Di era sekarang, banyak orang berbicara tentang pentingnya menjaga kesehatan mental. Namun, satu hal yang sering terlupakan adalah bagaimana hubungan toxic dapat menjadi faktor utama kerusakan mental, bahkan mengganggu masa depan pendidikan seseorang. Hubungan toxic tidak hanya terjadi dalam percintaan, tetapi juga bisa muncul dalam pertemanan, keluarga, bahkan lingkungan kampus atau sekolah.
Kata toxic sendiri berarti racun. Hubungan toxic adalah ketika sebuah relasi justru dipenuhi dengan sikap mengendalikan, manipulasi, rasa rendah diri, kekerasan verbal maupun emosional, dan minim penghargaan terhadap satu sama lain. Hubungan semacam ini membuat seseorang tertekan, sulit berkembang, dan kehilangan jati diri.
Dampak Toxic Relationship terhadap Kesehatan Mental
Tidak bisa dipungkiri, terjebak dalam hubungan toxic ibarat hidup di dalam kurungan. Perlahan, seseorang kehilangan rasa percaya diri, dihantui perasaan bersalah, bahkan merasa hidupnya tidak berharga. Beberapa dampak yang sering muncul antara lain:
1. Stres berkepanjangan -- Tekanan emosional yang terus menerus membuat otak sulit tenang.
2. Cemas berlebihan -- Ketakutan salah bicara, salah bertindak, atau ditinggalkan.
3. Depresi -- Kehilangan motivasi hidup, perasaan kosong, hingga menarik diri dari lingkungan sosial.
4. Burnout dalam pendidikan -- Fokus belajar terganggu karena pikiran dipenuhi masalah hubungan.
Bayangkan seorang mahasiswa yang seharusnya fokus menyusun skripsi, tetapi setiap hari dipaksa menghadapi pasangan yang suka mengontrol, marah tanpa alasan, atau meremehkan pencapaiannya. Alih-alih produktif, energi mental habis untuk bertahan dari serangan emosi yang datang.
Pengaruh pada Dunia Pendidikan
Hubungan toxic tidak hanya merusak jiwa, tetapi juga berdampak langsung pada pendidikan. Banyak pelajar atau mahasiswa kehilangan konsentrasi, nilai menurun, bahkan berhenti sekolah karena merasa tidak sanggup menanggung beban ganda.