Melisa,
Waktu kita ketemu di KL, aku kira itu cuma liburan. Tapi ternyata, hati aku tinggal di sana, di bar atas hotel tempat kamu ketawa, sementara aku sibuk mikirin gimana cara jadi cowok yang bisa kamu banggakan.
Aku tau aku bikin kamu kecewa. Kadang kamu minta A, aku malah kasih Z. Bukan karena aku nggak mau nurutin kamu. Tapi kadang aku terlalu takut jadi orang yang bukan aku. Lucunya, sekarang aku malah jadi orang yang aku sendiri nggak kenal, Â karena kehilangan kamu.
Mel,
Aku masih sayang. Sesimpel itu.
Kalau kamu tanya kenapa aku nulis ini? Karena kamu nggak bisa aku temuin langsung. Tapi perasaan ini harus jalan juga, kayak kamu yang terus maju, sementara aku masih di titik "maaf."
Kalau aku bisa putar waktu, aku nggak akan minta kesempatan kedua. Aku bakal minta kesempatan pertama, yang lebih bener. Yang lebih dewasa. Yang nggak bikin kamu merasa berjuang sendirian.
Melisa,
Kamu itu kayak hujan sore. Nggak bisa ditahan, tapi juga nggak bisa dilupain. Dan aku, ya cuma orang yang berdiri di bawahnya, basah kuyup, tapi tetap nggak mau lari.
Kalau kamu baca ini, aku cuma mau kamu tahu:
Aku masih belajar jadi versi terbaik.
Bukan buat semua orang.
Tapi buat satu orang. Buat kamu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI