Guru hanya membantu melengkapi pendidikan anak, terutama dalam bidang pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan nilai hidup, sikap, dan karakter lebih banyak dibentuk oleh kebiasaan di rumah.
 Jika anak terbiasa melihat kekerasan di rumah, maka ia akan menganggap kekerasan sebagai hal wajar dalam menyelesaikan masalah.
Tawuran pelajar sering kali terjadi karena hal-hal sepele: saling ejek, gengsi antar sekolah, atau sekadar ingin menunjukkan eksistensi diri. Tetapi, mengapa anak-anak begitu mudah terpancing emosi dan memilih jalan kekerasan? Jawabannya karena kontrol diri mereka lemah, dan itu adalah akibat dari kurangnya pembinaan sejak kecil.
Anak yang dididik dengan kasih sayang, disiplin, dan komunikasi yang sehat sejak dini, biasanya lebih mampu mengendalikan diri dalam situasi konflik.
Selain itu, faktor lingkungan juga ikut memperkuat kecenderungan tawuran. Lingkungan yang permisif terhadap kekerasan, tontonan yang sarat dengan aksi brutal di media sosial, serta kurangnya peran tokoh masyarakat, membuat anak merasa bahwa kekerasan adalah sesuatu yang biasa.
 Karena itu, peran masyarakat dan lingkungan sekitar juga tidak boleh diabaikan. Kita semua perlu menciptakan budaya damai, saling menghormati, dan menolak kekerasan sebagai jalan keluar dari masalah.
Namun demikian, upaya apa pun yang dilakukan sekolah dan masyarakat akan sia-sia jika keluarga sebagai akar utama tidak berfungsi dengan baik.
 Orang tua tidak boleh abai terhadap tanggung jawab mereka. Pendidikan anak bukan sekadar memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga memastikan bahwa anak tumbuh dengan bimbingan moral, kasih sayang, dan teladan hidup. Anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat dan alami di rumah, bukan hanya dari apa yang mereka dengar di sekolah.
Oleh sebab itu, solusi atas maraknya tawuran pelajar di Ambon tidak cukup dengan menambah jam pelajaran, meningkatkan pengawasan di sekolah, atau bahkan memperbanyak razia. Semua itu hanya menyentuh ranting, bukan akar.
Yang harus dibangun adalah kesadaran orang tua untuk kembali mengambil peran utama sebagai pendidik anak. Tanpa keterlibatan aktif keluarga, segala usaha dari pihak sekolah dan aparat keamanan hanya akan menjadi upaya sesaat yang tidak menyelesaikan masalah.
Pemerintah, lembaga pendidikan, dan tokoh agama juga perlu memperkuat peran keluarga dalam pendidikan. Program penyuluhan bagi orang tua, pendampingan keluarga, serta pendidikan orang tua tentang pola asuh yang benar menjadi langkah penting yang tidak boleh diabaikan.Â