Mohon tunggu...
nurya auris
nurya auris Mohon Tunggu... Marketing Specialist

Meskipun hobi menulis, saya paling tidak suka menulis dengan pena. Saya menyukai menulis dengan pc, laptop, smartphone atau apapun alat ketiknya. Karena jika memakai pena, akan ketahuan kalau tulisan tangan saya jelek. Saya senang membaca buku, bisa buku dengan tema apa saja asalkan penulisannya menarik dan enak dibacanya. Karena begitu saya membaca halaman pertama dan ternyata gaya tulisannya tidak menarik meskipun kata orang buku itu bagus, saya tidak akan melanjutkan membaca. Saya senang berdiskusi dan belajar mengenai spiritualitas, kehidupan, dan segala hal yang memperkaya perspektif saya dalam melihat hidup. Saya hanyalah manusia yang haus belajar hal baru, dan ingin paham lebih dalam makna kehadiran saya di bumi ini.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Bukan Sekadar di Kelas

17 Agustus 2025   00:02 Diperbarui: 17 Agustus 2025   00:02 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bullying, jika dibiarkan, tidak hanya melukai mental korban, tapi juga bisa memutus masa depan. Anak yang trauma bisa kehilangan semangat belajar, merasa tidak berharga, bahkan sulit percaya pada orang lain. Di sinilah pentingnya semua pihak---guru, orang tua, hingga teman sebaya---untuk tidak menutup mata. Pendidikan bermutu tidak bisa tumbuh di tanah yang penuh luka.

Begitu pula dengan kekerasan seksual yang sering terbungkam oleh rasa takut dan stigma. Anak-anak butuh ruang aman untuk bersuara tanpa khawatir dihakimi. Peran guru BK sebagai safe place yang digaungkan dalam program Kemendiknas menjadi sangat relevan di sini.

Sementara intoleransi juga harus ditangani sejak dini. Sekolah bukan tempat untuk menanam kebencian, melainkan ruang untuk belajar menghargai perbedaan. Anak-anak yang sejak kecil diajarkan nilai toleransi akan tumbuh menjadi generasi yang lebih terbuka dan siap hidup di masyarakat yang beragam.

Jika tiga dosa besar ini tidak ditangani serius, maka semua program pendidikan yang hebat hanya akan menjadi tempelan. Pendidikan bermutu berarti memastikan setiap anak bisa belajar dengan rasa aman, dihargai, dan diterima.

Dari acara ini saya jadi memahami bahwa: guru dan sekolah tidak bisa berjalan sendiri. Orang tua adalah mitra utama. Ketika rumah dan sekolah bersinergi, anak-anak akan tumbuh dengan lebih seimbang. Tidak hanya cerdas secara akademis, tapi juga matang dalam karakter.

Acara Aspirasi Pendidikan Bermutu di Yogyakarta meninggalkan jejak refleksi pada saya. Dari biola Syarifah hingga suara-suara yang lahir dari talkshow, semua menyampaikan pesan yang sama: pendidikan bermutu adalah hak semua anak, bukan hanya sebagian.

Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang merata, relevan, membentuk karakter, memberi ruang pada talenta, dan menumbuhkan ekosistem yang aman. Pendidikan bermutu juga berarti menjadikan guru sebagai penopang, orang tua sebagai mitra, dan anak-anak sebagai pusatnya.

Dan akhirnya, saya percaya: pendidikan bermutu bukan sekadar impian. Ia bisa menjadi kenyataan, jika kita mau menyulam harapan ini bersama-sama. Karena belajar sejatinya bukan sekadar di kelas, belajar adalah kehidupan itu sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun