Mohon tunggu...
Nuryahya Aditya Putra
Nuryahya Aditya Putra Mohon Tunggu... Guru di SMKN 2 Blora

Hoby saya menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Blora Aku Merindukanmu yang Dulu

10 Desember 2022   18:00 Diperbarui: 10 Desember 2022   18:01 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Aku merasa sedih melihat kondisi ini,Sedekah Bumi yang dulunya ramai sekang sangat sepi. Mereka sibuk dengan dunianya sendiri, dengan gadgetnya masing-masing dan melupakan budaya yang sudah lebih dulu hiidupdi bumi pertiwi. " Sura Rina terdengar miris menyikapi peradaban masa kini.

 Aku hanya mengangguki. Rina benar, mereka terlihat seperti manusia yang lupa dariman Ia bermyla. " Kenapa tidak ada seorangpun yang menyadarkan tentang pentingnya melestarikan kebudayaan ini? Ini kan budaya kita sebagai masyrakat Blora dan perwujudan rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa."

Pembicaraan kami terhenti ketika mendengar suara teriakan dari luar. Semua orang yang ada didalam ruangan pun spontan berlari keluar. Ternyata gadis kecil tersebut berteriak lantaran ponselnya jatuh dan layarnya retak. Gadis itu kontan saja langsung menangis melihat keadaan ponselnya mati total dengan ornament petir menghisasi layarnya. Secara implusif  kudekati gadis kecil itu untuk mencoba menenangkannya. Kuputuskan untuk mengantar pulang kerumahnya yang katanya tak jauh dari  rumah Rina.

"Kenapa anak sekecil itu sudah dikasih main handphone seperti itu? Bukankah anak seusia itu diajarkan tentang agama, tata karma dan bagaimana bergaul denagn teman sebayanya? Kemana orang tuanya sampai-sampai anak sekecil itu dibiarkan bermain sendiri? Kan berbahaya, jika terjadi apa-apa bagaimana?" Entahlah.... Kejadian tadi tiba-tiba saja membuatku kesal.                        

" Hati-hati kalau bicara ya, Mbak!! "Aku yang kala itu masih berdiri di depan pintu gerbang rumah gadis kecil itu pun menoleh. Seorang perempuan paruh baya mendekatiku. Raut wajahnya terlihat menahan geram. " Saya ini sibuk bekerja mencari uang untuk masa depan anak saya, saya membiarkan anak saya main handphone, yak arena Cuma iyu satu-satunya cara supaya dia mau ditinggal kerja dab ridak rewel." Dari nadanya, semua juga tahu ini tengah tersinggung hatinya. Dengan tenang aku membalas ucapanya, tentunya dengan nada sopan. " Iya Bu, maaf jika kalimat saya tadi membuat ibu tersinggung. Tapi kalau boleh saya sarankan, anak ibu jangan dibiasakan main handphone karena saya sekarang banyak hal negative yang belum mampu dipilih oleh anak seusia anak ibu. Lagipula terus-terusan dibiarkan main handphone bias berdampak buruk bagi kesehatan mata dan masa depan anak ibu. Lebih baik anak ibu diajarkan diajarkan bergaul dengan teman sebayanya, dengan pengawasan tentunya. Dengan begitu anak ibu bias tahu tentang dunia luar yang sebenarnya, bukan dunianya sendiri yaitu dunia maya. "                                                     

Baiklah sepertinya aku sudah lancing menceramahi ibu-ibu yang  usianya jelas lebih tua dariku. Tinggal tunggu saja bagaimana respon ibu ini, semoga saja tidal merasa tersinggung lagi. " Iya mbak, makasih atas sarannya, maaf saya tadi bicaranya agak kasar. " ujar ibu-ibu itu ranpa diduga-duga. Aku hanya tersenyum tipis sembari berkata " Ya sudah Bu, saya pamit dulu ".       

Diperjalanan kembali kerumah Rina, langkahku terhenti ketika melihat seorang laki-laki tak jauh dari tempatku berdiri. Pemuda itu terlihat sibuk mengotak-atik sepedahnya, karena merasa tak sopan jika main lewat saja, maka kuberanikan diri untuk bertanya " Kenapa sepedahnya, Mas? " Tanyaku " Rantainya putus nih, Mas " Pemuda itu mengangkat kepalanya ketika menjawab. Sejenak Ia menatapku teliti, seakan aku adalah temua langka yang patut dikaji. Aku risik, tentu saja. Namun pemuda itu berhasil membuat rasa risihku berubah menjadi rasa terkejut.

" Lohhh.. Sisca? "

( Flash Back On )

Sore itu, di tengah pertengahan tahun 2014, aku sedang menonton Televisi yang menayangkan acara kartun kesukaanku dirumah. Ketika sedang asik-asiknya, sayup-sayup kudengar teriakan seorang bocah laki-laki dari gerbang depan rumahku. Anak itu memanggil namaku keras sekali mengalahkan volume televise                                                                                                                                    " SISCA!!! "                                                                                                                                   " SISCA.... Main yuk!! "                                                                                                            Kali ini bukan satu orang saja yang berteriak, melainkan beberapa orang lainnya yang suara terdengar seperti regu Paduan Suara upacara. Karena kesal, aku pun menuju depan dan mengecek siapa anak-anak menyebalkan yang berani mengganggu jam santaiku. " Kalian ngapain teriak-teriak sih? "

Salah satu dari empat anak yang paling dekat sekaligus yang sering ngerecokin aku  menyelinap masuk dari celah pintu gerbang yang sedikit terbuka. Selanjutnya, tanpa berkata apa-apa orang itu langsung menarikku dan mengajakku menuju lapangann, disusul anak-anak lain yang turut memaksaku mengambil langkah menjauh dari rumah. Persis seperti kasus- kasus penculikan di TV-TV   " Eh Eh... mau kemana ini? "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun