Mohon tunggu...
Nur Dini
Nur Dini Mohon Tunggu... Buruh - Find me on instagram or shopee @nvrdini

Omelan dan gerutuan yang terpendam, mari ungkapkan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nasib Malang Rentenir

18 Mei 2019   08:04 Diperbarui: 18 Mei 2019   08:08 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernah suatu kali saya sedang istirahat di klinik kesehatan di lingkungan tempat kerja saya karena saya sakit kepala hebat.  Saya tiduran di sana, lalu masuklah dua orang perempuan.  Tempat saya tiduran itu semacam bangsal dengan jumlah tempat tidur 10 atau 12 yang masing-masinh disekat gorden.  

Tapi saat itu gorden semua dibuka sepertinya untuk menghindari orang yang ga sakit tapi numpang tidur, jadi agar lebih gampang untuk pengecekan pasiennya.  Saat itu, tempat tidur yang terisi hanya empat, saya dengan tiga karyawan lain.  Lalu tiba-tiba datang dua perempuan masuk ke ruangan, duduk di salah satu tempat tidur, dan gordennya ditutup.  

Mereka lalu berbicara tentang pembayaran utang, saya mendengar mereka menyebut "bisnis" dan angka 22%.  Saat itu, ditengah pusing dan keringat dingin, saya langsung menduga jangan-jangan mereka adalah salah satu dari banyaknya rentenir yang tumbuh di tempat saya bekerja.

Larisnya jasa pinjam uang yang ditawarkan rentenir itu karena mereka menawarkan pinjaman tanpa "ribet".  Yang ingin pinjam hanya perlu menyerahkan kartu ATM, buku rekening yang tercatat menerima gaji bulanan, dan nomor pin ATM.  Syaratnya memang lebih gampang dipenuhi.  Minta hari ini, hari ini juga uang bisa langsung cair.  Tapi syaratnya ga sebanding sih sama kecepatan memperoleh uangnya.  

Buat saya, mending ribet dikit yang penting kartu ATM tetap di tangan, kecuali kuota maksimal pinjam ke bank atau koperasi sudah terpenuhi dan temen ga ada yang bisa kasih pinjem.  

Tapi kalau saya mending ga jadi belanja sih, karena setau saya semua pinjaman itu ya buat konsumsi aja.  Istilah kerennya, bukan sebagai pinjaman produktif.  Bukan untuk nambah modal usaha, atau beli barang untuk dijual lagi, tapi memang murni buat kesenangan sendiri aja.  


Timing yang serba pas membuat jasa peminjaman uang ini menjamur.  Pas pingin ganti hp, pas ada model baru yg release, pas ga punya duit, pas ada yang nawarin pinjaman.  Bukan kebetulan, tapi memang ada orang yang pas punya uang lebih dan pintar membaca situasi untuk buka jasa layanan pinjaman uang berbunga 22-25%. Itu gila sih, cepet kaya kalau saya juga ikutan "bisnis" itu.

Nah, kartu ATM dan buku rekening yang disyaratkan tadi buat apa? Ya buat jaminan kalau orang-orang akan rutin bayar cicilan.  Untuk menghindari orang yang suka berkelit dan bilang ga punya uang buat nyicil.  Jadi dengan pegang kartu ATMnya, ketika masuk masa gajian dan uang sudah masuk rekening, si rentenir bisa langsung tarik tunai sejumlah cicilan dan bunganya.  

Pinter ya? Tapi konon si pemberi pinjaman biasanya konfirmasi dulu ke peminjam bulan ini bau bayar berapa sebelum dia tarik tunai.  Mau bayar cicilan + bunga, atau bunganya aja.  Cukup baik sih menurut saya, karena pemberi pinjaman masih memikirkan keperluan peminjam, siapa tau ada keluarga yang sedang sakit jadi ga bisa bayar cicilan.  Masih ada toleransinya.  

Dengan fakta bahwa pihak peminjam uang membawa kartu ATM, buku tabungan, dan nomor pin, peminjam nakal kadang ingin mengakali.  Merasa hanya pinjam satu juta, sudah bayar lebih tapi statusnya belum juga lunas dan kartu ATM masih ditahan di pemberi pinjaman, wajar sih kalau jadi dongkol atau marah.  Tapi kalau mau minta kartu ATM dikembalikan, ga mungkin, kan statusnya belum lunas di mata pemberi pinjaman.  

Akhirnya, peminjam membuat ide penipuan.  Orang-orang tak bertanggung jawab ini akan lapor ke bank bahwa buku tabungannya hilang, minta diblokir, ganti nomor rekening.  Selanjutnya tinggal lapor ke perusahaan kalau ada kehilangan buku tabungan, dan bla bla bla, rekening baru, gaji aman.  Jahat ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun