivitas seperti platform pembelajaran daring atau (e-learning). Namun, ini harus didukung dengan infrastruktur yang memadai dan program literasi digital agar semua dapat berpartisipasi. Taklupa kampanye kesadaran dan penghapusan stigma program ini sangat penting untuk melakukan kampanye edukasi publik  untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan inklusif dan melawan stigma serta diskriminasi terhadap kelompok rentan.

Kisah-kisah sukses dari individu yang berhasil melalui pendidikan non-formal dapat menjadi inspirasi dan mengubah persepsi masyarakat. Pendidikan non-formal begitu vital dalam menyongsong masa depan emas karena relevansi dan responsivitas terhadap kebutuhan pasar kerja, dunia kerja modern menuntut keahlian yang sangat spesifik dan terus berkembang. Pendidikan non-formal memiliki keunggulan dalam merespons  kebutuhan ini.  Salah satu kekuatan terbesar pendidikan non-formal adalah kemampuannya menjangkau orang orang yang terpinggirkan oleh sistem formal. Anak jalanan, pekerja migran, penyandang disabilitas, atau bahkan lansia yang ingin tetap produktif---semua dapat menemukan pintu pendidikan di ranah non-formal. non-formal menawarkan jadwal yang fleksibel, materi yang relevan dengan konteks mereka, dan lingkungan belajar yang lebih adaptif. Dengan demikian, pendidikan non-formal menjadi jembatan menuju pemerataan kesempatan dan mengurangi kesenjangan sosial. Pendidikan non-formal juga sering menjadi tempat lahirnya ide inovatif dan semangat kewirausahaan. Kursus yang berfokus pada pengembangan produk, strategi bisnis, atau bahkan pelatihan , dapat menjadi katalis bagi individu untuk menciptakan usaha sendiri. Fleksibilitas dalam metode pengajaran dan fokus pada praktik memungkinkan peserta didik untuk langsung mengaplikasikan pengetahuan mereka dan berani berinovasi.

Masa depan emas bukanlah anugerah, melainkan hasil dari upaya kolektif. Di tengah kompleksitas era disrupsi, pendidikan non-formal adalah mercusuar harapan, membimbing kita menuju masa depan yang lebih adaptif, inklusif, dan berdaya. Investasi pada pendidikan non-formal adalah investasi pada kapabilitas bangsa, memastikan setiap individu memiliki kesempatan untuk bersinar dan berkontribusi pada kejayaan Indonesia. Mari kita dukung, kembangkan, dan manfaatkan potensi tak terbatas dari pendidikan non-formal untuk mengukir masa depan emas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun